MOGADISHU– Sedikitnya 26 orang telah tewas oleh pertempuran baru di Mogadishu, separuh di antara mereka tewas ketika satu bom mortir menghantam masjid saat jamaah meninggalkan tempat ibadah itu setelah shalat Isya.
Komandan polisi di Mogadishu dan lima anak termasuk di antara 13 orang yang sebelumnya tewas. Pembunuhan di tempat ibadah itu kemudian membuat Rabu sebagai salah satu hari paling buruk dalam beberapa pekan bentrokan antara pemerintah Somalia dan gerilyawan.
“Itu adalah peristiwa paling mengerikan yang pernah saya saksikan, 13 orang telah tewas,” kata seorang saksi mata yang bernama Dadir Ali Jes setelah ledakan di masjid tersebut. Perwira keamanan pemerintah Adan Weheliye menggambarkannya sebagai tragedi.
Kelima anak itu yang meninggal sebelumnya juga tewas oleh satu bom mortir. Jumlah korban jiwa di Mogadishu telah naik jauh lebih banyak dari angka 250 hanya dalam waktu lebih dari sebulan.
Kepala Polisi di Mogadishu, Kolonel Ali Said Hassan tewas selama pertempuran sengit yang meletus pada pagi hari yang sama, ketika prajurit pemerintah menyerang kubu gerilyawan di kabupaten Hodan di sebelah selatan ibukota negeri tersebut, Mogadishu.
Hassan, salah seorang perwira polisi yang paling dihormati di Somalia, ditembak oleh seorang penembak gelap dari atap rumah di satu bangunan di dekatnya, kata beberapa saksi mata.
“Komandan polisi Mogadishu itu meninggal saat menjalankan tugas,” kata seorang pejabat senior polisi yang tak ingin disebutkan jatidirinya.
“Ia adalah seorang perwira yang berani dan telah memperluas upaya besar guna mewujudkan perdamaian. Ia dibunuh oleh pelaku teror,” katanya.
Pertempuan menjelang fajar tersebut meletus, ketika pasukan pemerintah menyerang beberapa posisi yang dikuasai oleh gerilyawan.
Pemboman berlanjut hingga malam, saat daerah yang dikuasai gerilyawan di ibukota menghadapi pemboman gencar, kata seorang wartawan AFP.
Beberapa sumber lain polisi mengatakan tiga lagi anggota pasukan keamanan telah tewas dalam pertempuran itu. Beberapa saksi mata mengatakan sembilan warga sipil, lima di antara mereka anak-anak, telah tewas akibat bom mortir di satu permukiman yang tak jauh.
Seorang wartawan AFP melihat beberapa mayat anak-anak –yang berusia antara sembilan dan 14 tahun– yang tergeletak di dalam kubangan darah di bawah balkon tempat mereka sebelumnya berlindung dari pemboman.
“Kelima anak tersebut berusaha bersembunyi ketika satu bom mortir mendarat di tempat mereka berlindung, sayangnya mereka semua meninggal di tempat,” kata Habibo Adan, seorang warga yang tinggal sangat dekat dengan daerah itu.
Seorang pengemudi ambulans mengatakan sedikitnya 50 orang juga telah cedera dalam kerusuhan baru tersebut.
“Mereka meliputi anak-anak dan perempuan dan sebagian dari mereka menderita luka serius,” kata pengemudi tersebut, Sheikh Mohammed Ali.
Kelompok gerilyawan melancarkan serangan besar terhadap pemerintah Presiden Sharif Sheikh Ahmed pada 7 Mei.
Lebih dari 122.000 orang sejak itu telah kehilangan tempat tinggal, sehingga jumlah seluruh pengungsi perang di negeri itu jadi 1,3 juta orang, demikian penghitungan PBB.
Rentannya situasi di Somalia berarti orang yang menjadi pengungsi di dalam negeri mereka sendiri sangat kekurangan keperluan dasar termasuk tempat berlindung, air dan makanan.
“Situasi menyedihkan mereka bertambah parah dengan kurangnya kehadiran organisasi kemanusiaan,” kata Dana Anak PBB, UNICEF, yang pusat operasi terbesarnya di daerah Jowhar di bagian tengah negeri tersebut direbut dan dijarah oleh anggota milisi satu bulan sebelumnya.
“UNICEF sangat terganggu oleh gelombang permusuhan dan serangan baru terhadap bantuan kemanusiaan di Somalia, yang membuat nyawa anak-anak dan perempuan Somalia menghadapi risiko besar,” kata Hannan Sulieman, penjabat kepala badan tersebut di Somalia, dalam satu pernyataan, Sabtu.
Somalia telah dilanda perang saudara dan aksi perlawanan dan kehilangan pemerintah yang stabil sejak tergulingnya presiden Mohamed Siad Barre pada 1991. (Republika online, 17/06/2009)