JAKARTA — Kalangan pemerhati parlemen menghitung anggaran pelantikan anggota legislatif, bisa dihemat Rp 35,1 miliar. Dana yang dihemat itu adalah anggaran pemindahan, transportasi, dan akomodasi selama rangkaian pelantikan tersebut. Sementara pengamat politik Arbi Sanit secara eksplisit mengecam prosesi pelantikan anggota legislatif.
”Dari Rp 46 sekian miliar, kalau ada koordinasi antarsekjen (KPU, DPR, dan DPD) bisa dihemat Rp 35,1 miliar,” kata Direktur Indonesia Budget Center (IBC) Arif Nur Alam, Selasa (29/9) petang. Menurut dia, bukan nominal yang harus dipersoalkan, tapi adanya degradasi pola pikir dalam tata kelola anggaran negara.Arif menyebutkan acara pembekalan untuk para legislator terpilih saja dilakukan oleh ketiga institusi itu secara bersamaan. Dia sudah menemukan satu nama anggota DPR yang terdata hadir dalam dua acara pembekalan dalam waktu bersamaan. Yang jadi soal, kata dia, materi beragam pembekalan itu sama.
Data yang dikumpulkan IBC, total anggaran pelantikan anggota dewan yang dialokasikan KPU, setjen DPR, dan setjen DPD berjumlah total Rp 46,049 miliar. Yaitu Rp 11 miliar di anggaran KPU RP 28,504 miliar di anggaran setjen DPR, dan Rp 6,545 miliar di anggaran setjen DPD.
Dalam analisa IBC, penghematan bisa dilakukan untuk anggaran pemindahan domisili anggota dewan dan keluarganya. Total penghematan dari biaya pemindahan dan akomodasi keluarga para legislator ini, Rp 27,69 miliar bisa dihemat. Penghematan yang lain bisa diperoleh dengan menghilangkan duplikasi anggaran di ketiga institusi itu. Total penghematan yang bisa dilakukan Rp 35,1 miliar.
Pengamat politik dari UI Arbi Sanit mengatakan pada pemilu 1955 tidak dikenal istilah pelantikan. Anggota terpilih tinggal mendaftar ulang ke sekretariat dengan memperlihatkan bukti keterpilihan mereka. ”(Pelantikan) ini warisan orba yang pakai lantik-lantik segala dengan semua dibelikan, seperti tentara, kolor pun dibelikan,” kata Arbi, Selasa (29/9).
Arbi mengatakan anggaran pelantikan ini tak bisa disepelekan, dan jangan dibandingkan dengan seribu triliun APBD. ”Tapi prinsip hemat dan jujur (harus ditegakkan). Ini inisiasi pemborosan, bancakan kekayaan negara, dilembagakan melalui pelantikan. Tak perlu ada pelantikan pemilu,” kata dia.
Menurut Arbi, pemberian fasilitas berlebihan ini juga membentuk mental para anggota legislatif – terutama yang baru terpilih pertama kali – menjadi hedonis. ”Ini bisa membawa ke arah oligarki menggunakan mekanisme demokrasi,” kecam dia. Menurut dia, budaya menerima fasilitas inilah yang sudah menghancurkan Golkar di era orde baru, yang menyebabkan semua proses politik tergantung pada fasilitas yang didapat. (Republika online, 29/9/2009)