JAKARTA–Juru Bicara Hizbut Tharir Indonesia (HTI), Ismail Yusanto, mengatakan peradaban Islam pasti bangkit kembali. Menurutnya, kunci utama kebangkitan itu adalah kembalinya aqidah, syariah, dan khilafah.
Ismail mengakui peradaban Islam itu ada dan pernah jaya. Ia menilai peradaban Islam adalah peradaban unggul, hal itu bisa dilihat dari kemampuan literasi, tradisi membaca dan menulis serta lahirnya banyak ilmuwan besar. “Keagungan peradaban Islam itu nyata, tidak ada peradaban lain yang memiliki kecuali Islam,” katanya dalam seminar Membangun Peradaban Islam dan Dunia dengan Damai, di Jakarta Islamic Center, Jakarta, Rabu (16/12).
Menurutnya ditengah hegemoni peradaban barat yang tampak mulai jompo ini, bahkan sedang menuju titik balik kearah kehancurannya, masa depan peradaban Islam akan tampil kepermukaan. “Itu pasti. Ini bukan jawaban yang sekedar sebuah apologia. Selama Al-quran ada, potensi kebangkitan kembali peradaban Islam juga tetap ada,” ungkapnya.
Namun Ismail juga mengakui untuk membangkitkan kembali peradaban Islam di masa yang akan datang perlu tenaga untuk merebutnya. Sebab, peradaban Islam bukan sesuatu yang muncul dengan sendirinya tapi muncul karena direbut dan melalui proses yang panjang.”Seperti yang terlihat dalam sejarah,” katanya.
Ia menjabarkan beberapa kunci yang menjadi dasar bangkit kembalinya peradaban Islam tersebut. Pertama adalah aqidah, yakni keyakinan kepada Allah. Kedua, adalah syariah, pengaturan. Ketiga adalah khilafah.”Itulah kunci yang menjadi akar tumbuh peradaban Islam, sekaligus penjaga eksistensi peradaban Islam. Peradaban Islam runtuh karena tidak ada khalifah, kesyariahan dan tidak ada yang menjaga aqidah,” tuturnya.
Ismail juga meyakini peradaban Islam dan peradaban sekuler/barat bisa berdampingan secara mutual aksklusif. Sekarang, tambahnya, tinggal tergantung kitanya, mau jadi aktor, penonton atau pengecam. “Harusnya kita bisa duduk bersama demi Islam yang rahmatan lil alamin, jika peradaban Islam tidak ada maka tidak akan muncul rahmatan lil alamin,” pungkasnya. (Republika online, 16/12/2009)