Dr. Maher Al-Ja’bari, seorang anggota Biro Informasi Hizbut Tahrir di Palestina mengatakan bahwa Hizbut Tahrir mengecam apa yang disebut dengan pendekatan mengemis keuangan (nahjul istijda’ al-maliy) yang dilakukan oleh para pemimpin Otoritas Palestina.
Pernyataan itu dikeluarkan untuk mengomentari pernyataan-pernyataan Perdana Menteri Otoritas Palestina, Salam Fayyad, yang mengatakan bahwa “Negara-negara donor menegaskan komitmen mereka untuk menyediakan dana yang dibutuhkan selama empat bulan ke depan, sebesar 400 juta dolar. Penegasan itu disampaikan dalam rapat koordinasi bantuan negara-negara donor, yang diselenggarakan di New York”, dua hari yang lalu. Fayyad menegaskan kembali bahwa “Negara-negara dan lembaga-lembaga yang berpartisipasi dalam pertemuan tersebut menegaskan dukungan mereka untuk mendokumentasikan program-program kerja pemerintah.”
Al-Ja’bari mengatakan bahwa para pemimpin Otoritas Palestina sedang melakukan penipuan pada saat menyusun draft kekuasaan di tingkat negara. Sementara dengan cara itu, hakikatnya hanya menjadikan kekuasaannya tidak lebih dari sekedar “kota besar” yang hidup dengan bantuan asing dalam menyediakan layanan kepada masyarakat (warga Palestina) guna mengalihkan perhatian mereka dari berpikir tentang pembebasan yang sebenarnya. Sehingga langkah itu akan mengurangi konsekuensi dan tanggung jawab pendudukan. Dengan demikian akan menjadikan pendudukan yang dalam hal ini adalah Yahudi tidak lagi punya beban.
Dalam hal ini Al-Ja’bari mengatakan “bahwa otoritas ini tidak bisa berdiri tegak kecuali mendapatkan dana dari para donor yang menjadi urat nadi bagi hidup mereka”. Ia menambahkan bahwa “kekuasaan dengan kondisi seperti ini mustahil dengan cara apapun dapat melahirkan sebuah negara, sekalipun hanya serupa dengan negara kecil”.
Anggota Biro Informasi ini menegaskan bahwa “Negara-negara donor tidak mungkin memberikan dananya kecuali untuk mewujudkan kepentingan-kepentingan politik mereka. Sementara, negara-negara donor yang dipimpin oleh Amerika itulah yang menentukan bahwa keamanan pendudukan adalah prioritas utama”. Dia menilai bahwa dana donor itu adalah dana politik, dan tentunya memiliki harga politik yang harus dibayar oleh Otorita Palestina untuk bisa mendapatkannya. Dalam hal ini tampak jelas dari pernyataan-pernyataan pemerintah tentang dukungan “negara-negara dan lembaga-lembaga yang berpartisipasi dalam pertemuan tersebut untuk mendokumentasikan program-program kerja pemerintah.”
Al-Ja’bari juga menegaskan tentang penolakan Hizbut Tahrir untuk membatasi problem Palestina hanya untuk rakyat Palestina, yang—menurutnya—pembatasn itu telah membawa pada pendekatan mengemis ini. Ia berkata “bahwa kaum Muslim memiliki berbagai potensi, kemampuan, dan dana publik untuk memenuhi semua kebutuhan setiap individu umat Islam. Sehingga dengan semua itu umat Islam—termasuk rakyat Palestina—tidak butuh dana politik dari negara-negara Barat yang telah menjarah setiap sumber daya alam milik kaum Muslim, yang kemudian mereka mengembalikan sebagian untuk kaum Muslim dalam bentuk bantuan untuk mewujudkan kepentingan-kepentingan mereka.”
Terakhir ia mengatakan bahwa “untuk memanfaatkan semua potensi, kemampuan dan dana ini untuk kepentingan umat Islam dan setiap individunya, tidak mungkin dilakukan dengan baik di bawah para penguasa despotis, sewenang-wenang, dan zalim, yang selama ini mereka merampas kekuasaan dan mencuri kekayaan; dan tidak mungkin dapat melaksanakan hak harta umat Islam dengan semestinya, kecuali dengan menerapkan sistem ekonomi Islam oleh seorang Khalifah yang adil, yang menyatukan kaum Muslim, dan memelihara harta kekayaan mereka”. (www.ekhbaryat.net, 26/9/2009)