Kerusuhan di wilayah Xinjiang, Cina, dan penyerangan terus-menerus terhadap minoritas Muslim Uighur hanya memicu respon bisu dari negara-negara muslim. Negara-negara Muslim lebih khawatir merusak ikatan dagang yang menguntungkan dengan Beijing atau khawatir mengundang perhatian yang bakal mengganggu stabilitas politik antar negara.
Negara non-Arab macam Iran dan Turki adalah sedikit yang mengkritik Cina. Iran padahal tengah sibuk menghadapi kericuhan terkait perselisihan pemilu presiden, sementara Turki masih memiliki keterkaitan etnis dengan minoritas Uighur di Cina.
Namun di hampir seluruh dunia Arab dan Timur Tengah, kekerasan Cina hanya menghasilkan reaksi kecil. “Rezim Arab tidak dapat mengkritik serangan terhadap Muslim Cina karena mereka sendiri tidak memiliki demokrasi,” ujar seorang pengamat politik Jordania, Labib Kamhawi seperti yang dikutip Associated Press, Selasa (14/7). “Mereka di atas perahu yang sama dengan pemerintah Cina,” ujarnya.
Cina telah menempatkan puluhan ribu tentara ke wilayah Xinjiang barat dalam beberapa hari terakhir, memberlakukan kontrol ketat di ibukota Urumqi dan mengepung area tersebut setelah kerusuhan etnis menyebabkan 180 orang terbunuh dan 1.680 orang terluka pekan lalu.
Muslim Uighur, yang berpopulasi sekitar 9 juta di Xinjiang telah lama mengeluhkah gelombang etnis Han yang memasuki kawasan dan pembatasan ketat pemerintah terhadap praktek keagamaan Muslim. Mereka menuduh komunitas Han melakukan diskriminasi dan Partai Komunis mencoba menghapus bahasa dan budaya mereka.
Telah menjadi pengetahuan umum, Cina adalah partner dagang banyak negara Arab, termasuk Sudan, Arab Saudi, dan negara-negara kaya minyak lain. Negara itu juga partner dagang terbesar Jordania, setelah Arab Saudi dan Amerika Serika. Jordania saat ini tengah menarik perhatian investor Cina dalam proyek-proyek seperti penghasil energi baru, kereta api, dan penyulingan air laut.
Iran adalah satu dari sedikit negara Muslim yang berbicara keras terhadap kekerasan tersebut. Pada Hari Minggu (12/7) lalu, kantor berita resmi Iran, IRNA melaporkan, Menteri Luar Negeri, Manouchehr Mottaki telah mendiskusikan bentrok antar etnis dengan koleganya dari Cina melalui telepon. Dalam pembicaraan tersebut Menlu Iran menyampaikan perhatian dalam sekaligus mengkritik penyerangan.
Bahkan pejabat tersebut mendesak pemerintah Iran untuk menyampaikan protes ke China. “Membisu dan minim kepedulian terhadap kekerasan macam itu kepada manusia adalah suara tak termaafkan,” ujar Grand Ayatollah Youssef Saanei, seorang figur keagamaan terkemuka yang mengkritik kekerasan pemerintahannya terhadap protes masa atas pertikaian pemilu pada 12 Juli lalu.
Respon paling keras datang dari Turki, dengan 5.000 orang pengunjuk rasa di Istanbul pada Minggu (12/7) lalu. Demonstran menuntut penghentian kekerasan etnis dan menyeru pemerintahan mereka ikut turun tangan
Turki memang memiliki berbagi ikatan budaya dan etnis Uighur yang berbahasa Turki. Kekerasan di Cina telah menyulut protes hampir tiap hari di Turki. Sebagian besar protes ditujukan ke Kedutaan Besar Cina dan kantor-kantor diplomat di Istanbul dan Ankara yang dijaga ketat. Demonstran bahkan membakar bendera Cina dan juga barang-barang buatan Negeri Tirai Bambu tersebut.
Perdana Menteri Turki, Recep Tayyip Erdogan, membandingkan situasi Xinjiang layaknya genosida, Menlu Turki telah menyampaikan kepedulian pada Cina, dan Menteri Perindustrian Turki mendesak Turki menghentikan pembelian barang-barang Cina. Hanya saja pemerintah belum berencana melakukan boikot resmi.
Meski mayoritas negara Arab cenderung bungkam, namun tidak pada kelompok ekstrimis Islam. Dalam situs online yang berafiliasi dengan Al Qaidah menyeru untuk membunuh warga Cina Han di Timur Tengah, dengan menunjuk pada komunitas besar buruh beretnis Cina yang bekerja di Aljeria dan Arab Saudi.
“Penggal kepala mereka di tempat kerja, di rumah mereka, dan katakan waktu untuk membantai Muslim telah usai,” bunyi salah satu postingan.
Sementara Menteri Luar Negeri Ahmed Youssed, dari kelompok Hamas di Gaza mengatakan atas nama organisasinya, jika tindakan kejam Cina akan melukai hubungan dengan dunia Muslim. “Kami harap pemerintah Cina meningkatkan hubungan dengan Muslim di wilayah Xinjiang dan tidak melukai hubungan dengan Muslim dengan cara melukai Uighur,” tegasnya. (Republika online, 14/7/2009)
Seandainya seluruh kaum muslim bersatu…pasti semuanya akan lebih mudah untuk di atasi..Dan kaum kaum muslim tidak akan di tindas saat menjadi MINORITAS..
Afwan hizbut-tahrir seharusnya tidak menyebut kata ‘ekstrimis islam’ kata itu bias digunakan orang kafir dan munafik pada harokah2 islam, termasuk ht. Krn itu afwan kata itu diganti saja dg kata lain yg lbh islami, seperti ‘mujahidin’.
To Pak Dzul. Berita tsb dari web Republika Online. Jadi HTI tak bisa memodifikasi berita dan term “ekstrimis islam” di atas.
Saatnya umat sadar, untuk dan hanya hidup dalam single state, islamic state: khilafah
Saatnya mengujipemimpin negri-negri muslim.Apakah mereka berani mengumandangkan jihat atau membisu,karna tidak ada kepentingan kaum kafirin.