Makassar, HTI Press. Sekitar kurang lebih 150 kaum muslimin, ikhwan akhwat berkumpul di Aula Masjid Aqsha Jl.Maipa. Meski hujan deras mengguyur sejak subuh hari, ternyata tidak menyurutkan antusiasme peserta untuk menghadiri undangan dari DPD I HTI Sulsel, selaku pelaksana Halqah islam & Peradaban. Tema yang di angkat oleh panitia pada HIP edisi ke 13 kali ini adalah Refleksi Hijrah dalam kehidupan masa kini.
” Momentum Hijrah kali ini harus dimaknai secara mendalam” ajak Humas DPD I HTI sulsel, Ustd. Hasanuddin Rasyid kepada para peserta, ketika memberikan sambutannya di awal acara. Dalam uraian sambutannya, Ustd. Hasanuddin lebih menekankan korelasi makna hijrah untuk kondisi bangsa Indonesia saat ini. “berbagai peristiwa mewarnai perjalanan kita satu tahun silam. Mulai dari hiruk pikuk pemilu dan pilkada, bangsa yang semakin liberal, bencana alam, fenomena aliran sesat, issue terorisme, pornografi dan pornoaksi, sepak terjang mafia peradilan hingga terakhir skandal bank century. “Kesemuanya itu memerlukan perenungan. Rusaknya bangsa ini karena sistemnya yang meninggalkan islam” tegas Hasanuddin yang juga menukil sebagaian isi pers release refleksi akhir tahun yang sudah diterbitkan oleh HTI.
Pandangan sama juga dilontarkan oleh KH. Drs. Baharuddin Pagim yang hadir sebagai pembicara I. “tugas kita saat ini sangat berat, realita yang tidak bisa dipungkiri adalah penentang penerapan syariat islam justru kebanyakan orang Islam. Makanya Peristiwa Hijrah dapat dimaknai sebagai upaya membangun image keislaman dan keimanan”. Lebih lanjut pemateri yang juga Ketua Muhammadiyah Sulsel ini menguraikan beberapa perkara jahiliyah yang perlu di tinggalkan diantaranya 1)Prasangka jahiliyah kepada Allah, dimana kita tidak menjadikan Allah sebagai satu-satunya penguasa alam semesta, 2)perilaku jahiliyah seperti pornografi dan pornoaksi, 3) Kesombongan jahiliyah, yakni saat ini kita terjebak kepada primordialisme dan asshabiyah golongan, dan yang 4) adalah penerapan hukum-hukum Jahiliyah, dimana syariat islam tidak lagi menjadi sebuah pegangan aturan kehidupan. “saat ini diperlukan upaya dakwah secara cultural dan dakwah secara structural untuk menghilangkan itu semua”.
Menanggapi hal tersebut, pemateri II, Guru besar UIN Alauddin Makassar Prof. Dr. Minhajuddin,MA memberikan pandangannya bahwa peristiwa hijrah menjadi barometer untuk mengukur kadar keimanan seseorang. “hijrah mengajarkan kita untuk menuju kesebuah perubahan yang lebih baik, semuanya itu dalam konteks Jihad fi sabilillah”. Hanya saja beliau sedikit menyayangkan sikap sebagian kalangan yang awalnya memperjuangkan islam justru larut dan hilang dalam pusaran kepentingan politik dan akhirnya meninggalkan entitas keislamannya. Beliau sendiri memandang bahwa HT sangat konsen di bidang politik, makanya beliau sedikit memberi pesan, “tapi tetap perlu ada yang bermain di politik, mudah-mudahan HT bisa tetap istiqomah” lanjut beliau.
Selain kedua pembicara tadi, masih ada dua pembicara lain yang memberikan refleksi hijrahnya. Pembicara ke III DR, H. Aan Farhani, LC, MA. Dan pembicara ke IV Ustd. Muhammad Shadiq, ketua Lajnah Tsaqafiyah DPD HTI Sulsel.
DR, H. Aan Farhani, LC, MA. Dalam pemaparannya menyatakan bahwa Hijrah bukan sebuah tindakan lari dari kesulitan dan halangan. “hijrah mengajarkan kepada kita semua bahwa disinilah arti pentingnya upaya untuk mempersiapkan kondisi yang kondusif dalam dakwah”. Islam bisa lebih maju di Madinah pasca hijrah dikarenakan dua hal, 1) karena islam sudah mayoritas, 2) karena pondasi islam sudah kokoh dan target dakwah sudah jelas. “Konstelasi politik sebelum dan pasca hijrah tentu sangat berbeda” ujar wakil ketua IKA Timur Tengah daerah sulsel ini.
Pembicara Terakhir, Ustad. Muhammad Shadiq selaku wakil dari HTI sulsel memberikan penegasan ulang terkait pemaknaan hijrah tersebut. Bahwa secara mutlak hijrah dalam assunnah dimaknai sebagai meninggalkan apa saja yang dilarang oleh Allah SWT termasuk meningalkan negeri syirik (kufur) menuju Dar al Islam. Kapitalisme – sekularisme dalam penerapannya telah terbukti menimbulkan banyak penderitaan bagi kaum muslim. Hanya dengan penerapan Syariah lah bangsa ini akan mengalami perubahan yang lebih baik. “inilah konteks hijrah yang hakiki, meninggalkan kapitalisme sekuler menuju penerapan islam secara kaffah dalam naungan daulah khilafah islamiyah”. [lajnah I’lamiyah DPD HTI Sulsel]