MHTI Aceh Serukan Perlawanan Terhadap Ide Liberalisasi

HTI Press–Orang kafir tidak akan pernah ridho terhadap kaum muslimin. Sebelum kaum muslimin mengikuti miilah mereka. Ini bisa terlihat dari banyaknya upaya-upaya jahat yang mereka lakukan untuk menjauhkan kaum muslimin dari keislaman mereka.  “Oleh karena itu mari kita berjuang bersama untuk melawan usaha mereka tersebut dengan memperjuangkan tegaknya syariat Islam  di bumi ini. Mari kita Dukung  perjuangan yang sedang dilakukan oleh Muslimah  Hizbut Tahrir ini!” seru salah seorang tokoh muslimah Aceh dalam acara  Diskusi Publik, Ahad (14/6) di Aula Dinas Syari’at Islam Aceh.

Acara  yang bertajuk “Peran Muslimah Dalam Membendung Upaya Liberalisasi Keluarga Muslim”  ini dihadiri 150 peserta dari berbagai kalangan, ormas, orpol dan juga praktisi kampus. Acara ini yang menghadirkan pemateri Ustazah Iffah Rahmah S.Pd dari Muslimah Hizbut Tahrir Indonesia dan Loeziana M.P dari Tokoh Masyarakat Aceh ini terselenggara berkat kerjasama antara Hizbut Tahrir Aceh dengan  Forum Kajian Tokoh Muslimah Aceh (FORKITA). FORKITA adalah sebuah forum tokoh yang terbentuk karena adanya kesadaran dari para tokoh untuk sama-sama memperjuangkan Syari’ah di Bumi Aceh.

Dalam diskusi  kedua pemateri menyampaikan  peran perempuan, keluarga dan generasi saling berkaitan dalam mewujudkan martabat bangsa. Perempuan memiliki peran strategis dan penting dalam membangun keluarga kokoh serta generasi berkualitas islami. ”Generasi masa depan akan menjadi sosok pemimpin bangsa yang memajukan negerinya. Namun jika para perempuan mulai mengabaikan peran di keluarga, sebuah bangsa harus menuai kerusakan generasi dan kehilangan potensi kemajuan. Bahkan sebuah bangsa akan terancam punah dengan hilangnya generasi,” papar Loeziana M.P.

Ancaman lost generation, saat ini sedang dirasakan negara-negara Eropa dan Amerika. Tingginya angka Perceraian, dan perselingkuhan. Minimnya kaum wanita yang mau melahirkan anak karena sibuk mengurus karir, dan tingginya angka aborsi. Belum lagi ancaman penyakit mematikan yaitu HIV/AIDS akibat perzinahan. Meningkatnya keluarga broken home  memunculkan generasi yang stres, pemabuk, narkoba, hedonis dan individualistis yang mengancam keberlangsungan masa depan negara. “Bagaimana mungkin negara mereka bisa tetap eksis jika generasi penerus mereka terancam punah, baik secara kualitas maupun kuantitas,” tambah Ustazah Iffah Rahmah.

Ancaman lost generation ini, bermula dari suatu gerakan yang menuntut penyetaraan laki-laki dan perempuan di segala bidang, dan pembebasan perempuan (emansipasi) dari belenggu rumah tangga. Gerakan yang dikenal dengan nama feminisme ini muncul pertama kali di Barat sebagai akibat dari terjadinya diskriminasi, subordinasi, dan marginalisasi perempuan. Sekali lagi, konteks munculnya feminisme yang mengangkat ide kesetaraan dan keadilan gender, bermula dari masyarakat Barat memandang rendah dan melakukan  diskriminasi terhadap perempuan.

Namun gerakan kesetaraan gender ini dipropagandakan dan dipaksakan ke seluruh dunia melalui berbagai konferensi dan konvensi internasional, khususnya  kenegeri-negeri muslim, termasuk pada saat Daulah Khilafah Islamiyah masih eksis. “Pemaksaan ide kesetaraan gender ke Dunia Islam, pertama kali ada dalam tulisan Muhammad Abduh dan muridnya yaitu Qasim Amin, berjudul Tahrirul Mar’ah dan Mar’ah Jadidah. Padahal konteks masyarakat kaum muslimin berbeda dengan masyarakat Barat,” Urai Ustazah Iffah.   Perempuan muslimah tidak pernah memprotes hukum syari’ah berkaitan dengan perempuan, seperti hukum mengenakan jilbab, hukum waris dan hukum seputar keluarga Islam.

Alih-alih bisa membangkitkan perempuan, ide kesetaraan gender kini menuai kecaman di negeri asalnya dengan munculnya arus balik feminisme. Masyarakat, termasuk kaum perempuan mulai merasakan dampak buruk racun gender, yaitu lost generation. Namun, racun tersebut tetap disuntikan ke dalam dunia Islam melalui berbagai celah. Salah satunya adalah melalui Undang-Undang dan Peraturan negara.
Disadarari atau tidak, bahwa pengaruh liberalisasi ini sudah masuk ke tengah-tengah masyarakat.  Untuk mengatasi pengaruh liberalisasi kaum muslimin harus barisan sehingga celah-celah itu bisa tertutup. ”Setiap organisasi-organisasi Islam  bersatu untuk berjuang melawan ide-ide kufur. Siapa  saja mengerjakan apa sesuai dengan kemampuan masing-masing, tetapi dengan satu arahan yang terorganisir baik, sehingga target dan tujuan mulia meng-counter opini liberalisasi keluarga muslim ini dapat terlaksana dengan maksimal,” seru Ustazah Iffah.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

*