Kompas (29/06) melaporkan pendidikan selalu digampangkan dengan dianggap sebatas sekolah atau pemberantasan buta huruf. Akibatnya, pendidikan saat ini lebih terfokus pada aspek kognitif, sedangkan pembentukan sikap dan karakter anak didik, serta kebudayaan untuk membangun martabat bangsa diabaikan.
Permasalahan pendidikan nasional bermula dari ketidakpedulian atau ketidaktahuan para penyelenggara negara tentang peran penting pendidikan dalam kemajuan bangsa. Akhirnya kini, pendidikan mengalami berbagai masalah kronis pada setiap ranahnya, kata Sulistiyo, Ketua Umum Pengurus Besar persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI) di Jakarta, Senin (29/6).
Menurut Sulistiyo, tidak jelasnya filosofi pendidikan Indonesia saat ini menyebabkan penyelenggaraan pendidikan mengalami ketidaktepatan, tidak menjawab kebutuhan dan persoalan di dalam masyarakat. Politik pendidikan dijalankan dengan orientasi kekuasan, tidak mengacu pada peinsip-prinsip ilmiah ilmu pengetahuan, ilmu pendidikan, kearifan budaya lokal, dan pengalaman negara-negara maju.
Anomali dalam kebijakan pendidikan itu tampak dalam berbagai gagasan yang kontroversial. Mulai dari world class university yang membuat kuliah jadi sulit terjangkau masyarakat miskin, Badan Standar Nasional Pendidikan yang super power, sekolah bertaraf internasional, badan hukum pendidikan, hingga ujian nasional, kata Sulistiyo.
Sementara itu, pemerhati pendidikan yang tergabung dalam Koalisi Pendidikan menyoroti visi pembangunan pendidikan yang tidak jelas. Sama seperti pemilihan umum sebelumnya, yang ditawarkan baru sekadar janji-janji terutama berkaitan dengan isu-isu populis seperti sekolah gratis, ujian nasional, kenaikan alokasi anggaran pendidikan, kata Ade Irawan, Sekretaris Koalisi Pendidikan.
Komentar :
Orientasi pendidikan sebenarnya sangat jelas yaitu sekulerisme-kapitalis. Kurikulum yang ada berbasis sekulerism yang menjauhkan anak didik dari agama dan lebih berorientasi pada kepribadian liberal Barat. Celakanya, karena hanya negara pembebek, dibidang sains dan teknologi pun kita tertinggal. Gagasan budaya lokal juga tidak jelas. Budaya lokal yang mana? Pengalaman negara maju justru jadi alasan kapitalisasi pendidikan. Kejelasan orientasi sangat ditentukan oleh kejelasan ideologi yang menjadi basis pendidikan .
Dalam Manifesto Hizbut Tahrir tentang pendidikan sangat jelas disebutkan Pendidikan harus berbasis Ideologi Islam. Tujuannya untuk menghasilkan anak didik yang memiliki as syakhsiyah al Islamiyah (kepribadian Islam) yang tinggi dan luhur serta memiliki keunggulan dibidang sains dan teknologi . Karena itu kurikulum disusun berdasarkan kebutuhan itu.
Tsaqofah (Pengetahuan ) Islam diajarkan sejak awal hingga pendidikan tinggi. Pengetahuan sains dan teknologi diajarkan berdasarkan tingkatan dan kemampuan peserta didik dengan kualitas negara adidaya.
Disamping itu pendidikan adalah tanggung jawab utama negara. Negara menyediakan fasilitas dan kebutuhan pendidikan lainnya. Tidak membebani anak didik dengan biaya mahal. Sementara itu guru diberikan fasilitas dan gaji yang memadai (FW)