Gelombang kemarahan meningkat di Azerbaijan setelah pihak berwenang menutup sejumlah masjid dengan dalih ekstrimisme. Tindakan itu dilakukan pemerintah setelah beberapa bulan sejak dikeluarkannya peraturan untuk mengawasi aktivitas imam.
Lembaga penyiaran Inggris “BBC” mengutip dari Vedadi Abasov (seorang mu’azzin masjid Sunni di kota Ganca…. kota terbesar kedua di Azerbaijan) yang mengatakan: “Tidak lama setelah dikeluarkannya peraturan terkait dengan imam shalat, kini kami dapati masjid kami kami dinyatakan ditutup.”
Lima bulan yang lalu, pihak berwenang Azerbaijan telah mengeluarkan peraturan yang melarang setiap orang menyampaikan pengajian selain imam shalat yang telah ditempatkan di masjid, dengan alasan untuk melawan apa yang disebutnya dengan “arus radikalisme”. Sebagaimana teks dari peraturan itu menetapkan bahwa seseorang yang ingin menjadi imam shalat harus telah mendapatkan izin dari pemerintah.
Abasov menambahkan: “Semua orang di sini marah, dan bertanya-tanya mengapa masjid-masjid ditutup?!” Dia mengkritik pemerintah yang menyangkal penutupan masjid, yang mengatakan bahwa penutupan itu hanya sementara untuk pemeliharaan saja.
Dia menekankan bahwa “masjid tidak memerlukan pemeliharaan…. Namun pada kenyataannya mereka membenci kami dan tidak menginginkan kami karena kami telah menghabiskan banyak waktu kami untuk belajar agama di luar negeri…. Mereka berpikir bahwa kami kelompok fanatiime.”
dalam kesempatan yang sama, pihak berwenang menutup masjid “Abu Bakar” di ibukota Baku, dengan alasan bahwa “masjid tersebut turut membantu bagi perkembangan ideologi Islam radikal”. Namun, imam masjid, Jameat Sulaimanov menegaskan: “Tidak ada ekstremisme sama sekali di sini, dan kami menolak penamaan kami dengan sebutan Wahhabi ekstrimis, yang sering mereka sebutkan terhadap kami…. Kami ini Salafi, bukan Wahhabi”.
Sulaimanov memperingatkan bahwa “sikap pemerintah yang terus melakukan penutupan masjid akan menjadi penyebab ekstremisme, lebih dari alasan lain yang selama ini dilontarkan, sebab masyarakat kesal dan marah atas apa yang terjadi, dan pada saat yang sama tidak ditemukan pembenaran apapun untuk semua ini.”
Anar Viliav (analis Azerbaijan independen) sepakat dengan Sulaimanov, yang menuduh pemerintah “berlebihan dalam persoalan ekstremisme, akibatnya pemerintah membuat pembatasan terhadap kebebasan dan pelaksanaan ritual keagamaan.”
Dia menambahkan: “Azerbaijan tidak lagi memiliki organisasi-organisasi ekstremis, sebab pemerintah telah membersihkan semua organisasi…. Semua itu dinyatakan dalam statistik resmi.”
Sejumlah jemaah masjid menyatakan bahwa mereka “tidak militan atau ekstremis, seperti yang dituduhkan oleh pemerintah” dengan mengatakan: “Pernah suatu hari kami dilempari granat tangan (dalam serangan oleh para ekstrimis), dan ketika itu kami sedang shalat, akibatnya dua orang meninggal…. granat tangan itu dilemparkan kepada kami karena kami bukan militan.”
Di lain pihak, enteri urusan agama di Azerbaijan, Hidayat Orujov membenarkan penutupan masjid dengan mengatakan: “Kami telah menderita karena masalah militansi yang masih terjadi …. Masyarakat tidak ingin citra negaranya seperti Chechnya, Dagestan, atau Ingushetia”. Sementara itu, Departemen Luar Negeri AS mengeritik situasi keagamaan di Azerbaijan, di mana laporan tentang kebebasan keagamaan untuk tahun 2009 menyatakan bahwa “pihak berwenang Azerbaijan telah melakukan hal-hal yang merusak kebebasan beragama, dan tidak menghormati kebebasan beragama.”
Sebelum dua minggu ibu kota Baku menjadi bukti penutupan sejumlah masjid, termasuk masjid yang didirikan oleh Turki, di mana sebagian orang menafsirkannya sebagai respon terhadap konvergensi dari sekutunya, Turki dengan musuh besarnya Armenia.
Pemerintah Azerbaijan pada 23 Mei 2007 telah menerapkan larangan azan melalui pengeras suara dengan dalih bahwa “hal itu menyebabkan kekesalan pada anggota masyarakat.”
Menurut beberapa media lokal, pihak berwenang Azerbaijan takut terhadap operasi pemboman apapun bentuknya, terutama setelah pihak berwenang menggagalkan usaha untuk menyerang kedutaan besar Inggris dan Amerika Serikat pada tahun 2007. Sebagaimana peradilan di Azerbaijan pada awal tahun ini telah menjatuhi hukuman penjara kebada dua orang Lebanon karena keduanya merencanakan untuk menyerang kedutaan besar Israel di Baku.
Azerbaijan adalah salah satu dari bekas negara Uni Soviet. Sementara jumlah kaum Muslim di sana lebih dari 90% dari total penduduk yang berjumlah 8,2 juta orang, yang terbagi kedalam dua komunitas, yaitu Syiah dan Sunni, di mana 70% dari kaum Muslim di sana adalah Syiah, sedangkan 30% sisanya adalah Sunni, demikian menurut statistik resmi pemerintah. (mediaumat.com, 6/11/2009)
ini bukti kelemahan umat islam karena tidak ada seorang kholifah. Yaa Allah… segerakanlah berdirinya Khilafah!!!. Allahu Akbar!!!.