FORKITA Sultra Telaah Penanggulangan Liberalisasi Seks dan Aborsi
HTI Press–Muslimah Hizbut Tahrir Indonesia (MHTI) Sulawesi Tenggara (Sultra) kembali menggelar Forum Kajian Tokoh Muslimah (FORKITA) ke-7, Sabtu(11/7) di Islamic Center Kendari. Kegiatan berbentuk talkshow ini dihadiri sekitar 30 tokoh Sultra.
Kegiatan yang bertajuk “Telaah Kritis Terhadap Penanggulangan Liberalisasi Seks dan Aborsi” ini, menghadirkan Hartati Bahar, S.Si dan St. Nur Ishan, S.Pd. Sebagai host acara tersebut adalah Darmawati.
Hartati Bahar, S.Si, Dosen Fakultas MIPA Universitas Haluoleo Kendari mengungkapkan, adanya ketidakberhasilan berbagai pihak dalam menyelesaikan permasalahan free sex di kalangan remaja, karena cara-cara yang ditempuh menggunakan cara-cara liberal. Salah satunya, himbauan untuk menggunakan kondom. Hal ini tentu saja tidak solutif, karena akan semakin membuka jalan bagi remaja untuk melakukan free sex karena merasa adanya legalisasi atas perbuatan mereka.
Sejalan dengan hal di atas, St. Nur Ishan, DPD I Muslimah Hizbut Tahrir Sultra, mengungkapkan ada 2 upaya yang perlu dilakukan untuk penanggulangan liberalisasi sex dan aborsi, yaitu upaya jangka pendek dan jangka panjang. Upaya jangka pendek dapat dilakukan dengan: pertama, mendorong setiap individu untuk menolak berbagai upaya leberalisasi sex dan aborsi, seperti menolak Rancangan Undang-Undang yang terkait dengan liberalisasi sex dan aborsi. Kedua, setiap individu kembali pada perannya masing-masing dan terus menyerukan bahaya liberalisasi sex dan aborsi.
”Upaya jangka panjang tentu saja dengan menerapkan aturan-aturan Allah SWT secara sempurna dalam sebuah negara. Karena hanya aturan Islam yang dapat menyelamatkan generasi dari liberalisasi sex dan aborsi,” kata St.Nur . Dalam Islam ada 3 (tiga) pilar penting untuk menaggulangi liberalisasi sex dan aborsi ini. Pertama, ketakwaan individu, bagaimana a setiap individu memahami free sex adalah tindakan yang melanggar aturan Allah SWT. Tingginya ketakwaan individu akan menjadi self control bagi individu untuk tidak melakukan free sex. Sebab, ia selalu merasa berada dalam pengawasan Allah SWT.
Kedua kontrol masyarakat. Masyarakat seharusnya ikut berperan aktif dalam berbagai upaya pencegahan liberalisasi sex dan aborsi.
Ketiga, peran negara. Negara menerapkan peraturan yang mencegah, agar free sex ini tidak terjadi. Misalnya hukuman rajam dan jilid bagi pelaku zina. Hukuman ini jelas akan memberikan efek jera bagi para pelaku zina, dan menjadi pencegah bagi yang lain untuk tidak melakukan hal yang sama. Selain itu, hukuman ini akan menjadi penebus dosa bagi pelakunya. Negara pun harus berperan menjaga masyarakat agar upaya liberalisasi sex ini tidak masuk dalam wilayahnya. Pencegahan terhadap produk liberal seperti majalah-majalah atau situs-situs porno harus terus diupayakan.
Antusias peserta pun ditunjukkan dengan banyaknya komentar yang diungkapkan dalam sesi diskusi. Diantara mereka ada yang setuju dengan konsep yang ditawarkan oleh Hizbut Tahrir untuk menanggulangi masalah sex dan aborsi ini.