Presiden Suriah, Bashar al-Assad mengatakan bahwa perdamaian dan pendudukan adalah dua hal yang saling bertentangan, yang mustahil dipertemukan, sehingga pengembalian Dataran Tinggi Golan yang diduduki oleh Israel pada tahun 1967 merupakan harga mati yang tidak membutuhkan negosiasi atau tawar-mewawar lagi.
Pernyataan itu dikeluarkan oleh Presiden Suriah dalam pidatonya yang disampaikan kepada angkatan bersenjata ketika memperingati 64 tahun berdirinya tentara Suriah.
Dalam pidatonya itu Assad mengatakan bahwa “Golan milik bangsa Arab Suriah, maka tangan, wajah dan lisanya akan tetap milik bangsa Arab…, udara, air, tanah dan manusia milik Suriah semuanya akan kembali sepenuhnya ke dalam pangkuan ibu pertiwi.”
Presiden Suriah mengatakan bahwa negaranya ini hanya mencari perdamaian yang adil, komprehensif, dan sesuai dengan resolusi internasional, ketika Israel tidak ingin merealisasikan perdamaian seperti ini.
Dia menegaskan bahwa angkatan bersenjata Suriah tetap menjadi simbol persatuan nasional, dan bahwasannya “perpaduan yang tercipta antara rakyat dan tentara akan menjadi sebuah tenunan yang kuat, efektif, dan berpengaruh, yang mejadi faktor kekuatan politik Suriah.”
Presiden Assad mengatakan bahwa ia sangat pesimis sekali mengenai kemungkinan untuk melanjutkan pembicaraan dengan Israel di bawah pemerintah sayap kanan saat ini yang dipimpin oleh Benjamin Netanyahu, yang mengatakan bahwa “tidak ada mitra” untuk Suriah.
Suriah dan Israel keduanya pernah melakukan pembicaraan tidak langsung pada tahun yang lalu yang dimediatori oleh Turki, tetapi Damaskus telah membekukan berbagai hubungan untuk memprotes perang yang dilancarkan oleh Israel di Jalur Gaza akhir tahun lalu. (mediaumat.com, 2/8/2009)