KOPENHAGEN–Pertemuan COP 15 gagal menghasilkan konsensus. ”Gagal, 97 persen gagal. Hanya keajaiban yang bisa mengubahnya,” kata Juru Bicara Kepresidenan Dino Pati Djalal kepada wartawan dalam pesawat kepresidenan, sesaat sebelum tinggal landas dari Kopenhagen, Sabtu (19) siang waktu setempat.
Sidang pleno yang digelar sejak Sabtu pagi gagal mengadopsi draf kesepakatan yang dibawa oleh kelompok 26 negara. Kelompok ini di dalamnya termasuk AS, India, Cina, Afsel, Brasil, serta Indonesia. Penentangan berasal dari beberapa negara seperti Sudan, Venezuela, dan Bolivia.
Sebelumnya, Sekjen PBB Ban Ki-moon dalam pernyataannya mengatakan, pertemuan iklim PBB terhindar dari gagal total setelah ada penentangan keras dari sejumlah negara terhadap kesepakatan dukungan Presiden Amerika Serikat Barack Obama dan lima negara ekonomi berkembang termasuk China.
“Akhirnya kami mensahkan sebuah kesepakatan. Copenhagen Accord (Traktat Kopenhagen) mungkin bukan hal yang diharapkan semua orang, namun keputusan ini adalah sebuah awal yang penting,” kata Sekretaris Jendral PBB Ban Ki-moon.
Namun keputusan yang dihasilkan dari pembicaraan maraton 193 negara tersebut mesti mencantumkan satu catatan untuk traktat baru berupa kesepakatan untuk memerangi pemanasan global pimpinan Amerika Serikat, China, India, Brazil dan Afrika Selatan itu.
Ke-193 negara segera mencabut dukungan penuhnya terhadap rancangan yang menyebutkan target batas pemanasan global maksimum 2 derajat Celcius dari era praindustri dan mencakupkan prospek bantuan tahunan 100 miliar dolar AS untuk negara berkembang mulai sampai 2020 tersebut.
Rancangan itu tidak menyebutkan secara khusus penurunan gas rumah kaca yang diperlukan untuk mencapai sasaran 2 derajat Celcius yang dipandang sebagai ambang batas bagi perubahan-perubahan membahayakan seperti banjir, kekeringan, longsor, badai gurun dan naiknya permukaan laut.
Kecam Rancangan AS
Dalam satu sesi pembicaraan tegang di larut malam, negosiasi berada di ujung tanduk ketika Sudan, Nicaragua, Kuba, Venezuela dan Bolivia bergiliran mengecam rancangan pimpinan AS itu setelah sekitar 120 pemimpin dunia meninggalkan perhelatan usai pertemuan puncak hari Jumat kemarin.
Pertemuan yang disponsori PBB itu tadinya ingin menyepakati (kesepakatan iklim) secara bulat. Namun, di bawah kompromi untuk menghindarkan kegagalan, kesepakatan itu mesti memuatkan daftar negara yang mendukung kesepakatan dan negara yang menentangnya.
Hasil kesepakatan itu bisa menghasilkan prakarsa penciptaan kebijakan iklim dunia terhadap Amerika Serikat dan China yang merupakan dua penghasil emisi gas rumah kaca terbesar dunia, dan menggarisbawahi kekurangan-kekurangan dalam proses negosiasi kacau balau yang disponsori PBB itu.
Satu rapat pleno semalaman yang diketuai Perdana Menteri Denmark Lars Lokke Rasmussen, sempat menabrak titik terjal manakala delegasi Sudan menyebut rancangan kesepakatan iklim itu akan membuat Afrika mengalami holocaust (pembasmian etnis). (Republika online, 20/12/2009)