Tolak RUU Halal, Langgar Konstitusi

JAKARTA — Mengonsumsi dan menggunakan produk halal merupakan bagian dari ajaran agama Islam. Ketua Komisi VIII DPR RI, Hasrul Azwar, mengungkapkan, Rancangan Undang-Undang (RUU) Jaminan Produk Halal merupakan sebuah kebutuhan mendesak untuk melindungi umat Islam, mayoritas penduduk di Indonesia, dari produk-produk yang tak jelas kehalalannya.

”Bagi umat Islam, mengonsumsi dan menggunakan produk halal itu seperti menunaikan ibadah shalat,” ujar anggota Fraksi Partai Persatuan Pembangunan itu kepada Republika, Ahad (30/8). Menurut Hasrul,  hak umat Islam untuk menggunakan produk halal itu, dilindungi oleh konstitusi negara, sebagai bagian dari kebebasan menjalankan ibadah.

Hasrul menilai, upaya menolak atau menggagalkan disahkannya RUU Jaminan Produk Halal sebagai bentuk pelanggaran terhadap konstitusi negara. Menurut dia, di negara lain pun, umat beragama dilindungi dari produk yang tak halal. ”Contohnya, di Amerika Serikat, umat Yahudi dilindungi dari produk yang tak halal bagi mereka,” papar Hasrul.

Pihaknya mengungkapkan, substansi RUU Jaminan Produk Halal telah melalui uji publik di berbagai wilayah, seperti Sumatra Utara, Batam, Sulawesi, dan Jawa Timur. ”Tanggapan masyarakat atas RUU ini sangat positif. Tak ada yang keberatan. Masyarakat paling memberi masukan.”

Dihubungi terpisah, anggota Komisi VIII DPR RI, Ichwan Syam, menuturkan, RUU Jaminan Produk Halal bertujuan untuk mengurai jebakan-jebakan yang bisa menjerumuskan umat Islam dari produk yang tak halal. Ia mencontohkan dalam komposisi sebuah produk disebutkan mengandung licetin, namun bahan dasarnya tak disebutkan.

”Sebab, licetin itu bisa terbuat dari tulang sapi, tulang babi, atau tulang kambing. Tetapi, kalau sudah melalui proses sertifikasi halal akan diatur bahwa licetin itu terbuat dari tulang sapi, yang disembelih sesuai syariat,” papar Ichwan.

Pihaknya menegaskan, sebuah produk halal tak akan merugikan umat agama lain. ”Non-Muslim tak akan keracunan dengan mengonsumsi produk halal,” ujarnya menegaskan. Menurut dia, dalam sebuah negara demokrasi, kepentingan mayoritas penduduk harus dilindungi. Mengonsumsi produk halal merupakan hak demokrasi umat Islam sebagai warga negara.

”Yang mana dari RUU Jaminan Produk Halal ini diskriminatif?” tanya Ichwan. Pihaknya menilai tudingan pihak tertentu yang menyebut RUU tersebut diskriminatif sangat tak beralasan. RUU Jaminan Produk Halal, tutur dia, disusun untuk melindungi kepentingan umat Islam.

Ichwan juga mempertanyakan keberatan kelompok pengusaha tentang sertifikasi halal. Menurut dia, biaya proses sertifikasi halal tak lebih besar dibandingkan biaya lainnya yang harus dikeluarkan para pengusaha. Padahal, dengan memiliki sertifikat halal, sebuah produk akan semakin diterima masyarakat luas.

”Jika ada tiga produk cokelat dengan kemasan yang sama-sama menarik, namun hanya satu yang bersertifikat halal, konsumen pasti akan memilih produk yang jelas kehalalannya,” papar Ichwan. Sekretaris Majelis Ulama Indonesia (MUI) itu, menilai, keberatan para pengusaha terhadap sertifikasi halal juga sangat tak masuk akal.

Komisi VIII DPR RI optimistis, RUU Jaminan Produk Halal akan disahkan sebelum Idul Fitri 1430 H. Saat ini, menurut Ichwan, masih ada 45 masalah yang harus segera diselesaikan anggota Pansus RUU Jaminan Produk Halal. ”Namun, kalau semua pihak menyadari pentingnya RUU ini, saya yakin bisa disahkan sebelum Lebaran.”Hasrul Azwar menuturkan, RUU Jaminan Produk Halal akan menjadi hadiah Lebaran bagi umat Islam. (Republika online, 31/8/2009)

2 comments

  1. Abu Bakar Muhammad

    beginilah dunia sekuler….
    jaminan untuk pelaksanaan syari`at yang sudah jelas menjadi kebijakan samawi saja harus diperdebatkan…
    mari kita lihat kiprah fraksi parta-partai yang mengaku islam di DPR terhadap kepentingan melindungi ummat…
    beranikah mereka???

  2. masyaallah. itulah susahnya umat islam hidup di bawah sistem pemerintahan non islam. masihkah tetap kita bertahan di bawahnya??

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

*