Jakarta – Bulan lalu The Economist menulis tentang Indonesia. Presiden SBY disanjung-sanjung. Indonesia disebut sebagai negara dengan pertumbuhan ekonomi yang sehat. Karena artikel yang positif ini, majalah bertiras lebih 1,2 juta itu sempat diborong dan dibagikan pada hadirin saat SBY bertandang ke Boston, AS, bulan lalu.
Namun kini, media berpengaruh itu menulis lagi dan SBY disebut dalam kondisi kritis. Artikel terbaru media itu bertajuk “Yudhoyono: second term, first crisis”.
Ini seharusnya menjadi bulan madu kedua Presiden SBY. Demikian The Economist mengawali tulisannya. Dilantik bulan lalu setelah kemenangan mutlaknya dalam pilpres, SBY seharusnya menikmati poularitas internasional dan bersiap untuk pertemuan tingkat tinggi regional di Singapura. Namun SBY malah dihadapkan pada skandal politik yang melibatkan KPK, kepolisian dan kejaksaan agung.
Masih menurut The Economist, skandal ini menenggelamkan rencana-rencana SBY untuk reformasi ekonomi serta mengurangi optimisme menyusul terpilihnya kembali SBY.
Skandal ini bisa melumpuhkan agenda pemerintahan SBY. Ada yang menganggap skandal tersebut memperlihatkan bagaimana kepolisian dan Kejaksaan Agung sangat membutuhkan reformasi serius. Parahnya lagi, skandal tersebut menunjukkan bahwa kebiasaan-kebiasaan buruk rezim Soeharto masih menghantui Indonesia.
Setelah membentuk Tim 8 untuk menyelidiki skandal tersebut, SBY berjanji akan mempertahankan supremasi hukum. Namun menurut The Economist, masih belum jelas apakah SBY memahami beratnya krisis ini. Apalagi SBY dikenal akan kesediaannya untuk berbagi keuntungan politik dan preferensi untuk konsensus. Dalam kasus ini, publik ingin melihat SBY mengatasi dan menyingkirkan kebusukan dalam kerangka hukum Indonesia.
Media-media asing lainnya juga menyoroti skandal ini. Di antaranya Wall Street Journal juga mengangkat skandal politik ini dengan judul: “Tapes of Alleged High-Level Conspiracy Electrify Indonesia”. Koran The New York Times dengan judul: “Indonesia Officials Resign in Graft Scandal”. Adapun BBC Radio Australia mengangkat judul “Public anger over conspiracy to undermine Indonesia’s corruption watch”. Bahkan media Asia Times menulis judul: “Corruption bomb explodes in Indonesia”. (detiknews, 9/11/2009)
yach…program seratus harinya hanya ngurusi cicak lawan buaya.tidak ngurusi rakyat.
Sudah tiba hukum Allah satu-satunya yang menjamin keadilan dan dapat menghindari korupsi dan menghapus mafia peradilan