HIP 4 Lampung: Mafioso Peradilan; Potret Bobroknya Sistem Sekuler

HTI Press. “Di Indonesia, kekuasaan adalah kenikmatan! Dari segi peradilan, hukum bisa dipolitisi, Penguasa kadang kalau sudah duduk, lupa berdiri” ujar pembicara yang mengenakan kacamata, Drs. Suwondo, S.H., M.H. (Akademisi Unila) yang mengundang tawa riuh peserta dalam HIP 4 di Masjid Taqwa, Tanjungkarang, Bandarlampung, Ahad (06/12/09) dengan tema “Mafioso Peradilan, Potret Bobroknya Sistem Sekuler”. Selain beliau yang didaulat sebagai pembicara ketiga, juga turut dihadirkan pembicara lain seperti Azmi Syahputra, S.H., M.H, dari Persatuan Advokat Indonesia (PERADI), R. Suprapto, S.H., (KEJATI Lampung), dan Ir. Dudy Arfian dari DPD I HTI Lampung. Dalam pemaparannya Azmi Syahputra menyoroti minimnya unsur ketaqwaan personal yang menyuburkan sikap “mafia” oleh oknum dalam peradilan. Acara HIP 4 yang semula direncanakan akan dilaksanakan  di Gedung Muhammadiyah ini berubah tempat. Panitia dari Hizbut Tahrir Chapter Kampus memulai acara di Masjid Taqwa dengan peserta lesehan. Acara digelar mulai pukul 09.00 WIB. Namun hal inti tak menyurutkan antusiasme peserta dari masyarakat, ikhwan maupun akhwat untuk mengikuti dari awal sampai selesai. Hal ini terbukti dari banyaknya pertanyaan ditujukan pada para pembicara.

Sebelumnya moderator acara, Diding Suhandy, S.T.P, M.Agr. mencontohkan fakta ketidakadilan hukum yang ada di Indonesia. Misalnya, kasus Mbah Minah (65), warga Dusun Sidoharjo, Desa Darmakradenan, Kec. Ajibarang, Kab. Banyumas dimejahijaukan dan dikenai hukuman percobaan 1,5 bulan penjara. Kasusnya hanya karena nenek renta itu mencuri tiga buah biji kakao senilai Rp.2000. Hal ini mengusik rasa keadilan, di sisi lain terpidana kasus Bank Century, Robert Tantular hanya divonis 4 tahun penjara karena “menggarong” dana sebesar Rp361,3 Miliar. Padahal seharusnya kalau Mbah Minah dihukum 1,5 bulan penjara gara-gara Rp2000,-, maka seharusnya Robert Tantular dihukum 406,46 juta bulan atau 33,87 juta tahun.

Menanggapi hal itu R. Suprapto, S.H. dari KEJATI Lampung yang mengenakan pakaian dinas mengatakan sebenarnya kasus ini tidak perlu sampai meja hijau. “Penyidikan dalam proses hukum itu memang tidak gampang. Keadilan sekarang dinilai secara subjektif. Kasus nenek Minah itu kita anggap tidak adil, tapi subjektif pihak perusahaan kakao menuntut  nenek Minah yang mencuri tiga buah kakao dihukum berat. Nah, disaat ini seorang aparat penegak hukum juga harus mendengar hati nuraninya” ujarnya.

Lebih lanjut, Perwakilan PERADI Lampung, Azmi Syahputra mengenakan kemeja putih dan celana hitam memberikan sebuah ilustrasi, kalau saja ada indikator yang bisa mengukur ketakwaan insan dan aparat penegak hukum, pasti dicari yang paling takwa. “Minimal seseorang yang berada dalam sebuah institusi hukum itu baik tauhidnya. Tentu kalau saya ditanya, adakah sistem yang paling baik tentunya sistem hukum yang berasal dari Allah SWT. Kalau hukum yang dibuat oleh manusia, pasti punya kepentingan. Mungkin orang-orang itu (mafia hukum) lupa, kalau dalam konstitusi kita ada kata-kata ‘Atas Berkat Rahmat Tuhan Yang Maha Kuasa’. Maka semua lini hukum dan peradilan harusnya berlandaskan itu”. Azmi juga menambahkan, “Hukum kita harus ada nilai nilai Islam. Karena itu buatan Allah SWT yang tidak ada kelemahannya. Azas praduga tak bersalah misalnya, mengajarkan agar kita tak suudzan. Islam mengajarkan hukum potong tangan, bukan hanya efek jera, tapi juga supaya tidak ada dendam. Hukum qishas berlaku, denda juga berlaku bila keluarga korban menuntutnya. Profesi penegak hukum itu mulia. Profesi apapun itu mulia, dari tukang becak sampai jaksa. Tapi jika seseorang melakukan kesalahan jangan disalahkan personalnya. Jika digigit jangan hancurkan sarangnya. Karena kita hidup dalam sistem. Apakah sudah berlandaskan Taqwa?”.

Moderator kedua, Warji, S.T.P, M.Si memberikan kesempatan pada peserta HIP untuk bertanya. Salah seorang peserta ingin mengetahui dari para pembicara, adakah solusi tuntas bagi problematika saat ini, dimana banyak mafioso peradilan dan korupsi di segala bidang? Ir. Dudy Arfian dari DPD I HTI Lampung dengan tegas mengatakan harus kembali kepada Islam. Dengan menerapkan sistem penggajian yang layak (bagi aparatur negara penegak hukum), pemberlakuan hukum yang tegas, adanya keteladanan dalam kepemimpinan, dan unsur ketaqwaan individu. Tak hanya itu, tapi juga harus menerapkan Islam secara kaffah (sempurna) pada semua sektor kehidupan, tidak hanya parsial. Mafioso peradilan dan korupsi sistemik  hanya dapat diberantas dengan menegakkan institusi Khilafah Islamiyah. []

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

*