MHTI dan Ulama Medan Bedah Demokrasi
HTI Press- Ulama berperan besar dalam upaya membangkitkan umat. Ulama dapat membebaskan umat ide-ide kufur seperti demokrasi,dari cengkraman . Inilah yang mendorong Muslimah Hizbut Tahrir Indonesia (MHTI) mengadakan Halqoh Mubalighoh “Membedah Demokrasi” pada Sabtu (25/7) di Hotel Daksina, Medan.
Ustazah Houriani Nst, S.T, Aktivis MHTI Medan memaparkan kebohongan dan kerusakan demokrasi. Demokrasi mengusung empat kebebasan, yaitu: kebebasan berakidah, kebebasan berpendapat, kebebasan memiliki dan kebebasan bertingkah laku. Kebebasan berakidah membolehkan siapa saja untuk beragama apa saja termasuk boleh untuk tidak beragama.
“Kita tidak boleh melarang, jika anak-anak atau saudara-saudara kita keluar dari Islam dengan alasan kebebasan berakidah. Kebebasan berpendapat membolehkan siapa saja berpendapat apa saja meskipun bertentangan dengan Islam,” kata Ustazah Houriani. Islam melarang seorang anak dilarang berkata “Ah” kepada orang tua. Namun, dengan alasan kebebasan berpendapat, anak-anak boleh saja membantah orang tua, bahkan berkata kasar kepada keduanya. Kebebasan memiliki membolehkan siapa saja memiliki apa saja yang dia mau, jika dia mampu mendapatkannya. Tanpa memperdulikan peraturan Islam.
Hal ini yang menyebabkan tambang emas, perak, tembaga, timah, minyak, gas, batubara dan lain-lain yang dimiliki Indonesia jatuh ke perusahaan-perusahaan asing seperti PT. Freeport, PT. Exxon Mobile, PT. Caltex dan lain-lain. Akibatnya, rakyat Indonesia terjerat kemiskinan terus-menerus. Kebebasan bertingkah laku membolehkan siapa saja untuk berbuat apa saja yang dia mau. “Kita tidak boleh melarang anak-anak kita untuk berpakaian sexy, memamerkan auratnya dengan alasan kebebasan bertingkah laku. Ini pula yang menjerat generasi kita melakukan free sex dan kemaksiatan lainnya”, papar beliau.
Aktivis MHTI ini juga mengungkapkan, ide demokrasi yang menyatakan rakyat sebagai sumber hukum adalah suatu kebohongan. Hukum dibuat wakil rakyat yang tidak berpijak pada rakyat, namun berpihak pada kapitalis (para pemilik modal), sehingga yang menjadi sumber hukum demokrasi yang sebenarnya adalah kapitalis. Para peserta pun mengangguk-angguk menyetujui apa yang diungkapkan.
Sayangnya, banyak orang yang mengatakan demokrasi itu sesuai dan berasal dari Islam. Hal itu dibantah Hj. Yuhenni, S.P. Beliau menyatakan demokrasi dan Islam bertentangan dari asasnya. Di dalam demokrasi, undang-undang dibuat DPR/MPR, Presiden, Menteri dan MA. Intinya dibuat oleh manusia. Sedangkan di dalam Islam, undang-undang digali mujtahid dari Al-Qur’an, As-Sunnah, Ijma’ Shahabat dan Qiyas. Walhasil, apa pun yang dilahirkan dari demokrasi dan Islam pasti bertentangan.
Subhanallah..!!
Ka eni… Ka Hondri.. Fatma kangen. Semoga ikatan mabda’ selalu menyatukan kita dalam perjuangan menegakkan Syari’ah dan Khilafah.