Apakah Perang di Afghanistan dapat Dimenangkan?

Analisis Xiaoxiong Yi (Profesor pada Marietta College dan Direktur Program China.)

Afghanistan telah dikenal sejak lama sebagai kuburan banyak Imperium – sebuah negeri dimana banyak kekuatan asing tidak pernah mampu menaklukannya atau memaksakan kehendak atasnya. Inggris berusaha menaklukannya pada tahun 1940an dan Rusia juga berusaha menaklukannya pada tahun 1980an, namun kedua negeri itu kalah dengan memalukan.

Saat ini adalah giliran Amerika. Sebagaimana yang dirangkum oleh wartawan CBS News, Brian Montopoli, “Afghanistan awalnya dianggap sebagai respon yang cepat dan tanggap atas serangan 11 September: Operasi Kebebasan Abadi (Operation Enduring Freedom) dilancarkan kurang dari sebulan setelah serangan itu dan ini didisain untuk menghancurkan kelompok Al-Qaida dan pemerintahan Taliban yang memberikan tempat bagi kelompok itu. Delapan tahun berlalu dan konflik itu masih terus berlanjut – dan akhir dan permainan ini tampaknya sulit untuk ditebak.”

Biaya perang terus membengkak, demikian pula kritik terhadap perang itu. Hingga tanggal 17 September 2009, tidak kurang dari 760 orang personil militer AS mati di Afghanistan. Dan saat lebih banyak tentara yang akan dikirim ke sana – kekuatan tempur AS diharapkan bisa berlipat dua menjadi 68.000 personil pada akhir tahun ini – sementara hasil yang bisa ditebak adalah akan lebih banyak lagi jumlah korban di pihak AS. Tahun ini merupakan tahun yang paling mematikan dengan hampir 200 orang tentara AS mati, 51 diantaranya mati hanya pada bulan Agustus saja. Sejak Oktober 2001, Amerika telah membelanjakan uang sejumlah $228.2 miliar untuk perang itu. Dan sejauh ini biaya perang itu menjadi $ 60.2 miliar, melampaui biaya perang di Irak.

Yang membuat lebih buruk lagi adalah karena ”Faktor Karzai”. Presiden Afghanistan Hamid Karzai saat ini dibandingkan dengan Ngo Dinh Diem, seorang Pemimpin Vietnam Selatan yang kehilangan kepercayaan. Banyak orang memandang Karzai sebagai seorang pemimpin yang tidak efektif dan korup. Keengganan Karzai untuk melawan para panglima perang dan para penguasa obat bius tidak hanya membuat terasing sebagian besar penduduk Afghan tapi juga melumpuhkan kemampuannya untuk memerintah. Taliban mengambil keuntungan dari ketidakberdayaan dan korupsi yang menjalar di pemerintahan Karzai. Taliban pada saat ini telah memiliki ”kehadiran permanen” pada 80 persen wilayah Afghanistan, sementara 17 persen wilayah Afghan lainnya terlihat aktivitas Taliban yang ”kuat”, menurut peta yang baru dikeluarkan oleh International Council on Security dan Development. Jika digabungkan, maka Taliban sebenarnya memiliki kehadiran yang kuat di seantero Afghanistan. ”Kembalinya Taliban yang tidak kenal lelah dan mengganggu itu, penyebaran dan kemajuan yang mereka buat saat ini adalah tidak bisa dipungkiri lagi”, kata Norine MacDonald, Presiden dan Kepala Peneliti Lapangan bagi lembaga ICOS.

Kritik atas perang itu di Amerika mulai mempersoalkan jumlah korban yang jatuh di Afghanistan. Sebagaimana Bret Stephen dari koran the Wall Street Journal, katakan, ”George Will (dari The Wahington Post) mencatat bahwa Afganistan adalah sebuah tempat yang terbelakang yang tidak bisa dijadikan tonggak pembangunan bangsa (nation building). Nicholas Kristof (dari The New York Times) menganggap bahwa perang itu rumit, suatu bisnis kotor, dan Tom Friedman (dari The New York Times) menghindari dukungan atas konflik yang dulunya ia pernah dukung tapi pada saat ini telah mengganggu ketenangan moralnya. Jadi ketiga orang itu dari sisi kanan, kiri dan tengah bersatu untuk melemahkan dukungan atas perang itu.”

Menurut polling terakhir yang dilakukan oleh Washington Post – ABC News, mayoritas masyarakat Amerika mengatakan bahwa biaya perang itu tidak seimbang dengan apa yang diperoleh dan dukungan atas perang di Afghanistan telah turun lebih dari 10 poin sejak bulan Maret. ”Presiden Obama perlu suatu strategi keluar dari perang (exit strategy) dan bukannya strategi peningkatan perang (escalation strategy),” tulis Tom Hayden dari The New York Times. Afghanistan semakin dibandingkan dengan Vietnam, tapi paling tidak belum. Dan Amerika mungkin tidak mampu untuk mendapatkan suatu exit strategy.

Untuk satu hal, jika sejarah bisa menjadi pedoman, 30 tahun lalu Soviet menginvasi Afghanistan dan 20 tahun lalu, Uni Soviet yang kalah dengan memalukan harus keluar dari negeri itu, dan dua tahun kemudian, negara yang dulunya superpower itu tidak ada lagi. Secara strategis, adanya hubungan yang vital dari kehadiran militer Amerika di Afghanistan pada kebijakan keamanan Amerika secara keseluruhan, Amerika seharusnya tidak melakukan penarikan mundur pasukan yang memalukan dari Afghanistan.

Untuk hal lainnya, Amerika tidak dapat mengizinkan Afghanistan terperosok kedalam kekacauan. Sebagaimana yang dikatakan oleh Liam Fox, Sekretaris Pertahanan Inggris,” Biaya untuk melanjutkan perang ini adalah sangat besar, tapi biaya atas kegagalan tidak bisa ditolerir. Yang dipertaruhkan adalah masa depan Afghanistan dan aliansi militer paling efektif dalam sejarah.”

Perang Afghan masih bisa dimenangkan, tapi Amerika harus mendefinisi ulang misinya di sana. Sebagaimana yang disarankan oleh Milton Bearde, mantan kepala CIA di Pakistan, ”Langkah pertama adalah mengklasifikasi ulang musuh-musuh Amerika di Afghanistan. Para pejuang Al Qaida yang berkomitmen mungkin tidak bisa dimaafkan, tapi kebanyakan anggota dan simpatisan Taliban harus dianggap sebagai target untuk rekonsiliasi. Kita berada di sana tidak untuk membangun kembali sebuah bangsa atau membawa pemerintahan yang baik dan ekonomi pasar bebas bagi orang-orang Afghan; kita berada di sana untuk membuat Amerika menjadi aman. Kita harus harus bertahan dengan suatu tujuan perang yang jelas.

(RZ Aulia; Source: Times Recorder)

nb : tulisan diatas tidak mencerminkan pendapat redaksi

5 comments

  1. M Risnan Ramelan

    Ada tanda-tanda kekuasaan Allah di Afganistan, bagaimana mungkin kekuatan sekutu yang begitu kuat dipimpin Amerika Serikat sang super power hingga saat ini belum mampu mengalahkan perang di sana,inilah semakin meneguhkan kita bahwa apabila kita bersungguh-sungguh dalam menolong agama Allah maka Allah akan menolong kita, oleh karena itu marilah kita bersungguh-sungguh dalam menegakkan Syariat Islam dan Khilafah sekecil apapun peran kita sesuai kapasitas kita masing-masing, jangan hanya pasif menjadi penonton belaka, agar kelak dihadapan Allah tidak menjadi orang yang merugi.

  2. Alloh Maha berkuasa atas segala sesuatu. Kita sepakat atas itu. Jika Alloh berkehendak, Perang Afghanistan dapat dimenangkan dengan sangat mudah, dengan dikerahkan ‘tentara-tentara’ Alloh, baik yang terlihat maupun yang tak kasat mata. Sudah menjadi kewajiban bagi warga afghanistan untuk berjuang membela tanah air mereka dari agresor, mari doakan mereka agar diberikan kemenangan atas perang ini dan kita dukung pemerintah kita dalam membangun persatuan, kesatuan dan keutuhan NKRI. Agar Indonesia -yang mayoritas muslim- bisa bangkit menjadi negara kuat yang disegani.

  3. Mudah-mudahan taliban bisa menjadi inspirator bangsa indonesia betapa kalau kita bisa berpegang teguh terhadap agama Allah SWT pasti kita bisa merdeka dari belenggu kemiskinan dan kebodohan serta bisa tegaknya syariah islam.Aamiiin

  4. Bambang Mudjiono

    Saya yakin Afghan pasti menang ….. Ya Alloh turunkan pertolonganMu utk saudara2ku di Afgan dan hancurkanlah tentara amreika dan antek2nya . amiiin

  5. hanya orang2 bodoh dan pengecut saja masih memuja2 negara AS padahal sudah jelas2 sbg negara penjajah penindas atas nama demokrasi bullsit !……lihat tuh aksi mereka di Afganistan dan Irak Koboy2 barat membunuhi ribuan rakyat sipil disana, apa urusannya kehadiran mereka di negri orang
    tapi lihat saja akhir dari perang ini sy yakin para pejuang
    disana yg gagah berani yg ga rela tanah airnya di injak2 akan berhasil….skrg bagi AS bertahan makin byk korban jiwa maupun materi yg makin membengkak tp mo pulang belum dapat untung

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

*