UIGHUR, CINA — Pemimpin Muslim Uighur mengecam keras penghancuran Kota Tua di Kasghar oleh Pemerinta Cina. Kota kuno terebut menyimbolkan identitas leluhur Muslim Uighur yang telah dijaga lama , komunitas tersebut juga mendesak dunia internasional ikut membantu penyelamatan kota.
“Pihak berewenang Cina tidak lagi segan menghapuskan bahasa kami di sekolah-sekolah dan agama kami dari masjid-masjid,” ujar kepala Asosiasi Uighur Amerika (UAA), Rebiya Kadeer seperti yang dikutip oleh Islamonline. “Kini mereka secara fisik mencabik rumah-rumah kami, tempat bisnis dan juga tempat ibadah kami,” imbuhnya.
Pemerintah Cina telah mengumumkan kepada sekitar 200 ribua penghuni kota tua yang masih kental dengan budaya Uighur, hingga 18 Juni lalu, untuk pindah sukarela sebelum rumah mereka dihancurkan. “Para penghuni Kota Tua tidak diberi kesempatan untuk menyatakan opini mereka terhadap proyek penghancuran perumahaan mereka,” ujar Rebiya.
“Komunitas internasional harus menyeru kepada Cina untuk mencegah perusakan lebih jauh terhada Kota Tua itu,” katanya “Ini demi kepentingan identitas budaya Uighur dan demi mencegah hilangnya pusat arsitektur dan warisan dunia yang tak tergantikan,” tegasnya.
Alasan pemerintah Cina sendiri, proyek dilakukan untuk mengatur ulang penempatan penghuni Kashgar karena khawatir terhadap ancaman gempa bumi, drainase yang buruk dan demi keamanan publik. Namun para pakar menyatakan rumah-rumah tradisional terbuat dari batu-bata dan lumpur, yang tela berdiri berabad-abah justru tidak berbahaya tidak pula ketinggalan jaman.
Seorang guru besar di Beijing malah menyarankan alih-alih menghancurkan sepenuhnya, rumah-rumah tersebut hanya perlu dikuatkan dan diperbaiki. Dalam rencana tersebut, pemerintah telah meratakan Madrasah Xanliq, sekolah Islam berusia satu abad di kota tua, yang terdaftar sebagai situs budaya dilindungi.
Laporan juga mengatakan landmark sekolah tak luput dihancurkan demi membuat ruang untuk lapangan atletik. “UAA sangat prihatin dengan bagian tersisa dari Kota Tua yang mencerminkan karakter budaya Uighur, tempat di mana sebuah komunitas sangat hidup, tinggal di sana,”
Tidak diketahui secara pasti berapa bagian dari Kota Kashgar seluas delapan kilometer persegi yang tersisa. Namun laporan telah mendokumentasikan penghancurkan sebagian kota dan evakuasi penghuni ke blok-blok apartemen, tak jauh di luar Kasghar.
“Sebagai tambahan telah dicabut dari pekerjaan, komunitas, dan pusat ibadah, residen dilaporkan pula menerima kompensasi tak sebanding,” demikian ujar UAA. Padahal Kasghar telah lama di kenal sebagai pusat politik dan bisnis di Xinjiang, kawasan otonom bermayoritas Muslim sejak 1955.
Beijing melihat, kawasan luas tersebut sebagai aset berharga karena letaknya sangat strategis, yakni dekat Asia Tengah. Itu belum termasuk cadangan minyak dan gas yang melimpah. Xinjiang, dan Muslim Uighurnya, etnis minoritas berbahasa Turki yang berjumlah lebih dari delapan juta, selalu menjadi subjek pengawasan dan pemeriksaan ketat pihak keamanan.
Komunitas Muslim menuding pemerintah memapankan jutaan etnis Han ke dalam kawasan tersebut dengan tujuan utama menghapus identitas dan budaya Uighur. Mereka juga mengriktik rencana pemerintah terbaru yang membawa pelajaran Cina Mandarin di sekolah-sekolah Xinjiang, dan menggantikan dialek lokal mereka. (Republika Online, 24/06/2009)