SEOUL–Korea Selatan merupakan negara yang diyakini sebagai sumber misionaris Kristen terbesar kedua di dunia setelah AS, yang memiliki sekitar 46.000 misionaris di seluruh dunia. Lebih dari 80 misionaris telah diusir dari negara-negara Muslim dalam dua bulan terakhir.
“Sejak bulan Juli, belasan warga Korea Selatan telah ditahan karena tuduhan terlibat dalam aktivitas misionaris di Iran, Yordania, Yaman, dan negara-negara lainnya, terutama negara-negara konflik seperti Afghanistan,” kata pihak berwenang negara ini.
Awal bulan Agustus ini, Iran mendeportasi empat warga Korea Selatan dan keluarganya karena terlibat aktivitas misionaris. Teheran mengajukan komplain ke Korea Selatan bahwa mereka juga telah diusir tahun lalu untuk alasan yang sama.
Bulan Juni lalu, seorang sukarelawan wanita Kristen dari Korea Selatan diculik dan dibunuh di Yaman.
Di bulan Maret, empat warga Korea Selatan, yang dituduh mencoba mengKristenkan penduduk Muslim Yaman, tewas dalam sebuah bom bunuh diri.
Tahun 2007, 23 sukarelawan Kristen Korea Selatan di Afghanistan diculik, dua dari mereka akhirnya dibunuh. Yang lainnya dibebaskan setelah tercapai kesepakatan antara Seoul dengan pihak penculik.
Pemerintah Korea Selatan berjanji akan mengendalikan warga Kristennya yang melakukan aktivitas misionaris kontroversial di negara-negara Muslim.
Pihak yang berwenang mengatakan pemerintah mungkin akan menerapkan larangan atas misionaris Kristen, termasuk melarang mereka yang pernah dideportasi karena melakukan misionaris di Timur Tengah untuk memasuki negara-negara itu lagi.
“Kementerian luar negeri sedang mempertimbangkan berbagai cara untuk mengatur perjalanan ke luar oleh orang-orang yang mungkin akan melanggar hukum setempat di negara Muslim,” ujar juru bicara pemerintah Moon Tae-Young kepada Agence France Presse (AFP), Kamis, (27/8) seperti dilaporkan IOL.
Menurut data statistik resmi, terdapat sekitar 17.000 misionaris Korea Selatan yang ditugaskan ke 173 negara. Namun, media-media, seperti BBC dan New York Times memperkirakan bahwa angka sebenarnya jauh lebih besar.
Pemerintah mengatakan kegiatan misionaris ini bertentangan dengan sentimen lokal di negara-negara Muslim, di mana mengkristenkan orang sangat dilarang dan merupakan sebuah penghinaan. Pemerintah khawatir kegiatan misionaris dapat memicu serangan teror tidak hanya terhadap para misionaris tapi juga wisatawan atau pebisnis biasa Korea.
“Beberapa negara mengajukan protes kepada pemerintah kita melalui jalur diplomatik, dan karena itu tidak hanya misionaris tapi wisatawan biasa juga dapat menjadi target teroris,” ujar juru bicara pemerintah memperingatkan.
“Kami sedang melakukan yang terbaik untuk tidak melanggar hak-hak konstitusional, namun kami tidak dapat menghindari untuk membatasi beberapa hak demi keselamatan semua warga Korea”. (Republika online, 28/8/2009)