Warga Miskin Meninggal karena SKTM Dihentikan

BANYUMAS — Kebijakan Pemerintah Kabupaten Banyumas menghentikan program jaminan pelayanan kesehatan melalui kepemilikan SKTM (Surat Keterangan Tidak Mampu), membuat bingung warga miskin dalam memperoleh layanan kesehatan. Bahkan penghentian program ini, telah menimbulkan korban jiwa dari warga tidak mampu. Anto Riyadi (19), warga Pasir Muncang Kecamatan Purwokerto Barat, meninggal dunia karena terlambat tertangani petugas medis.

Adanya korban jiwa warga miskin akibat dihentikannya program SKTM ini, disampaikan anggota DPRD dari Fraksi Gerindra Nurani Rakyat, Yoga Sugama. Kepada wartawan, Senin (28/9), dia menyebutkan Anto meninggal akhir pekan kemarin. ”Awalnya ibunya, Narsini, yang menyampaikan ke saya bahwa anaknya sedang sakit. Dia bingung tak bisa membawa anaknya ke rumah sakit, karena program SKTM sudah dihentikan,” jelasnya.

Mendapat pengaduan seperti ini, Yoga menyarankan agar Anto dibawa ke RS Islam Purwokerto dengan jaminan dari dirinya. Tapi di RS, bangsal perawatan kelas III sudah penuh dan yang masih kosong hanya bangsal kelas 1. ”Karena itu, di rumah sekit ini Anto hanya dirawat semalam, untuk kemudian dirujuk ke RS Margono Sukaryo Purwokerto. Tapi di RS ini, Anto akhirnya meninggal dunia,” katanya.

Dari peristiwa ini, Yoga menyimpulkan, Anto meninggal dunia karena terlambat tertangani. Menurut ibunya, Anto sebenarnya menderita sakit sudah lebih dari sepekan. Tapi karena SKTM yang dimiliki keluarga Narsini sudah tidak berlaku, dia menjadi bingung hendak mengobati Anto dimana. ”Hal inilah yang menyebabkan Anto terlambat dibawa ke RS,” jelasnya.

Terkait kejadian ini, DPRD berencana akan memanggil Kepala Dinas Kesehatan Banyumas pada Rabu (30/9). Menurut Ketua Fraksi PDIP DPRD Banyumas, Subagyo SPd, pihak Dinas Kesehatan harus bertanggung jawab atas kejadian ini. ”Kita akan mengecek, kenapa peristiwa ini sampai terjadi. Kita juga akan mencari tahu, apakah penghentian SKTM ini juga menyebabkan pelayanan kesehatan bagi warga miskin di puskesmas-puskesmas juga berhenti? Kalau ini sampai terjadi, ini benar-benar keterlaluan,” katanya.

Anggota DPRD lainnya, Bambang Pujiono, membenarkan bahwa program jaminan kesehatan warga miskin melalui SKTM memang sudah dihentikan oleh pihak pemerintah daerah. Alasannya, selain untuk dilakukan validasi ulang data warga miskin yang berhak mendapat layanan kesehatan gratis, juga disebabkan anggaran untuk program jaminan kesehatan non jamkesmas ini sudah habis.

”Tapi kalau penghentian program ini sampai menelantarkan hak mendapat layanan kesehatan bagi warga miskin di Banyumas, ini namanya sembrono. Mestinya, warga miskin yang memang benar-benar miskin dan tidak tertampung dalam program jamkesmas, tetap harus mendapat layanan kesehatan yang memadai,” jelasnya.

Terkait masalah penghentian program layanan kesehatan bagi warga miskin non jamkesmas ini, Sekda Kabupaten Banyumas Iskandar Arifin, sebelumnya menyatakan, dalam APBD 2009, Pemkab sebenarnya sudah menganggarkan dana cukup besar, sebesar Rp 3,1 miliar. Namun baru berjalan sampai akhir Juli 2009, anggaran sebesar itu sudah habis.

Bahkan pada awal September lalu, Pemkab tercatat memiliki hutang klaim kesehatan Rp 1,3 miliar dsari beberapa rumah sakit yang menerima pasien program SKTM. ”Mengingat kondisi ini, maka sejak awal September, program jaminan kesehatan melalui program SKTM untuk sementara tidak bisa kita lanjutkan. Paling tidak hingga akhir tahun ini,” katanya.

Disebutkan, program jaminan kesehatan melalui kepemilikan SKTM ini awalnya dimaksudkan sebagai program substitusi melengkapi program jamkesmas yang dananya berasal dari APBN. Program ini dilaksanakan karena kuota layanan jaminan kesehatan gratis melalui program jamkesmas, tidak menjangkau seluruh warga miskin yang ada di Banyumas.

Untuk itu, RS yang menerima pasien miskin dengan jaminan kesehatan dari Pemkab ini juga tidak seluruh RS yang ada di Banyumas. Yakni, hanya RS Margono Sukaryo, RSUD Banyumas, RS Islam Purwokerto dan RSUD Ajibarang. Sedangkan biaya kesehatan yang ditanggung, tidak seluruhnya. Tapi hanya 50 persen dari biaya kesehatan yang dikeluarkan.

Arifin sendiri mengaku tidak bisa memastikan, mengapa dana sebesar Rp 3,1 miliar masih belum bisa menutupi kegiatan jaminan kesehatan warga miskin non jamkesmas selama 1 tahun. Padahal di daerah lain, dengan dana Rp 1 miliar saja sudah bisa mencukupi pelaksanaan program ini selama satu tahun.

Namun dia memperkirakan, cepat habisnya anggaran yang dialokasikan untuk program ini disebabkan oleh sikap kepala desa yang kurang selektif dalam memberi rekomendasi dikeluarkannya surat keterangan tidak mampu (SKTM). ”Warga yang sebenarnya mampu juga sering direkomendasikan mendapat SKTM, sehingga biaya pengobatan pun ditanggung dana APBD,” jelasnya.

Arifin juga menyebutkan, masalah pendataan mengenai jumlah warga miskin di Banyumas, menjadi penyebab program layanan kesehatan bagi warga miskin menjadi kurang tepat sasaran. Berdasarkan data tahun 2008, jumlah warga miskin yang mendapat layanan kesehatan gratis dari program jamkesmas mencapai 173.000 KK. Jika per KK ada 4 jiwa, maka ada 656 warga miskin yang mendapat program jamkesmas.

”Dengan jumlah warga yang mendapat layanan program jamkesmas tersebut, seharusnya warga miskin yang belum tertampung jamkesmas sudah tidak terlalu banyak. Tapi kenyataannya, jumlahnya masih sangat besar sehingga sebenarnya sudah tidak logis. Kalau dihitung data penerimya jamkesmas dan data penerima layanan kesehatan non jamkesmas, jumlahnya bisa mencapai 1 juta jiwa. Ini sangat tidak logis, karena data jumlah penduduk Banyumas hanya 1,9 juta” jelasnya. (Republika online, 28/9/2009)

One comment

  1. memang benar syistem kapitalisme menyebabkan yang kaya makin kaya yang miskin makin miskin…
    yang kaya boleh sakit danmendapat pelayanan yang bagus …
    yang miskin dilarang sakit ………
    kapan kesejahteraan akan datang bagi penduduk bumi yaa???
    yang pasti hanya dengan syistem islam kita akan sejahtera..

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

*