Gerakan Pemuda Mujahidin bereaksi atas pembunuhan yang dilakukan oleh komando Amerika atas seorang mujahid, Saleh Ali Saleh Nabhan dengan operasi bom syahid yang berlipat ganda melawan pasukan pendudukan di Afrika, sehingga menewaskan tujuh belas tentara Burundi dan Uganda, termasuk di antaranya adalah dua orang jenderal senior.
Bahkan Gerakan Pemuda Mujahidin bersumpah untuk membunuh lebih banyak lagi pasukan Afrika sebagai pembalasan atas syahidnya Nabhan.
Presiden Syeikh Syarif Syeikh Ahmad yang sangat loyal pada Amerika mengumumkan bahwa pemerintahannya terancam bangkrut jika tidak segera mendapatkan bantuan darurat dari masyarakat internasional dalam menghadapi para mujahid Islam.
Meskipun Duta Besar AS di Kenya, Michael Raenberg telah berjanji untuk mendukung pemerintah Syarif. Dia mengatakan: “Bahwasannya Amerika Serikat akan mengerahkan semua kemampuannya untuk menyelamatkan pemerintah Syarif sebagai pemerintahan yang sah. Bahkan pemerintah Obama punya misi mengembalikan perdamaian dan stabilitas ke Somalia sebagai awal munculnya negara yang demokratis di sana.”
Dalam hal ini, Duta Besar AS begitu berlebihan di dalam memuji Syarif, ia mengatakan: “Syarif adalah seorang pemimpin yang terbuka, memiliki pandangan yang luas dan ide-ide yang jelas dalam menggerakkan berbagai persoalan ke depan, yang membuatnya berbeda dari para mantan presiden Somali. Bahkan hal inilah yang membuat Amerika Serikat bertekad untuk terus bekerja sama dengan orang ini dan pemerintahannya.”
Merki begitu jelasnya dukungan Amerika kepada Syarif dan pemerintahannya, namun situasi di lapangan tidak cenderung untuk mendukung Syarif di Somalia. Sementara, Gerakan Pemuda Mujahidin dan Partai Islam menyapu bersih wilayah-wilayah di Somalia, sehingga keduanya yang mengendalikan sebagian besar dari ibukota Mogadishu. Karena itu, diramalkan bahwa dalam waktu singkat pemerintahan antek Syarif tidak akan mencapai kemajuan di dalam menghadapi para mujahid. (al-aqsa.org, 27/9/2009)