Ada kecendrungan AS bersikap melunak terhadap Iran, Apakah Amerika dan Iran Membangun Hubungan Baru Untuk Mengokohkan Hegemoni AS ?
Banyak kalangan meragukan pernyataan Obama tentang penghentian pembangunan instalasi anti misil di Polandia dan Republik Czech sebagai bukti adanya perbaikan hubungan antara AS dengan Rusia. Di saat yang bersamaan. pernyataan anggota kabinet Obama tentang sistem pertahanan misil yang kini dalam fase ‘pendekatan adaptif’ ternyata menunjukkan adanya indikasi penundaan perbaikan hubungan AS dan Rusia. Harian New York Times mengutip penjelasan Menhan AS Robert Gates yang membantah opini bahwa “AS telah mengalah kepada Rusia” dengan penghentian pembangunan instalasi anti misil tersebut. Gates mengatakan akan ada strategi baru yang akan “meningkatkan keamanan Eropa, dan tidak akan melepaskan proyek pertahanan anti misil begitu saja.”
Terlepas dari kontroversi publik mengenai makna ‘fase pendekatan adaptif’, kita bisa melihat bahwa AS lebih tertarik untuk mendekatkan diri ke Iran ketimbang Rusia. Adanya berita tentang penurunan kemampuan Iran dalam hal persenjataan misil merupakan awal dari pencairan hubungan antara Tehran dan Washington. Dengan menepis ancaman Iran bulan lalu, Robert Gates berkata,” komunitas intelijen kini mengevaluasi ancaman misil balistik jangkauan pendek dan menengah buatan Iran” dan ” hasilnya menunjukkan bahwa ancaman Iran ternyata tidak secepat yang kita bayangkan pada tahun 2006.” Analisa Gates ini mengikuti pola tanggapan para pejabat AS yang selalu mengecilkan adanya ancaman dari Iran bahkan di saat-saat yang genting sekalipun.
Di masa pemerintahan Bush, Badan Intelijen Nasional AS merevisi proyeksi tahun ancaman Iran dari tahun 2010 menjadi tahun 2015 sebagai perkiraan masa dimana Iran akan memiliki senjata atom. Lebih jauh lagi intelijen AS juga mengatakan bahwa Iran telah meninggalkan program untuk mempersenjatai dirinya dengan nuklir di tahun 2003.
Pernyataan AS ini merupakan pukulan terhadap rencana Israel yang ingin menyerang Iran, dan saat itu pejabat Israel mengkritik pernyataan AS tersebut. Akhir tahun lalu, AS juga menolak untuk menjual ke Israel senjata anti bunker dan mengecilkan usaha Israel untuk menunjukkan kekuatan angkatan udaranya di perairan Mediterania. Sikap AS terhadap Israel sebagai sekutu terdekatnya di Timur Tengah menunjukkan adanya niat AS terhadap Iran yang tidak terlalu buruk.
Sikap AS yang mendua terhadap Iran kembali terlihat ketika ada kabar bahwa personil Inggris tertangkap oleh Iran. AS yang menutup mata terhadap insiden ini menunjukkan kekhawatiran AS terhadap manuver Inggris yang berusaha memancing adanya serangan terhadap Iran. Di samping itu AS juga tidak terlalu mendukung keinginan Eropa yang menyerukan agar demonstran di Iran segera mengganti pemerintah Iran.
Kalau dilihat secara mendetil, AS memiliki banyak kesempatan untuk merubah pemerintahan Iran, suatu hal yang banyak diminati oleh politisi Washington. Tapi AS ternyata tidak mengambil langkah itu. Sebaliknya AS justru menampilkan sikap sebagai penonton atau memobilisasi langkah diplomatis untuk menurunkan ketegangan. Memang akan terlihat ada semacam kontradiksi antara sikap yang cenderung lebih tenang dengan pernyataan para politisi AS sendiri yang berapi-api.
Namun siapapun yang jeli melihat kontradiksi tersebut akan menyadari bahwa baik AS dan Iran sedang mempersiapkan langkah memperkuat hegemoni AS di wilayah Timur Tengah itu sendiri. Ini sebenarnya terlihat dari ketergantungan AS terhadap Iran untuk mengontrol Afghanistan, Iraq dan Lebanon, dan AS tidak akan membiarkan manuver siapapun, termasuk sekutu terdekatnya sekalipun, untuk menyerang Tehran.
Pemberitaan yang dibesar-besarkan tentang program nuklir Iran yang menurut AS sendiri sebenarnya cukup jinak, juga memberikan alasan bagi AS untuk meningkatkan kerjasamanya dengan Israel dan negara teluk lainnya. Lebih jauh lagi, pemberitaan tersebut memberi peluang kepada AS untuk memperkuat kemampuan pertahanan anti misil dan memperluas kepemilikan senjata nuklir di Timur Tengah dibawah bayang-bayang pembicaraan perjanjian penurunan senjata nuklir dengan Rusia. Tanpa syak lagi bahwa AS akan menggunakan perjanjian tersebut untuk menghapus kompetisi dari Rusia, Cina dan Eropa terhadap minyak Timur Tengah.
Dengan latar belakang ini kita bisa mencermati perundingan nuklir antara Iran dengan 6 negara besar. Perundingan ini hanya akan berakhir ketika AS menyadari bahwa ia tidak lagi bisa mencapai tujuan strategisnya dan agennya di Iran tidak mampu menjalankan tugasnya. Kalau ini terjadi, maka AS akan menyelesaikan isu nuklir dan ada kemungkinan akan membiarkan Iran untuk memiliki senjata nuklir selama memenuhi persyaratan yang ketat.( Selasa, 13 OCTOBER 2009 ABID MUSTAFA, www.khilafah.com)
saya yakin meskipun Iran mempunyai kemampuan menjadi negara senjata nuklir nasibnya tidak jauh dengan negara Pakistan tidak ada sedikitpun paedahnya buat kaum muslim,rekam jejak iran dalam hal penjajahan USA di Irak tidak sedikitpun dia mengirimkan tentara ke sana untuk berjihad melawan penjajah.apalagi kalau sudah menjalin hubungan diplomatik mumgkin saja Iran akan menjalankan agendanya USA dalam “WAR ON TERORISM”!!!
Bagi saya, jika iran punya kemampuan membangun senjata nuklir adalah hal yang bagus, minimal ada kebangggan bagi kaum muslim tentang penguasaan teknologi. Siapa tahu nanti bisa disebarkan ke sesama negara muslim, sehingga bergaining position kaum muslimin suatu saat bisa lebih kuat ketika harus berhadapan dengan bangsa-bangsa (kaum) lainnya.