Kasus Century Kian Terkuak!

Jakarta — Kucuran dana talangan ke Bank Century Rp6,7 triliun telah masuk ranah politik melalui rencana anggota DPR mengajukan hak angket Century. Sedangkan perdebatan soal legal atau tidaknya pengucuran dana itu kian tak menentu. Seiring itu nuansa skandal kian terkuak secara pelan. Apa saja itu?

Lima lembar surat notulen rapat Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK) tertanggal 21 November 2008 menjadi petunjuk, ada sesuatu yang tak beres dalam pengucuran dana talangan terhadap Bank Century. Indikasi awalnya, notulensi surat itu tertuliskan private & confidential. Hal yang janggal untuk urusan publik di sebuah lembaga seperti KSSK.

“KSSK lembaga publik, uangnya dari LPS, dan Ketua KSSK bukan direktur atau komisaris,” cetus pengamat ekonomi Drajad H Wibowo di Jakarta, Rabu (18/11).

Dalam surat notulen yang ditandatangani Gubernur BI Boediono dan Menteri Keuangan Sri Mulyani itu terungkap bahwa pejabat Departemen Keuangan pada dasarnya tidak setuju atas pendefinisian bahwa Bank century sebagai bank gagal yang sistemik dengan mempertanyakan tentang rencana penyelamatan Bank Century. Seperti di poin II tentang ‘Pendapat dan Saran’ nomor (1) poin (c) ‘perlu diperhatikan apakah keputusan penyelamatan Bank century dapat menimbulkan sinyal yang dapat menimbulkan moral hazard bagi bank-bank lain’.

Di poin yang sama di nomor (3) disebutkan pendapat Badan Kebijakan Fiskal (BKF) yang menyebutkan “Analisis risiko sistemik yang diberikan BI belum didukung data yang cukup dan terukur untuk menyatakan bahwa Bank Century dapat menimbulkan risiko akademik, lebih kepada analisis dampak psikologis.”

Dari surat notulen itu juga terungkap, tidak ada pembahasan terkait ‘kesistematisan’ dalam status Bank Century. Justru yang muncul, nuansa seolah-olah Bank century harus diselamatkan. “Rapat ini tidak ada konklusi, apakah Century sistemik atau tidak. Ada missing link, di dalamnya tidak jelas apa kesimpulannya, tahu-tahu diselamatkan. Kesimpulan KSSK seperti menjadi ‘kotak hitam’,” tegas Drajad yang juga mantan anggota Komisi XI DPR ini.

‘Kotak hitam’ ini, menurut Drajad, harus dibuka oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK). Untuk membuka ‘kotak hitam’ itu, menurut Drajad, pihak-pihak yang ikut dalam rapat itu sebagaimana ditulis dalam notulen rapat seperti Gubernur BI Boediono, Menteri Keuangan Sri Mulyani, Sekertaris KSSK Raden Pardede dan lainnya harus diperiksa. “Nanti akan kelihatan siapa yang memutuskan Century diselamatkan,” tandas Drajad.

Terkait dengan ini pula, Drajad menyebutkan, upaya BPK, PPATK, serta hak angket Century dapat menjadi pembuka ‘kotak hitam kasus Century. “Saya kira KPK juga turun dalam bailout Bank Century. Karena definisi korupsi tidak hanya untuk memperkaya diri sendiri. Terkait administrasi juga masuk kategori korupsi,” paparnya.

Sebelumnya, Menteri Keuangan Sri Mulyani mengaku, proses pengucuran dana bailout Bank Century sesuai dengan standard Operational Procedure (SOP). “Kucuran dana Century sesuai SOP, prosesnya juga direkam. Kita sangat terbuka dengan audit BPK,” cetusnya di Jakarta.

Terkuaknya notulensi rapat KSSK pada 21 November 2008 itu menjadi salah satu bukti, betapa proses pengucuran dana talangan Bank Century menyisakan misteri yang perlu diungkap. Proses politik seperti hak angket di parlemen, idealnya tak hanya menjadi alat gertak pada pihak-pihak tertentu, namun semangat pengungkapan kasus menjadi tujuan utama atas uang rakyat itu. (inilah.com, 18/11/2009)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

*