JAKARTA – Organisasi Nahdlatul Ulama (NU) yang menjadi ormas Islam terbesar di Indonesia hampir berusia 84 pada 31 Januari 2010. Tak lama dari itu, Maret 2010 NU juga bakal menggelar muktamar di Makassar. Mau ke mana NU ke depan?
Acara yang bertajuk Refleksi Akhir Tahun ‘Politik Kebangsaan untuk Membangun Indonesia yang Bermartabat dalam rangka Pra Muktamar ke-32 NU dihadiri sejumlah tokoh NU. Seperti Ketua Umum PBNU KH Hasyim Muzadi, Ketua MK Mahfud Md, Ketua MUI KH Ma’ruf Amin, mantan Menteri Agama Tholchah Hasan, anggota KPU Abdul Aziz, anggota BPK Ali Masykur Musa, anggota Komnas HAM Ahmad Baso, anggota Bawaslu Wahidah Suaib.
Tampak pula sejumlah anggota DPR seperti Effendi Choirie, A Malik Haramain, dan Lukman Edy (PKB), Arif Mudatsir Mandan, Romahurmuzy, dan Zaini Rahman (PPP), Idrus Marham (Partai Golkar). Tampak pula beberapa kandidat Ketua Umum PBNU Said Aqil Siradj, Slamet Effendi Yusuf, Masdar Farid Masudi, Achmad Bagja dan Ulil Abshar-Abdalla.
Dalam kesempatan itu Ketua Umum PBNU KH Hasyim Muzadi menegaskan acara refleksi akhir tahun PBNU sengaja didesain untuk mendengar masukan dari tokoh-tokoh NU dari berbagai latar belakang. “Saat ini NU ingin mendengar, apa yang diinginkan semua pihak tentang NU. Besok mau ketemu dengan partai politik yang selama ini mengklaim sebagai partai berbasis NU,” ujarnya di gedung PBNU, Jakarta, Selasa (29/12).
Dalam kesempatan itu Wakil Rois Aam KH Tholhah Hasan, menegaskan selama 20 tahun ini telah terjadi dinamika luar biasa di tubuh NU. Salah satunya, masuknya kader NU di sejumlah birokrat dan akademik. “Ini sebuah kekuatan yang tidak bisa dinafikan. Ini peluang mewujdukan Indonesia bermartabat,” tegas mantan Menteri Agama era Presiden KH Abdurrahman Wahid ini.
Sementara Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Mahfud MD menyebutkan tantangan Indonesia saat ini, bukan lagi perpecahan ideologis, tetapi tantangan nasionalisme adalah keadilan. “Negara ini akan hancur kalau keadilan tidak ditegakkan. Saya mengusulkan, bagaimana NU memperjuangkan penegakan keadilan substansial. Karena penegakan hukum saat ini lebih prosedural,” ujarnya.
Menurut dia, jika gagasan ini digerakkan oleh NU, maka upaya untuk menuju keadilan substansial bisa terwujud.
Sedangkan Sekjen DPP Partai Golkar Idrus Marham yang juga kader NU, mengibaratkan NU seperti payung yang bisa memayungi seluruh kader. Menurut dia, payung akan efektif jika dipegang erat-erat agar tidak dibawa angin. “Masa depan NU sangat tergantung kader-kader NU. Apa merasa dipayungi atau tidak? Kalau payung harus hati-hati meletakkannya. Jangan payung diojekin, Payung harus fungsional seluruh kader, agar berbuah untuk kebesaran NU. Perlu dibuat formulasinya ke depan,” harapnya.
Sementara anggota BPK Ali Masykur Musa yang juga bekas politisi PKB menyebutkan secara wacana dan kajian (halaqah) NU telah mengusai. Namun untuk urusan pergerakan (harakah), NU kalah dengan ormas Hizbut Tahrir Indonesia (HTI). “NU harakah kalah dengan HTI. Umat melihat, siapa yang menjadi harakah Indonesia? Kalau halaqah sudah pandai,” cetusnya.
Acara ini semula akan dimanfaatkan untuk menyampaikan visi-misi para kandidat Ketua Umum PBNU. Namun rencana itu diurungkan oleh Ketua Umum PBNU KH Hasyim Muzadi. Namun Hasyim justru merespon beberapa pernyataan para kader NU. (inilah.com, 30/12/2009)