Banyaknya penyimpangan akidah di sebagian besar umat Islam menjadi agenda Majelis Ulama Indonesia (MUI) untuk dituntaskan. Sebab akidah yang semestinya menjadi pedoman, pengamalan hidup umat Islam berubah menjadi liberalisme, pluralisme, sekularisme, dan berbagai bentuk kebebasan berpikir termasuk hermineutika Alquran
“Akibat salah arah belajar agama menjadikan sebagian umat Islam menerima pemahaman akidah yang salah. Kemudian menjadikan mereka bertindak radikalisme. Mereka mengklaim tindakanya paling benar melegalkan kekerasan,” kata KH Moh Chusnan Ali, Ketua MUI Kabupaten Gresik, saat membuka rapat kerja MUI daerah di Pendopo Kabupaten Gresik Kamis (16/10)
Selain pemahaman ilmu agama yang salah, sebagian umat Islam ini sebenarnya ditunggangi kepentingan paham liberalisme barat. Pemicu utama adalah lemahnya ekonomi, munculnya ketidak adilan kemudian lahir perilaku negatif kepada umat Islam, sehingga mereka mudah dimasuki paham-paham yang seakan benar. Dampaknya kepada perilaku negatif yang memuncakan emosional yang lepas kontrol.
“Kemiskinan dan ketidakadilan terjadi secara struktural. Ini adalah peluang untuk memasukkan paham Islam yang datang dari paham liberalisme. Merekalah sebenarnya yang mempunyai andil besar merusak akidah,” tandasnya.
MUI berharap, para politisi yang berangkat dari partai-partai Islam ikut menjadi pejuang meluruskan akidah yang sudah melenceng dari ajaran Islam. Sebab sebelum mereka terpilih visi misi partai Islam selalu menggembar-gemborkan akan memperjuangkan Islam.
“Jangan malah menjual agama. Bicaralah, liberalisme yang sejatinya merongrong dan melencengkan akidah Islam, jangan hanya berbicara sekulerisme. Karena paham tersebut sebagai senjata untuk melemahkan umat Islam,” imbuh KH Abdushoamt Buchori, Ketua MUI Jatim, yang hadir dalam rakerda tersebut
Masuknya HAM di Indonesia ungkap Abdushomad, membawa misi merusak ajaran Alquran. Mereka secara sistematis melancarkan pemahaman kehidupan yang dibuat seolah-olah di Indoensia banyak terjadi pelanggaran hak manusia. Dicipatakanlah persoalan-persoalan untuk membenarkan argumenya. “Inilah liberalisme itu. Hentikan liberalisme jika tidak, para politisi dari partai Islam itu telah mengikuti irama yang mereka mainkan,” urai Abdushomad.
MUI mengingatkan, seperti yang tertuang dalam surah Al-Baqarah ayat 20, musuh Islam akan selalu menyerang dan memerangi Islam dari berbagai sudut. Dalam surah tersebut terdapat kata ‘millah’ yang mengandung tiga pengertian, yaitu fikrah (ideologi), akhlaq (kebiasaan/ kebudayaan), dan diin (agama/ keyakinan).
“Mereka tidak sekadar ingin memindahkan keyakinan umat Islam (riddah/memurtadkan) saja. Tetapi umat Islam dimutadkan secara tidak sadar. Dengan menjauhkan ideologi dan kebudayaannya dari ideologi dan kebudayaan Islam menuju ideologi dan kebudayaan jahiliyah,” tukasnya.
Selain mendesak politisi dari partai Islam untuk membawa visi misi Islam, MUI akan segera melakukan penyelamatan akidah. Dengan menggelorakan semangat dan ruh Islam sebagai agama yang ‘rahmatan lil alamin’. Islam tidak mengenal radikalisme seperti yang ditudingkan oleh negara barat. “MUI mempunyai tanggungjawab dunia dan akhirat,” pungkas Husnan Ali. (Republika online, 15/10/2009)