Sebentar lagi ramadhan akan meninggalkan kita. Tentu saja ada rasa sedih dan haru yang mendalam. Bulan yang penuh rahmah, ampunan, dan kebaikan ini akan berlalu. Padahal, banyak hal yang belum optimal kita lakukan. Tapi demikianlah waktu, terus bergulir dan berjalan , tidak ada yang mampu menghentikannya kecuali Allah SWT semata.
Idul Fitri pun didepan mata. Hari kemenangan yang dijanjikan Allah SWT , tentunya bagi yang benar-benar menjalankan shaum dengan keimananan,penuh dengan ketaatan didasarkan keinginan mencari ridho Allah SWT.
Ibadah shaum di bulan ramadhan sebagaimana ibadah-ibadah yang lainnya merupakan sarana untuk mendekatkan diri kepada sang Kholiq yang Maha Perkasa (taqorrub ila Allah) . Semakin dekat seseorang kepada Kholiq-Nya tentu saja semakin bertambah cintanya kepada-Nya . Semakin bertambah cintanya semakin bertambah pula ketaatannya kepada Allah SWT. Sementara makna taat berarti ikhlas, rela,ridho dan mau diatur oleh hokum-hukum-Nya , tanpa keberatan sedikitpun, tanpa beban. Semuanya karena kecintaan kepada Allah SWT yang memerintahkan hambanya untuk menjalankan syariah-Nya.
Dalam tafsir al Qurthubi ketika menjelaskan firman Allah SWT QS Ali Imron : 31 disebutkan : Al Azhari berkata: ‘Arti cinta seorang hamba kepada Allah dan Rasul-Nya adalah mentaati dan mengikuti perintah Allah dan Rasul-Nya’. Hal yang sama dikatakan Al Zajaj : ‘Cintanya seorang manusia kepada Allah dan Rasul-Nya adalah mentaati keduanya dan ridha terhadap segala perintah Allah dan segala ajaran yang dibawa Rasulullah saw’.
Itulah yang seharusnya terjadi pada kita. Shaum bulan ramadhan meskipun berlalu harus memberikan pengaruh berupa semakin kokohnya ketaatan kita kepada Allah SWT. Bukankah Allah SWT telah menjelaskan dalam Al Qur’an (QS al Baqoroh:183) bahwa Dia memerintahkan kita shaum dibulan ini agar kita bertakwa (la’allakum tattaqun)?
Sementara makna takwa berarti menjalankan seluruh perintah-Nya dan menjauhi seluruh larangan-Nya. Takwa juga tercermin dari sikap waspada, penuh perhitungan, penuh kekhawatiran dan rasa takut kalau apa-apa yang kita lakukan akan mengundang murka dan adzab Allah SWT kepada kita. Sahabat Rosulullah SAW Umar bin Khoththob ra memberikan gambaran yang sederhan tentang hakekat takwa, yakni bagaikan orang yang melangkah di jalan yang penuh duri. Tentulah sikapnya penuh dengan kehati-hatian , khawatir kalau terluka. Sejatinya, demikian pula sikap kita sebagai hamba Allah dalam menapaki kehidupan ini , hati-hati kalau menyimpang dari syari’ah-Nya.
Dan yang perlu kita berikan catatan penting,ketaatan kepada hukum Allah SWT haruslah totalitas dalam seluruh hukum-Nya. Bukan hanya dalam ibadah mahdhoh seperti sholat, shaum, atau zakat. Tapi tentu saja termasuk dalam aspek muamalah yang mengatur hubungan manusia dengan manusia lainnya dalam ekonomi, politik, pendidikan, dan aspek sosial lainnya.
Allah SWT berfirman : “Wahai orang-orang yang beriman masuklah kamu kepada Islam secara menyeluruh. Dan janganlah kamu mengikuti langkah-langkah syaithan. Sesungguhnya syaithan itu musuh yang nyata bagi kamu.” (Al-Baqarah: 208)
Dalam menafsirkan ayat ini, Imam Ibnu Katsir menyatakan: “Allah swt telah memerintahkan hamba-hambaNya yang mukmin dan mempercayai RasulNya agar mengadopsi system keyakinan Islam (‘aqidah) dan syari’at Islam, mengerjakan seluruh perintahNya dan meninggalkan seluruh laranganNya selagi mereka mampu.” Senada dengan itu Imam Thabariy menyatakan : “Ayat di atas merupakan perintah kepada orang-orang beriman untuk menolak selain hukum Islam; perintah untuk menjalankan syari’at Islam secara menyeluruh; dan larangan mengingkari satupun hukum yang merupakan bagian dari hukum Islam.
Sayangnya ketaqwaan secara totalitas inilah yang belum kita miliki saat ini. Buktinya kita belum menjalankan hokum-hukum Allah secara menyeluruh. Sistem politik kita masih berdasarkan demokrasi yang menyerahkan kedaulatan kepada tangan manusia (as-siyadah lil sya’bi). Perkara yang jelas-jelas bertentangan dengan aqidah Islam. Sebab satu-satunya yang berhak membuat hukum , dalam pengertian sumber hukum adalah Allah SWT. Sistem demokrasi inilah yang telah menjauhkan kita dari syariah Islam.
Ekonomi kita diatur berdasarkan aturan Kapitalisme yang justru menambah penderitaan rakyat, kemiskinan, dan menjadi jalan bagi penjajah untuk mengeksploitasi kekayaan alam kita. Aspek-aspek lainnya juga sama. Dengan tegas kita katakan pangkal penderitaan umat Islam bahkan manusia saat ini adalah sistem kapitalis ini. Tidak ada lain solusinya kecuali syariah Islam.
Bisa kita simpulkan , bukti keberhasilan shaum kita adalah tegaknya syariah Islam dalam seluruh aspek kehidupan. Mau tidak mau, penegakan ini membutuhkan institusi politik yang disebut Negara Khilafah. Ketika ini belum terwujud, siapapun kita, dari mana pun kelompok atau organisasi kita wajib bersama-sama memperjuangkannya. Bekerja keras bersama-sama memperjuangkan syariah dan Khilafah. Memang perjuangan ini berat dan mungkin butuh waktu. Namun kalau kita lakukan bersama-sama perjuangan ini akan lebih ringan dan kemenangan akan lebih cepat kita raih . Tentunya dengan idzin Allah SWT. Allahu Akbar (Farid Wadjdi)
Spirit untuk segera menegakkan syariah dan khilafah sudah sangat menggebu2, tapi Allah masih mencoba “menggembleng” kita dengan kondisi yang makin sekuler ni….bagi para pendakwah tetap semangat ya…….Semoga dengan kesamaan dalam “penentuan” hari raya ini menjadi isyarat dari Allah akan bersatunya semua umat muslim di dunia…Amien…