Tragedi penembakan membabi buta di Markas Angkatan Darat AS Fort Hood, Texas, Kamis (5/11), bisa terjadi di mana pun.Akumulasi stres yang dialami Mayor Nidal Malik Hasan (39), yang dari waktu ke waktu menghadapi prajurit korban perang di luar AS serta perlakuan tidak adil sebagai warga Muslim AS, diyakini sebagai faktor utama di balik aksi yang menewaskan 13 orang. itu.
Rafik Hamad, paman Nidal Hasan, Sabtu (7/11), yang tinggal Ramallah, Tepi Barat, Palestina, mengungkapkan, Hasan sangat dalam terpengaruh dengan pekerjaannya merawat tentara yang kembali dari medan perang. ”Saya melihat air matanya ketika dia berbicara mengenai sejumlah pasiennya, terutama mereka yang kembali dari medan perang di luar negeri,” ungkap Hamad.
Tim Murphy dari Pennsylvania, seorang psikolog di pasukan cadangan Angkatan Laut AS, mengatakan, kerusakan mental yang dialami Hasan itu sering dikatakan sebagai trauma mendalam karena dia seolah-olah mengalaminya sendiri pengalaman pasiennya.
”Mereka mungkin tidak melihat langsung pertempuran, tetapi mereka melihat dari hasil pemeriksaan itu dan mereka terus mendengar berbagai cerita mengenai pertempuran itu dari pagi hingga malam. Cerita-cerita itu menjadi suatu yang nyata ketika Anda berhadapan dengan berbagai kesulitan yang dihadapi orang setiap hari,” jelasnya.
Sebuah gugus tugas kesehatan mental militer AS pada 2007 menyampaikan kekhawatiran tentang stres yang dialami para personel kesehatan mental, termasuk karena jumlahnya yang terlalu sedikit sehingga harus melayani banyak pasien.
”Para psikiater bekerja dan menghabiskan dengan banyak orang ketimbang menghabiskan waktu untuk diri sendiri. Mereka makin tertekan terkait dengan dengan jumlah pasien,” tambah Dr Layton McCurdy, seorang psikiater dan mantan dekan di Medical University of South Carolina.
Para dokter terus-menerus menghadapi para tentara dengan kondisi stres pascatrauma. Dr Allen Taylor, seorang ahli jantung di Walter Reed Army Medical Center, mengatakan, keadaan itu bisa membuat petugas seperti mengalami langsung derita pasien. ”Inilah waktunya untuk melakukan sejumlah introspeksi. Siapa yang memerhatikan kondisi perawat kesehatan?” tegas Taylor.
Matthias Chiroux, seorang mantan sersan Angkatan Darat AD AS yang menolak pergi ke Irak, menguraikan, apa yang terjadi adalah mimpi buruk yang belum sepenuhnya terlihat.
Sekitar 20 persen dari lebih dari 1,6 juta tentara AS yang bertempur di Irak dan Afganistan menderita stres pascatrauma (post traumatic stress disorder/PSTD). Militer AS pun mendapat banyak kritik karena gagal menyediakan perawat yang memadai untuk mengatasi kondisi ini, termasuk perawatan bagi tentara dan keluarganya.
Penugasan ke Irak
Stres terpendam yang dialami Hasan diyakini menjadi semakin tak tertahankan dengan adanya perintah penugasan ke Afganistan, atau Irak, untuk memerangi rakyat sesama Muslim.
Rafik Hamad mengungkapkan, Hasan beberapa kali dilecehkan oleh tentara AS lainnya karena agama Islam yang dianutnya, tetapi dia tidak marah.
Suatu ketika, Hasan yang tinggal sendirian menceritakan kepada keluarganya sebuah insiden, orang melemparkan popok sekali pakai ke kediamannya, dengan tulisan ”Ini untuk tutup kepala Anda”, mengacu pada penutup kepala yang biasa digunakan warga Muslim.
Seseorang juga pernah mencoret-coret mobil Hasan, dengan menggambar seekor unta di badan mobilnya dan kemudian tulisan melintang ”Joki Unta”, sebuah ungkapan rasis terhadap warga keturunan Arab.
Dr Val Finnell yang pernah berkuliah bersama Hasan pada 2007-2008 tidak terkejut dengan tindakan Hasan. Semasa kuliah di akademi militer Uniformed Services University of the Health Sciences di Bethesda, Hasan sering mengeluh soal sentimen anti-Muslim di kalangan militer AS. ”Sistem tidak melakukan apa yang seharusnya dilakukan,” kata Finnell, yang pernah mengeluhkan kepada petugas soal sikap ”anti-Amerika” yang menghinggapi Hasan.
Hasan selalu menganggap perang melawan terorisme sebagai ”perang melawan Islam”. Karena itu, dia menolak perang di negara-negara Islam.
Perbuatan Hasan itu pun langsung disambut dengan pernyataan Dewan Hubungan Islam-Amerika yang menegaskan bahwa perbuatan Hasan tidaklah mencerminkan sikap warga Muslim AS. Beberapa organisasi Muslim lain di AS langsung mengeluarkan pernyataan senada.
Sadar peristiwa di Fort Hood bisa kembali memicu kebencian terhadap pemeluk Islam, Presiden Barack Obama pun langsung menegaskan, rakyat AS terdiri dari berbagai ras, pemeluk agama, dan kepercayaan. Keragaman itulah yang membentuk Amerika Serikat. ”Mereka memiliki patriotisme yang sama,” katanya.(Kompas.com, 9/11/2009)