Sembilan Potensi Kekeliruan Yudhoyono

Adab berdemokrasi meminta siapa pun untuk siap menerima kemenangan dan kekalahan. Keluarnya keputusan Mahkamah Konstitusi yang menolak semua gugatan pasangan Megawati SoekarnoputriPrabowo Subianto dan Jusuf Kalla-Wiranto menandai usainya sengketa hasil Pemilihan Umum Presiden 2009. Susilo Bambang Yudhoyono-Boediono pun resmi menjadi pemenang. Demikian Eep Saefulloh Fatah, pengajar Departemen Ilmu Politik Universitas Indonesia, dalam kolom Analisis Politik Koran Kompas, hari ini ( 18/8) memulai artikelnya.

Maka, siapa pun, termasuk kita, selayaknya mengakui Yudhoyono-Boediono sebagai presiden dan wakil presiden terpilih. Lalu, siapa pun hendaknya mulai mengoptimalkan ikhtiar untuk menyokong perbaikan Indonesia selama lima tahun ke depan dengan cara masing-masing, dari dalam maupun dari luar kekuasaan pemerintahan baru
Izinkan saya memulai ikhtiar itu dengan mengingatkan Yudhoyono akan sembilan potensi kekeliruan yang bisa dilakukannya sebagai presiden periode 2009-2014.
Tiga potensi kekeliruan pertama berpotensi dibentuk oleh sikap akomodatif Yudhoyono yang berlebihan. Pertama, mengakomodasi semua (23) partai peserta resmi koalisi penyokongnya ke dalam kabinet dan/atau pos-pos pemerintahan lainnya. Akomodasi semacam ini ditandai oleh berlebihannya jumlah dan proporsi wakil partai sambil terabaikannya kompetensi mereka.
Kedua, mengakomodasi berlebihan wakil lima partai utama peserta koalisi ke dalam kabinet dan pos-pos kantor eksekutif Presiden. Hal ini berpotensi membatasi kemungkinan terbentuknya kabinet yang kompeten, profesional, dan punya integritas.
Ketiga, tergoda memperluas dukungan dalam legislatif dengan menarik masuk Partai Golkar ke barisan pendukung pemerintahan melalui Munas Partai Golkar dan/atau PDI-P melalui pertukaran kepentingan politik jangka pendek. Alhasil, SBY-Boediono akan tersokong oleh koalisi tambun berkekuatan di atas 70 persen kursi legislatif.
Namun, sebagaimana terbukti sepanjang masa pemerintahan Yudhoyono-Kalla, koalisi tambun itu akan sulit didisiplinkan. Resistensi dan perlawanan dari lembaga legislatif akan datang dari partai-partai penyokong pemerintahan. Alih-alih koalisi semacam ini, Yudhoyono lebih butuh koalisi berkekuatan cukup (koalisi lima partai dalam pemilu presiden yang baru lalu) yang disiplin.
Tiga potensi kekeliruan berikutnya dibentuk oleh cenderung lemahnya kepemimpinan Yudhoyono. Pertama, menjalankan politik balas budi secara berlebihan sebagaimana terlihat sejak 2004. Politik balas budi berlebihan telah terbukti meningkatkan kerepotan selama lima tahun terakhir.
Kedua, tak bersikap tegas terhadap kasus-kasus konflik kepentingan dalam pemerintahannya sehingga membatasi efektivitas manajemen pemerintahan dan kebijakan. Contoh terbaik soal ini adalah berlarut-larutnya penyelesaian lumpur di Sidoarjo.
Ketiga, mengelola pemerintahan yang terlampau hati-hati, lamban, dan konservatif. Jangan lupa, SBY-Boediono cenderung satu karakter, tidak saling komplementer sebagaimana SBY-Kalla. Keduanya berpotensi menjadi rem (bukan rem dan gas) dan memfasilitasi terbentuknya pemerintahan yang kurang sigap.
Tiga potensi kekeliruan terakhir dihasilkan oleh keterbatasan kemampuan Yudhoyono berhadapan dengan tarikan-tarikan politik di sekitarnya. Pertama, terjerat oleh target pemeliharaan dan pembesaran postur politik Partai Demokrat dalam Pemilu 2014.
Berbeda dengan Pemilu 2004 dan 2009, dalam Pemilu 2014 Partai Demokrat tak lagi bisa mengandalkan Yudhoyono sebagai kandidat presiden sekaligus ikon dan produk utama pemasaran politik mereka. Jelas ini ujian besar mengingat besarnya ketergantungan partai ini pada figurnya.
Secara teoretis, Yudhoyono berpotensi menjalani termin kedua kekuasaan dengan leluasa tanpa gangguan target 2014. Namun, dalam praktiknya, ia bisa terjerat kecemasannya sendiri akan beratnya tantangan kontestasi 2014 bagi Partai Demokrat. Beban ini berpotensi menjebak dan membatasi ruang manuver Yudhoyono.
Kedua, memelihara sensitivitas dan percaya diri berlebihan. Penguasa mana pun butuh sensitivitas dan percaya diri, tetapi yang proporsional, bukan yang berlebihan. Lonjakan dramatis dukungan bagi Partai Demokrat dan kemenangan besar Yudhoyono dalam pemilu presiden berpotensi membentuk surplus sensitivitas dan percaya diri.
Satu bukti sudah terhidang: pidato Yudhoyono yang kurang patut segera setelah meledaknya bom di Hotel JW Marriott dan Ritz-Carlton tengah Juli lalu. Lantaran surplus itu, alih-alih memberi empati yang layak bagi korban dan mengakui kelemahan intelijen dalam mengantisipasi dan mencegah serangan teroris, Yudhoyono banyak menghabiskan isi pidatonya untuk meminta empati dan simpati publik bagi dirinya serta (secara implisit) memberikan apresiasi kepada aparat intelijennya.
Ketiga, lalai mengantisipasi ancaman politik serius di pengujung pemerintahannya kelak. Karena wakil presiden tak berpartai, dalam lima tahun ke depan Yudhoyono tak memiliki “partai kedua” (setelah Demokrat) yang loyal-penuh pada pemerintahannya.
Selama 2008-2009, di tengah meningkatnya serangan partai-partai (termasuk partai penyokong pemerintah) terhadap kebijakan pemerintah, Yudhoyono masih punya Partai Golkar yang menjaga pemerintahan sampai akhir. Sebab, Golkar tak mau mengorbankan Kalla, sang ketua umum mereka. Nanti, 2013-2014, karena Boediono tak berpartai, Yudhoyono tak lagi memiliki kemewahan serupa. Jadilah ini sebagai periode paling krusial dalam termin kedua Yudhoyono. Lalai mengantisipasinya adalah sebuah kekeliruan serius.
Akhirulkalam, saya tak memendam niat busuk di balik kolom ini. Saya sekadar menjalankan fungsi konstitusional sebagai warga negara, sambil berharap Yudhoyono mampu berkelit menghindari sembilan jebakan di atas. Selamat bekerja! (irib.ir, 18/8/2009)

15 comments

  1. jika pak SBY menerapkan Syariat Islam sesuai alquran dan Sunnah maka jebaka2 itu tidak akan ada artinya dan mulia dunia akherat, muslim dan non muslim di penjuru bumi ini akan mendukungnya. jika tidak, maka tidak terjebakpun pasti akan tergelincir tipu daya dunia

  2. Pak……… Siapapun presidennya, bagaimanapun karakter pemimpinnya, seberapa besarpun pendukungnya, tetap…. kita akan senantiasa dijerat oleh ketidakberdayaan sebagai warga negara yang mandiri, sejahtera, sentausa dan jauh dari ridho Allah SWT kalau sistem yang dijalankan masih sistem yang mengikuti hawa nafsu manusia bukan sistem/aturan yang berdasar pada wahyu.

  3. Setuju deh dengan yang di atas. OK

  4. sta setuju dgn artikel diats, mmg spertinya SBY akan kewalahan mngurus pmrinthannya,,,,,,,,,, i2 mrupakan slah satu tanda akn runtuhnya sistem kapitalis di indinesia,,,,,,,,,, dan cahaya yang lbh terang akn sgra terbit yahitu khilafah islamiyah….. AMIEN

  5. sebaik apapun ang namanya pemimpin,,, selama sistemnya masih sistem kuffur ya wis,, samapi kapanpun g akan di dapat yang namanya kesejahteraan ummat… Tampilan aja dibuat semanis mungkin tapi isinya sungguh busuk luar biasa (itulah sistem yang berkuasa saat ini. Meskipun kita mendudukkan banyak “partai islam” di dalam parlemen,, sejauh mana kekuatan itu untuk melawan sistem busuk?? di ibarat kan mah (perahu kecil tanpa punya banyak kekuatan yang berlayar di derasnya air yang mengalir). Coba kita liat partai yang dulu berjuang untuk islam, bagaimana kondisinya setelah masuk parlemen.. apalagi ini “pemimpin kita dari partai sekular yang secara terang2an menolak yang namanya syariah islam (gak ada yang bisa di harapkan kecuali kehancuran yang akan kita dapat). wallahualam

  6. Jika syariat islam tidak ditegakan, tunggu aja azab ALLah.

  7. Nambahi satu lagi, yakni terlalu lemah menghadapi asing…“I Love United States with All its Faults. I consider it My Second Country”. Bisa-bisa habis dah sumber daya alam Indonesia di boyong asing, sementara korban lapindo dan rakyat hanya bisa melongo dan takjub dengan retorika dan angka statistik pertumbuhan ekonomi yang hebat.

    ayo siapa mau nambah…mudah-mudahan dibaca pak sby dan jadi koreksi untuk langkah kedepan

  8. senopati revolt

    rakyat butuh pemimpin yang serius dan konsen pada tugasnya…. jika pak SBY seperti ini keadaannya akan sibuk dan repot ngurusi jajarannya aj…beda jika pak SBY mau menerapkan Syariat islam….maka kesejahteraan pasti akan tercapai…

  9. Bingung juga klo memperhatikan dunia politik di negara ini……yang jadi pemimpin terlalu lunak. Yang jadi bawahan terlalu licik, picik & individualistis…… Mau ngomong apa lagi? segala macam kritik dan saran telah diutarakan, tapi tetep aja…… Wilayah politik seperti lingkaran setan……lieur……

  10. kesalahan terbesar SBY adalah tidak menerapkan syariat Islam!!!!

  11. Pemimpin yang akan memimpin negeri ini mestinya belajar dari pemimpin-pemimpin yang pernah memimpin negeri ini. Semuanya selalu berakhir dengan kehinaaa karena mereka memposisikan diri mereka dibawah kaki penjajah, sehingga belakulah “habis manis sepah dibuang”. Andaikan pemimpin negeri ini mau mencontoh Khulafaur Rasyidin niscaya mereka akan mendapatkan kemuliaan dunia dan akhirat. Kita tunggu sajalah akhir dari penguasa yang ada ini apakah akan bernasib sama dengan pendahulunya atau tidak…Tergantung keinginan mereka

  12. kharisma al-jaelani

    hidup mulia dalam naungan syariat islam atau mati sebagai syuhada saat islam dihinakan dan syariat ditinggalkan….insya allah…

  13. Tiada pilihan lain selain penerapan syariat islam secara kaffah di negeri ini untuk mencapai rizha Allah SWT, sehingga kita semua dapat semat dunia dan akhirat…Barang siapa yang berpaling dari peringatan ALLAH dia akan mendapat penghidupan yang sempit dan saat dibangkit dalam keadaan buta..nauzubillah shumma nauzubillah

  14. ” Ya Allah Ya Tuhan Kami, berikan azab yang sangat pedih kepada orang-orang yang telah menganiaya akan diriku, keluargaku, saudara2ku, dan berikan keselamatan dunia dan akhirat bagi orang-orang yang selalu menyeru kepada Al Khair (Kebenaran) dan Kesabaran”

  15. ah.. capek deh terus -terusan dibodohin ama kapitalis.. sekuleristik.. udeh,, semuanya cepet bersatu menjemput pertolongan Alloh dengan tegaknya dauLah kHilafah.. yang pasti bakal nerapin semua aturan Alloh secara kaffah..
    insyaAlloh deh kagak bakal ada lagi tuh yang namanya pemimpin yang tunduk pada aturan yang gak bener kayak sekarang ini..
    tuh.. kan, kalo syari’ah ga diterapin.. sengsara terus kita.. tidak ada pemimpin yang ikhlas mengurusi urusan umat..
    ayo buruan satukan langkah tegakkan kHilafah yang akan melahirkan pemimpin yang taat pada ALLOH SWT.. dan mengayomi umat hanya dengan tuntunan syariah Alloh.. ALLOHUAKBAR!!

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

*