Al-Hakim meriwayatkan dari Ibnu Mas’ud bahwa Rasulullah SAW. bersabda: “Sesungguhnya al-Qur’an ini merupakan hidangan Allah, maka terimalah hidangan-Nya semampu kalian. Sesungguhnya al-Qur’an ini merupakan tali (agama) Allah yang kokoh, cahaya yang terang, dan obat yang mujarab. Sehingga, siapa pun yang berpegang teguh dengannya pasti akan terlindungi, dan siapa pun yang selalu mengikutinya pasti akan sukses. Al-Qur’an mengingatkan orang yang berbuat salah dan mengembalikan orang yang tersesat. Kehebatan al-Qur’an tidak akan pernah habis dan tidak pula usang meski banyak orang yang menolaknya. Bacalah al-Qur’an, sebab Allah akan memberi pahala kepada yang membacanya, yaitu sepuluh kebaikan untuk setiap hurufnya.”
Hidangan dari Allah ini, ibaratkan makanan merupakan yang paling lengkap kandungan gizinya, dan obat yang paling mujarab dan berkhasiat. Namun, hidangan yang begitu sempurnanya ini kurang diminati, dan disia-siakan. Mungkin, inilah keadaan yang sangat dikhawatirkan oleh Rasulullah SAW.: “Berkatalah Rasul: ‘Ya Tuhanku, sesungguhnya kaumku menjadikan Al Qur’an ini suatu yang disia-siakan’.” (QS. Al-Furqan: 30).
Manusia beragam dalam menyia-nyiakan hidangan dari Allah ini, sesuai keadaan masing-masing. Dalam hal ini, Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah berkata: “Seseorang dikatakan menyia-nyiakan al-Qur’an jika ia tidak mau membacanya. Seseorang yang sudah terbiasa membacanya masih dikatakan menyia-nyiakannya jika ia tidak mau memahami kandungannya. Dan seseorang yang sudah terbiasa membacanya dan telah memahami kandungannya juga masih dikatakan menyia-nyiakannya jika ia belum mengamalkannya.”
Setiap manusia tentu ingin hidup bahagia jauh dari bencana. Namun, apabila yang ia makan adalah makanan yang kurang baik dan tidak bergizi, serta kehalalannya tidak jelas lagi, maka jangan berharap akan hidup sehat yang membahagiakannya, justru yang terjadi malah sakit-sakitan. Tentu dalam keadaan yang demikian, dapat dibayangkan, pasti hidupnya menderita dan sengsara, sehingga hidupnya terasa sempit.
Allah SWT. berfirman: “Dan barangsiapa berpaling dari peringatan-Ku, maka sesungguhnya baginya penghidupan yang sempit.” (QS. Thaha: 124). Dalam tafsir al-Qurthubi dikatakan ‘berpaling dari peringatan-Ku’, yakni berpaling dari agama-Ku, dari membaca kitab-Ku dan dari mengamalkan isinya.
Bulan Ramadhan merupakan momentum untuk mulai mencicipi dan menikmati hidangan dari Allah, sebab di bulan inilah hidangan itu diturunkan, yakni di bulan ini mulailah membiasakan diri membaca Al-Qur’an, memahami kandungannya dan mengamalkannya dalam kehidupan sehari-hari. Sehingga hidup sehat bukan sekedar impian tapi kenyataan. Sebab, selezat apapun makanan itu jika kita tidak memakannya, maka kita tidak akan pernah merasakan kenikmatannya. Wallahu a’lam bish-shawab. [Muhammad Bajuri]