DILI–Satu dekade setelah memisahkan diri dari Indonesia, Timor Timur belum juga terbebas dari belitan kemiskinan. Situs AL JAZEERA mencatat bahwa seluruh bantuan yang masuk wilayah tersebut telah gagal memakmurkan masyarakat Timor Timur. Pemisahan Timor Timur dari wilayah Indonesia merupakan salah satu inisiatif Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) yang paling mahal.
Berdasar data yang dikutip Associated Press, sejak tahun 1999, Timor Timur telah menerima bantuan senilai 8,8 miliar dolar AS. Di antara bantuan tersebut dimanfaatkan untuk membiayai proses pedamaian pasca referendum. Hanya di bawah 10 persen dari nilai bantuan itu mengalir untuk pengembangan ekonomi masyarakat setempat.
Jika dihitung rata-rata, setiap warga Timor Timur dalam satu dekade terakhir mendapatkan bantuan sekitar 8.000 dolar AS. Saat ini, penduduk negara tersebut berjumlah 1,1 jiwa. Angka rata-rata itu tergolong paling tinggi di dunia.
Menurut salah satu pene! liti dari Dili, La’o Hamutuk, sebesar 5,2 miliar dolar AS bantuan yang masuk ke Timor Timur berasal dari komunitas internasional. Sedangkan sisanya, sekitar 3 miliar dolar AS merupakan bantuan untuk membiayai tentara perdamaian, utamanya berasal dari Australia dan Selandia Baru.
Dalam 10 tahun terakhir, seperti ditulis situs tersebut, warga miskin di Timor Timur melonjak 14 persen menjadi sekitar 522 ribu jiwa. Sebanyak 60 persen di wilayah itu tercatat menderita gizi buruk.
Charles Scheiner, salah satu penulis hasil penelitian La’o Hamutuk mengungkapkan bahwa pertumbuhan ekonomi menjadi hal yang sulit diwujudkan di wilayah tersebut. ”Bahkan, saya pikir, PBB juga lembaga internasional lainnya yang terjun ke Timor Timur, tidak pernah secara serius mewujudkannya,” ujar dia di Dili.
Menanggapi masalah itu, Presiden Timor Timur, Jose Ramos Horta, mengungkapkan, seandainya setengah dari total bantuan bisa dialokasikan secara bijak, kemiskinan d! i wilayahnya bisa diberantas. Bantuan itu, kata dia, bakal men! ghadirkan transformasi ekonomi maupun sosial di Timor Timur, seandainya dimanfaatkan sebagaimana metinya.
”Kita bakal punya infrastruktur yang lebih baik. Sistem telekomunikasi, listrik, juga akan lebih baik. Kemiskinan juga bisa ditekan,” tutur dia. Karena itu, sambung Horta, pola penyaluran bantuan PBB dan pembiayaan operasi lembaga tersebut di Timor Timur menjadi persoalan yang krusial.
Atul Khare, yang telah memimpin operasi PBB di Timor Timur sejak 2006, membantah laporan tersebut. Menurut dia, sejak tahun 1999 negara itu telah mencatat kemajuan yang signifikan. Data yang akurat soal Timor Timur, kata dia, bakal dirilis tahun depan, seiring dengan dijalankannya sensus. (Republika online, 10/9/2009)
kampung miskin minta merdeka, sekarang terasa berat kan ?semua mahal di tim-tim, untuk mendapatkan yang murah harus beli ke indonesia.. menyesal aku tim-tim merdeka..sungguh
kampung miskin minta merdeka
kami anak bumi lorosae meskipun di awal 1999 derita tapi akhirnya kami juga bahagia sekali sahat memisakan diri dari regim soeharto…..TIMOR-LESTE KECIL TAPI BERBAHAYA….APALAGI NEGARA LAIN BERBONDONG2 KARENA KEKAYAAN TIMOR LESTE……HAIEE,,,,,,,MAK LAE DUNI,,,,,,,,,,