Strategi Amerika terhadap Sudan, Rencana Negara Kolonial untuk Memecah Belah Sudan

بسم الله الرحمن الرحيم


Strategi Amerika terhadap Sudan,

Rencana Negara Kolonial untuk Memecah Belah Sudan

Pada hari Senin 19 Oktober 2009, menteri luar negeri Amerika Serikat Hillary Clinton dalam konferensi pers bersama dengan Suzan Rice utusan tetap PBB dan jenderal Scott Gration utusan khusus AS untuk Sudan, mengumumkan strategi Amerika yang baru terhadap Sudan. Pengumuman itu didahului oleh penjelasan presiden Obama seputar strategi itu yang ditetapkan memiliki tiga tujuan utama. Menteri luar negeri AS, Hillary Clinton mengatakan: “Strategi kami memiliki tiga tujuan utama, yaitu: 1. Mengakhiri pertikaian dan pelanggaran HAM dalam arti luas dan kejahatan-kejahatan perang serta genosida di Darfur. 2. Penerapan perjanjian damai menyeluruh yang mengantarkan kepada negara Sudan yang bersatu dan damai setelah tahun 2011 atau kepada negara federasi melalui organisasi ke arah dua negara terpisah yang bisa hidup berdampingan secara damai di antara keduanya. 3. Keberadaan Sudan yang tidak menyediakan tempat kelahiran yang aman bagi teroris.

Pemerintah dan suasana politik terus berada dalam kondisi memonitor dan menunggu politik itu sejak presiden Obama mengumumkan perhatiannya tentang masalah Sudan. Obama menyatakan pada tanggal 18 Maret 2009: “Sudan dianggap sebagai prioritas pemerintahan ini”. Hal itu diiringi dengan penunjukan jenderal Scott Gration sebagai utusan khusus untuk Sudan pada hari yang sama, 18 Maret 2009. Presiden Obama di dalam penjelasannya seputar strategi ini mengatakan: “Pertama, kita harus berupaya menetapkan batas akhir bagi pertarungan dan pelanggaran terang-terangan terhadap hak asasi manusia dan aksi genosida di Darfur. Kedua, bahwa perjanjian damai menyeluruh antara Sudan Utara dan Sudan Selatan wajib diterapkan dengan tujuan untuk mewujudkan potensi perdamaian jangka panjang. Kedua tujuan ini wajib ditempuh secara bersamaan dan segera.” Inilah yang juga diungkapkan oleh Suzan Rice yang mengatakan: “Seruan saya sangat keras terhadap dua tujuan mendasar dari tujuan-tujuan politik Amerika di sini, yaitu: Pertama, penghentian genosida yang kita saksikan saat ini di Darfur dan mencapai perdamaian yang kontinyu bagi seluruh penduduk Darfur. Kedua, dukungan penerapan sempurna dan efektif atas perjanjian damai menyeluruh antara selatan dan utara”. Meskipun menteri luar negeri AS mengumumkan tiga tujuan bagi politik tersebut, namun tujuan-tujuan itu bisa dibatasi pada dua tujuan saja (seperti yang disebutkan oleh Obama dan Suzan Rice). Kedua tujuan itu adalah masalah Darfur dan implementasi perjanjian Nivasa antara selatan dan utara. Menteri luar negeri AS Hillary Clinton mengatakan, “Jadi kami akan menempuh strategi yang mencakup dua masalah utama yaitu Darfur dan perjanjian damai menyeluruh pada waktu yang bersamaan dan paralel. Bahkan Hillary Clinton berpendapat lebih jauh dari hal itu ketika ia menilai adanya tempat lahir yang aman bagi teroris sebagai hasil tidak adanya implementasi perjanjian Nivasa. Ia mengatakan: “Meskipun perjanjian damai menyeluruh antara selatan dan utara ditandatangani pada tahun 2005 merupakan langkah bersejarah ke depan, namun Sudan sekarang sedang berdiri di persimpangan jalan. Yaitu jalan yang menyebabkan perbaikan konstan di dalam kehidupan rakyat Sudan; atau terjerumus dalam makin meningkatnya pertikaian dan kekerasan. Ketidakstabilan di Sudan bukan hanya menyebabkan bahaya ke depan untuk 40 juta orang penduduk Sudan saja, bahkan bisa berubah menjadi inkubator bagi kekerasan dan ketidakstabilan di kawasan yang pada dasarnya sudah kacau dan menyediakan tempat lahir yang aman bagi para teroris internasional.”

Kita bisa menyimpulkan bahwa politik Amerika Serikat yang baru terhadap Sudan memiliki dua tujuan yang dideklarasikan, yaitu: masalah Darfur dan implementasi perjanjian Nivasa. Hakikat hal itu adalah sebagai berikut:

Pertama, lembaran masalah Darfur bukan berada di tangan pemerintah secara sempurna atau di tangan Amerika, melainkan berada di tangan Eropa, khususnya Prancis yang mendukung gerakan-gerakan separatis khususnya (Gerakan Keadilan dan Persamaan dan Gerakan Pembebasan Sudan sayap Abdul Wahid, gerakan separatis yang paling menonjol). Amerika sudah mendukung perundingan Doha sebagai mimbar perundingan. Utusan khusus AS untuk Sudan, Scott Gration, telah berkeliling di antara gerakan separatis untuk menyatukannya guna menekan Gerakan Keadilan dan Persamaan dan Gerakan Pembebasan Sudan sayap Abdul Wahid, dan menarik keduanya ke perundingan. Dia berhasil mengumpulkan sembilan gerakan separatis. Meski semua itu, di sana belum ada inisiatif gerakan separatis besar untuk duduk di meja perundingan. Bahkan diumumkan gagalnya putaran keempat dalam perundingan Doha yang diputuskan diselenggarakan pada tanggal 27 Oktober 2009 M.

Karena itu, terhadap masalah Darfur Amerika tidak bisa berbuat apa-apa kecuali melanjutkan upayanya untuk menyatukan sebanyak mungkin gerakan separatis dan terus mengangkat tongkat terhadap Gerakan Keadilan dan Persamaan dan Gerakan Abdul Wahid dengan jalan menlanjutkan ancaman terhadap kedua gerakan itu. Perlu diketahui bahwa Eropa sebelumnya telah berhasil mengaborsi langkah-langkah apapun menentang kedua gerakan itu, seperti yang dilakukan pasca perundingan Abuja pada tahun 2006 M. Namun strategi Amerika yang baru itu penuh dengan ancaman terhadap pemerintah dan gerakan-gerakan separatis. Suzan Rice mengatakan: “Di sana akan ada sanksi-sanksi dan tusukan terhadap pihak-pihak yang menarik diri atau berdiri saja tanpa gerakan. Semua pihak akan ditundukkan kepada tuntutan”.

Hanya saja, kali ini Amerika mengambil keputusan untuk menekan sekutu-sekutu internasionalnya, terlebih di bawah pemerintahan Obama, karena keluwesan terhadap Eropa dan Rusia di dalam politik internasional. Menteri luar negeri AS Hillary Clinton mengatakan: “Penarikan diri ke belakang dari sisi pihak manapun akan menghadapi tekanan yang kredibel dalam bentuk penetapan berbagai halangan di hadapannya oleh pemerintahan kami atau sekutu-sekutu internasional kami”. Kita simpulkan dari hal itu bahwa politik Amerika berkaitan dengan masalah Darfur adalah melanjutkan tekanan terhadap gerakan-gerakan separatis, khususnya Gerakan Keadilan dan Persamaan dan Gerakan Pembebasan Sudan sayap Abdul Wahid untuk menariknya ke perundingan.

Kedua, substansi politik Amerika yang baru terhadap Sudan adalah implementasi perjanjian Nivasa. Hal itu untuk sampai pada terbentuknya negara yang memiliki kedaulatan penuh di selatan Sudan secara damai yang ke depan mengantarkan kepada perpecahan seluruh Sudan. Amerika berharap melalui tekanannya, pemerintah Sudan akan memperbaiki implementasi perjanjian Nivasa dalam teks-teksnya yang terperinci. Juga agar pemeritah memberikan konsesi-konsesi berkaitan dengan teks-teks belanja umum. Sebagaimana juga ditujukan agar pemerintah mau bersandar kepada mayoritas tipis dalam referendum untuk selatan Sudan pada tahun 2011 M yaitu agar pemerintah mau menerima pemisahan selatan Sudan dengan suara mayoritas tipis (50 % + satu suara). Sementara Konferensi Nasional telah mendeklarasikan di dalam konferensi umumnya pada bulan Oktober ini bahwa konferensi nasional tidak akan menerima kurang dari mayoritas 75% untuk memutuskan pemisahan selatan Sudan. Amerika mengetahui bahwa pemerintah Sudan bisa menggagalkan strateginya ini dengan jalan mengganjal implementasi perjanjian Nivasa. Suzan Rice berkata: “Selama beberapa tahun jalan perdamaian dipenuhi oleh reruntuhan sisa-sisa berbagai janji yang dilanggar dan berbagai kewajiban yang tidak diimplementasikan oleh Pemerintah Sudan.” Karena itu, Amerika menetapkan Pemerintah Sudan berada di antara “wortel” beberapa insentiv yang belum diketahui persisnya dan “tongkat” tekanan. Presiden Obama mengatakan: “Jika pemeritah Sudan bertindak dalam bentuk melakukan perbaikan kondisi di lapangan dan mempromosikan perdamaian, maka di sana akan ada berbagai insentiv. Jika sebaliknya maka tekanan dari Amerika Serikat dan komunitas internasional akan ditambah”. Dan pernyataan Obama itu sama dengan apa yang ditempuh oleh Suzan Rice ketika ia mengatakan: “Kami akan menggunakan berbagai insentiv yang masih tersimpan dengan baik, sesuai dengan kebutuhan dan kami akan melakukan tekanan yang hakiki sesuai kebutuhan”.

Inilah hakikat politik Amerika yang baru ke depan terhadap Sudan. Amerika berupaya untuk memisahkan selatan Sudan dan kemudian memecah belahnya. Dalam hal itu Amerika akan memanfaatkan inkonsistensi pemerintah Sudan berdasarkan metode wortel Amerika yang tercermin dalam pencabutan nama Sudan dari daftar negara yang memelihara teroris. Meski dengan semua kerjasama antara Sudan dan Amerika yang baru saja dibicarakan oleh direktur jenderal lembaga keamanan dan intelijen di dalam pertemuannya dengan para pemimpin redaksi surat kabar pada tanggal 18 Oktober 2009 di mana ia mengatakan: “Kami mencela Amerika karena masih tercantumnya nama Sudan dalam daftar negara-negara yang memelihara teroris, meski Sudan sudah bekerjasama dangan Amerika. Titik tolak kami dalam kerjasama adalah nasionalisme untuk menjaga keamanan Sudan dan bukannya untuk menyenangkan Amerika”. Amerika belum juga mencabut nama Sudan dari daftar negara yang memelihara teroris karena Amerika akan tetap menggunakan inkonsistensi itu sebagai motiv untuk mengimplementasikan politiknya dan tidak akan memberi apapun kepada Pemerintah Sudan.

يَعِدُهُمْ وَيُمَنِّيهِمْ وَمَا يَعِدُهُمُ الشَّيْطَانُ إِلاّ غُرُورًا

Syaitan itu memberikan janji-janji kepada mereka dan membangkitkan angan-angan kosong pada mereka, padahal syaitan itu tidak menjanjikan kepada mereka selain dari tipuan belaka. (QS an-Nisâ’ [4]: 120)

Wahai Kaum Muslim:

Amerika melalui implementasi perjanjian Nivasa selama empat tahun yang sudah berjalan ini, sejak tahun 2005, telah menempatkan negeri ini di bibir jurang melalui pembentukan dua entitas yang saling bergulat dan berkelahi, serta puluhan militer dan kelompok bersenjata. Juga melalui kondisi jeda strategis yang diterapkan terhadap Sudan. Bahkan Amerika melalui strategi ini, sebagai suatu penyesatan, berupaya mendeskripsikan ancaman kepada masyarakat, yaitu apakah berjalan menerapkan perjanjian Nivasa atau terjadi kehancuran total negeri karena terjatuh dalam kekacauan total yang langgeng. Presiden Obama mengatakan: “Dan sekarang Sudan sedang berdiri di bibir jurang meningkatnya kekacauan jika tidak mengambil langkah-langkah secara cepat”.

Wahai kaum muslim, sesungguhnya yang wajib bagi kita adalah memperhatikan strategi baru ini dalam sifatnya sebagai rencana negara kolonial ideologis yang memusuhi Islam dan kaum muslim, yang sedang berupaya memacah belah negeri kita, dan kita sebagai kaum muslim. Dan sesungguhnya jalan untuk menghadapi hal itu tidak lain dengan mengoreksi pemerintah dan kekuatan-kekuatan politik serta gerakan-gerakan separatis atas dasar Islam. Dan kita berupaya membangun negara ideologis berdasarkan asas Islam, yaitu Daulah Khilafah Rasyidah yang akan memperlakukan Amerika dan semisalnya dengan apa yang membuat mereka sebagai target bagi rencana-rencana dan strategi-strategi yang dirancang untuk mengeluarkan masyarakat dari kegelapan kekufuran menuju cahaya islam.

وَإِنْ تَتَوَلَّوْا يَسْتَبْدِلْ قَوْمًا غَيْرَكُمْ ثُمَّ لا يَكُونُوا أَمْثَالَكُمْ

dan jika kamu berpaling niscaya Dia akan mengganti (kamu) dengan kaum yang lain, dan mereka tidak akan seperti kamu (ini). (QS Muhammad [47]: 38)

3 Dzulqa’dah 1430 H

22 Oktober 2009 M

Hizbut Tahrir

Wilayah Sudan

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

*