Mulai 1 Januari 2010, Indonesia harus membuka pasar dalam negeri secara luas kepada negara-negara ASEAN dan Cina. Sebaliknya, Indonesia dipandang akan mendapatkan kesempatan lebih luas untuk memasuki pasar dalam negeri negara-negara tersebut.
Pembukaan pasar ini merupakan perwujudan dari perjanjian perdagangan bebas antara enam negara anggota ASEAN (Indonesia, Thailand, Malaysia, Singapura, Filipina dan Brunei Darussalam) dengan Cina, yang disebut dengan ASEAN-China Free Trade Agreement (ACFTA). Perjanjian ini sebenarnya sudah direncanakan sejak tahun 2002. Pertanyaannya, apakah kebijakan pasar bebas ini akan membawa perubahan nasib rakyat negeri ini yang masih dihimpit dengan kemiskinan?
Pro-Kontra Pasar Bebas ASEAN-Cina
Pihak yang pro menyatakan ACFTA tidak hanya berarti ancaman serbuan produk-produk Cina ke Idonesia, tetapi juga peluang Indonesia untuk meningkatkan ekspor ke Cina dan negara-negara ASEAN. Menteri Perdagangan Mari Elka Pangestu menegaskan bahwa free trade agreement (FTA) memberikan banyak manfaat bagi ekspor dan penanaman modal di Indonesia (Kompas, 5/1/2010).
Kekhawatiran akan dampak negatif perdagangan bebas ASEAN-Cina juga ditepis Pemerintah melalui Kepala Badan Kebijakan Fiskal Departemen Keuangan Anggito Abimanyu. Menurut Abimanyu, proporsi perdagangan antara Indonesia, ASEAN dan Cina hanya 20% saja.
Sebaliknya, Ernovian G Ismy, Sekjen Asosiasi Pertekstilan Indonesia menyatakan kekhawatirannya atas pemberlakukan perdagangan bebas ASEAN-Cina, di antaranya terjadinya perubahan pola usaha yang ada dari pengusaha menjadi pedagang. Intinya, jika berdagang lebih menguntungkan karena faktor harga barang-barang impor yang lebih murah, akan banyak industri nasional dan lokal yang gulung tikar hingga akhirnya berpindah menjadi pedagang saja (Republika, 4/1/2010).
Ernovian mencontohkan, jumlah industri tekstil dari kelas industri kecil hingga besar bisa mencapai 2.000. Jika setiap industri tekstil mampu menyerap 12-50 orang tenaga kerja, maka bisa dibayangkan kehancuran industri karena akan banyak pengusaha yang beralih dari produsen tekstil menjadi pedagang. Hal ini sekaligus berdampak pada berkurangnya penyerapan tenaga kerja.
Mantan Dirjen Bea Cukai, Anwar Surijadi, juga mempertanyakan manfaat pemberlakukan perdagangan bebas ini bagi masyarakat (Republika, 4/1/2010).
Hal yang sangat dikhawatirkan mengenai dominasi Cina terhadap Indonesia juga disampaikan Menteri Perindustrian MS Hidayat. Menurut Hidayat, dalam kerangka ACFTA yang berlatar belakang semangat bisnis, Cina bisa berbuat apa pun untuk mempengaruhi Indonesia mengingat kekuatan ekonominya jauh di atas Indonesia (Bisnis Indonesia, 9/1/2010).
Pelaku pasar di sektor usaha kecil memahami dan merasakan betul risiko dan dampak dari perdagangan bebas ini. Sekitar 1.000 orang pelaku usaha kecil dan menengah yang tergabung dalam komunitas UMKM DI Yogyakarta mendatangi Dewan Perwakilan Rakyat Daerah DIY, Senin (11/1/2010). Mereka mendesak DPRD, DPR dan pemerintah pusat melindungi produk-produk UMKM yang terancam produk-produk Cina seperti batik, tekstil, kerajinan, jamu dan lainnya. Para petani di bagian Indonesia timur juga mengeluh dan mengkawatirkan dampak matinya produk beras mereka. (Antara, 11/1/2010). Masih banyak lagi kenyataan yang menunjukkan bahwa perdagangan bebas secara liar justru akan menjerumuskan rakyat ke dalam jurang kemiskinan dan menjadikan rakyat hanya sebatas konsumen, jongos bahkan lebih buruk dari itu.
‘Bunuh Diri Ekonomi’
Sebelum adanya perjanjian perdagangan bebas dengan Cina saja, kita sudah mendapatkan hampir segala lini produk yang dipergunakan di rumah dan perkantoran bertuliskan Made in China. Bahkan tidak sedikit produk dari negara maju yang masuk ke Indonesia pun mengikutsertakan produk Cina sebagai perlengkapannya. Seorang ekonom yang juga pejabat menteri ekonomi di Kabinet Pemerintahan sekarang mengomentari bahwa dengan dimulainya perdagangan bebas Indonesia-Cina, serbuan produk Cina ke Indonesia akan “seperti air bah”.
Karena itu, pemberlakuan pasar bebas ASEAN-Cina sudah pasti menimbulkan dampak sangat negatif. Pertama: serbuan produk asing terutama dari Cina dapat mengakibatkan kehancuran sektor-sektor ekonomi yang diserbu. Padahal sebelum tahun 2009 saja Indonesia telah mengalami proses deindustrialisasi (penurunan industri). Berdasarkan data Kamar Dagang dan Industri (KADIN) Indonesia, peran industri pengolahan mengalami penurunan dari 28,1% pada 2004 menjadi 27,9% pada 2008. Diproyeksikan 5 tahun ke depan penanaman modal di sektor industri pengolahan mengalami penurunan US$ 5 miliar yang sebagian besar dipicu oleh penutupan sentra-sentra usaha strategis IKM (industri kecil menegah). Jumlah IKM yang terdaftar pada Kementrian Perindustrian tahun 2008 mencapai 16.806 dengan skala modal Rp 1 miliar hingga Rp 5 miliar. Dari jumlah tersebut, 85% di antaranya akan mengalami kesulitan dalam menghadapi persaingan dengan produk dari Cina (Bisnis Indonesia, 9/1/2010).
Kedua: pasar dalam negeri yang diserbu produk asing dengan kualitas dan harga yang sangat bersaing akan mendorong pengusaha dalam negeri berpindah usaha dari produsen di berbagai sektor ekonomi menjadi importir atau pedagang saja. Sebagai contoh, harga tekstil dan produk tekstik (TPT) Cina lebih murah antara 15% hingga 25%. Menurut Wakil Ketua Umum Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API), Ade Sudrajat Usman, selisih 5% saja sudah membuat industri lokal kelabakan, apalagi perbedaannya besar (Bisnis Indonesia, 9/1/2010). Hal yang sangat memungkinkan bagi pengusaha lokal untuk bertahan hidup adalah bersikap pragmatis, yakni dengan banting setir dari produsen tekstil menjadi importir tekstil Cina atau setidaknya pedagang tekstil. Sederhananya, "Buat apa memproduksi tekstil bila kalah bersaing? Lebih baik impor saja, murah dan tidak perlu repot-repot jika diproduksi sendiri."
Gejala inilah yang mulai tampak sejak awal tahun 2010. Misal, para pedagang jamu sangat senang dengan membanjirnya produk jamu Cina secara legal yang harganya murah dan dianggap lebih manjur dibandingkan dengan jamu lokal. Akibatnya, produsen jamu lokal terancam gulung tikar.
Ketiga: karakter perekomian dalam negeri akan semakin tidak mandiri dan lemah. Segalanya bergantung pada asing. Bahkan produk "tetek bengek" seperti jarum saja harus diimpor. Jika banyak sektor ekonomi bergantung pada impor, sedangkan sektor-sektor vital ekonomi dalam negeri juga sudah dirambah dan dikuasai asing, maka apalagi yang bisa diharapkan dari kekuatan ekonomi Indonesia?
Keempat: jika di dalam negeri saja kalah bersaing, bagaimana mungkin produk-produk Indonesia memiliki kemampuan hebat bersaing di pasar ASEAN dan Cina? Data menunjukkan bahwa tren pertumbuhan ekspor non-migas Indonesia ke Cina sejak 2004 hingga 2008 hanya 24,95%, sedangkan tren pertumbuhan ekspor Cina ke Indonesia mencapai 35,09%. Kalaupun ekspor Indonesia bisa digenjot, yang sangat mungkin berkembang adalah ekspor bahan mentah, bukannya hasil olahan yang memiliki nilai tambah seperti ekspor hasil industri. Pola ini malah sangat digemari oleh Cina yang memang sedang "haus" bahan mentah dan sumber energi untuk menggerakkan ekonominya.
Kelima: peranan produksi terutama sektor industri manufaktur dan IKM dalam pasar nasional akan terpangkas dan digantikan impor. Dampaknya, ketersediaan lapangan kerja semakin menurun. Padahal setiap tahun angkatan kerja baru bertambah lebih dari 2 juta orang, sementara pada periode Agustus 2009 saja jumlah pengangguran terbuka di Indonesia mencapai 8,96 juta orang.
Walhasil, perdagangan bebas yang dijalani Pemerintah hakikatnya adalah ‘bunuh diri’ secara ekonomi.
Perdagangan Bebas: Haram!
Pada prinsipnya pasar bebas merupakan bagian dari paket liberalisasi ekonomi. Liberalisasi ekonomi, selain berarti menghilangkan peran dan tanggungjawab pemerintah dalam sektor ekonomi, kemudian menyerahkan semuanya kepada individu dan mekanisme pasar (kekuatan penawaran dan permintaan). Liberalisasi ini sekaligus akan merobohkan hambatan untuk perdagangan internasional dan investasi agar semua negara bisa mendapatkan keuntungan dari perdagangan dan mengalirnya investasi.
Pandangan ini jelas bertentangan dengan Islam dilihat dari tiga aspek:
Pertama, dihilangkannya peran negara dan pemerintah di tengah-tengah masyarakat, yang notabene harus berperan dan bertanggung jawab terhadap seluruh urusan rakyatnya. Padahal dengan tegas Rasulullah saw. bersabda:
فَاْلأَمِيرُ الَّذِي عَلَى النَّاسِ رَاعٍ وَهُوَ مَسْئُولٌ عَنْهُمْ
Pemimpin (kepala negara) adalah pengurus rakyat dan ia bertanggung jawab atas pengurusan mereka (HR Muslim).
Kedua, perdagangan bebas, dimana seluruh pemain dunia, bisa bermain di dalam pasar domestik tanpa hambatan, tanpa lagi dilihat apakah pemain tersebut berasal dari Dar al-Harb Fi’lan atau tidak, juga jelas bertentangan dengan Islam. Sebab, Islam memandang perdagangan internasional tersebut berdasarkan pelakunya; jika berasal dari Dar al-Harb Fi’lan, seperti AS, Inggeris, Perancis, Rusia, dsb, jelas haram.
Ketiga, perdagangan bebas, dari aspek kebebasan masuknya investasi dan dominasi asing di dalam pasar domestik, jelas menjadi sarana penjajahan yang paling efektif, dan membahayakan perekonomian negeri ini. Dalam hal ini, jelas haram, karena Allah SWT berfirman:
وَلَنْ يَجْعَلَ اللَّهُ لِلْكَافِرِينَ عَلَى الْمُؤْمِنِينَ سَبِيلا
Allah sekali-kali tidak akan memberikan jalan kepada orang-orang kafir untuk memusnahkan orang-orang Mukmin (Q.s. an-Nisa’ [04]: 141).
Selain itu, Nabi saw. juga bersabda:
لاَ ضَرَرَ وَلاَ ضِرَارَ فِي الإسْلاَمِ
Tidak boleh ada bahaya dan dhirar di dalam Islam (H.r. Ibn Majah)
Perjanjian perdagangan bebas seperti ACFTA merupakan bentuk penghianatan terhadap rakyat yang seharusnya dilindungi dari ketidakberdayaan ekonomi. Dengan perjanjian tersebut, sengaja atau tidak, Pemerintah telah membunuh usaha dan industri dalam negeri baik skala besar apalagi skala kecil, yang tentu akan berdampak pada makin meningkatnya angka pengangguran.
Sesunguhnya Islam telah menawarkan kepada umat suatu sistem ekonomi yang dapat membangun kemandirian negara sekaligus menjamin berkembangnya industri-industri dalam negeri serta sektor ekonomi lainnya. Sistem Ekonomi Islam mengatur kepemilikan individu, kepemilikan negara dan kepemilikan umum. Kewajiban negara adalah memastikan tersedianya bahan baku, energi, modal dan pembinaan terhadap pelaku ekonomi rakyatnya. Negara juga wajib mengatur ekspor dan impor barang sehingga betul-betul bisa mendatangkan kemaslahatan bagi masyarakat. Eskpor bahan mentah, misalnya, seharusnya dibatasi. Sebaliknya, ekspor barang-barang hasil pengolahan yang lebih memiliki nilai tambah harus terus ditingkatkan selama telah memenuhi kebutuhan dalam negeri. Sebaliknya, impor barang-barang yang bisa mengancam industri dalam negeri harus dibatasi. Impor seharusnya hanya terbatas pada barang-barang yang bisa memperkuat industri di dalam negeri. Semua itu dilakukan antara lain dalam melindungi berbagai kepentingan masyarakat. Sebab, kewajiban negaralah untuk menjadi pelindung bagi rakyatnya. Wallâhu a’lam bi ash-shawâb. []
KOMENTAR ALISLAM:
Presiden SBY berjanji akan terus tingkatkan kualitas demokrasi (Kompas, 12/1/2010).
Demokrasi yang bekualitas tak menjamin apapun selain menjadi sumber kesengsaraan.
ini memang sudah direncanakan oleh kaum kapitalis untuk membunuh ekonomi indonesia secara pelan-pelan, oleh karena itu kita harus tolak sencana jahan mereka dengan segenap kemampuan yang kita miliki
Coba bayangkan, dulu saja barang-barang selundupan dari China yang banyak membanjiri pasar domestik membuat produk-produk lokal cukup dibuat ketar-ketir. lantas bagaimana sekarang dengan tarif bea masuk 0% bukankah barang-barang China akan semakin leluasa masuk pasar lokal? Dan bukankah ini, akan semakin menenggelamkan negeri ini kedalam jebakan kolonialisme ekonomi global.
Disamping itu, kinerja industri manufaktur di dalam negeri yang sejak terpukul krisis keuangan global pun terus mengalami penurunan daya saing akibat dililit berbagai faktor seperti keterbatasan modal kerja, beban biaya ekonomi tinggi dan pelemahan kurs rupiah terhadap dolar AS yang sempat membuat harga bahan baku impor menjadi sangat tinggi. Semua kondisi ini membuat produk akhir yang dihasilkan menjadi kelewat mahal dan sulit dijual ketika harus bersaing dengan produk China.
alih-alih meningkatkan ekonomi rakyat yang terjadi malah pembunuhan sistemik terhadap produk lokal dan pasar lokal yang ujungnya banyak perusahaan yang akan bangkrut,disusul dengan tingkat pengangguran yang melonjak dan pada akhirnya kesengsaraan rakyat semakin bertambah……naudzubillah…..
al islam telah memberikan pencerahan berpikir bahwa selama ini banyaknya beredar pemikiran bahwa politik itu kotor ternyata salah besar begitulah komentar teman saya yang selalu membaca al islam.Maka jangan remehkan menyebarkan al islam…….wassalam.
Akhirnya…..umat Islam sendiri yang akan menjadi korban dari “dagelan” Kapitalisme……sungguh luarbiasa mereka merancang dan merekayasa segalanya untuk mengokohkan kaki mereka…tapi, Makar ALLAH jauh lebih hebat…..Semangat terus Pejuang Islam…Allahu Akbar
ini bukti pengkhianatan pemerintah
Assalamu’alaikum Ust,materi2 al Islam semuanya bagus2.Dulu saya pernah mengkoleksi buletin hingga menjadi buku. kiranya untuk memudahkan lagi membaca edisi lama mohon dibuatkan kumpulan al Islam edisi 1 s.d terakhir atau edisi per tahun dalam format CHM. Situs2 islami yang lain sudah banyak yang membuat artikel2 Islami dalam format itu. mudah2an berkah Ust.
Inilah bukti kesalahan pemerintah kita. Yang tidak berpihak pada Rakyatnya! Semua tergadai di kepentingan kapitalis.. Rakyat melarat ini adalah tali yang akan menjerat leher kalian tanpa kalian sadari. Perdagangan global seperti ini sangat BERBAHAYA… Untk saran dari saya cintailah produk kita sendiri made in indonesia
pun demikian,,,, mari kita cermati kwalitasnya,,,, pasti anda percaya bahwa pada gilirannya dalam waktu relatif cepat Indonesia kita akan menjadi GUDANG PEMBUANGAN SAMPAH RAKSASA….. yaa gudang sampah raksasa…. tidak cukup TPA Bantar Gebang….., ya materi-materi berbahaya yang merusak kesehatan,,, pada saatnya manusia Indonesia akan kehilangan generasi,,,, karena limbah beracun dari barang import, yang tak berperikemanusiaan, sadarlah wahai para penguasa,,,, dipundakmulah tugas berat ini,,,, jangan kau hancurkan bangsamu sendiri
Masihkah percaya kepada Pejabat yang minta dilayani rakyatnya, dan dah terbukti merampok uang rakyat tapi tetap aja berkuasa, na’udubillahi min dzalik
pemerintah pengen bangsa indonesia maju N sejahtera tapi, malah menghancurkannya.se akan rakyat indonesia g’x da guna.
cita-cita pemerintah bangsa untung rakyat buntung.
saya jadi bingung dengan kemauan bangsa ini. maunya baik tetepi semua fihak tidak bau berlaku baik. ketidak jujuran dan ketidak adilan melekat dalam diri sanubari bangsa ini. say jadi berfikir, sepertinya solusi satu-satunya adalah revolusi. tetapi butuh manusi agung dan konsep yang agung juga. konsep yang agung telah ada (Al Quran & Sunah) tetapi manusia agung yang menjadi pernggerak arah bang saini siapa?
reformasi aalah pengalaman yang ebrharga meskipun belum mencapai keberhasilan sempurna. perlu diatat, ketika reformasi bergulir, kuasa diktator telah di turunkan namun dilanjutka dengan penguasa dan jaringan dibawah penguasa yang nggaka karu-karuan yang hanya mementingkan perutnya sendiri.
Sudahlah nyerah aja, negeri ini mmg sdah dirancang akan menjadi tempat pemasaran produk2 china sepanjang masa, karena itu kemiskinan dan kebodohan serta ketergantungan pada produk asing diperlihara, dg kondisi ini bangsa ini akan menjadi konsumen abadi brg2 china, krn dg kemiskinan dan kebodohan, mustahil bangsa ini mampu beli brg2 berkualitas dari eropa atau jepang, cm mampu beli brg china. Ketidakmampuan memproduksi sndiri jg di pelihara agar bergantung impor, selamanya.
tingkatkan mutudan kualitas produk dalam negri dan cintai produk dalam negri
Ass.Wr.Wb.
Setuju sekali pendapat ini, hanya saja, keadaan sudah “given”. jadi kini, masalahnya bukan terima atau tidak ACFTA akan tetapi : bagaimana bisa hidup dalam keadaan begini ?
buat qta bangsa indonesia, mulai dri skrg harus cinta produk dlm negri.jgn bangga membeli produk luar!! ayo mulai dari diri sendiri.ciptakan cinta produk indonesia.cina menang murah, tapi kualitas g ad apa2nya dibanding indonesia.hidup indonesia.sukses tuk kita semua.tetap OPTIMIS
kenapa semua orang hanya mencermati ACFTA dari segi negatifnya saja? sepertinya Cina adalah monster yang akan menerkam Indonesia dan Indonesia hanya akan DIAM saja.
padahal pada kenuyataannya, agreement ini berbicara mengenai ASEAN dan CINA, BUKAN INDONESIA dan CINA.
ada negara lain di dalam perjanjian itu yang jangan dilupakan.
Indonesia sedang butuh kepercayaan diri untuk menghadapi ini bukan malah rongrongan dari dalam yang malah membuat kesdaan tambah tidak kondusif.
apa yang sudah kita lakukan?coba cek barang2 di rumah, lebih banyak produk lokal atau produk luar negeri?khususnya produk China?pemerintah tidak bisa bertindak sendiri, butuh bantuan dari masyarakat. Mungkin kita bs contoh Jepang, mereka sangat cinta dg produk dalam negeri. Meski harganya mahal, mereka lebih pilih produk dalam negeri. Bagaimana dengan masyarakat Indonesia?
Selain itu, sikap pesimis ga akan menghasilkan apa2 selain kemunduran. Terus berusaha jadi lebih baik. Kalau ga percaya sama pemerintah, y ga usah terlalu berharap kepada mereka. Kita masih bs berkembang sendiri kan? Ayo, benahi diri kita masing2 dulu.
Sebelum diberlakukannya ACFTA juga kita sudah DIAJAJH sama produk2 cina, apalagi SEKARANG……intinya “Pemerintah kita kurang TEGAS dalam mengantisipasi semuanya ini, hanya bisa bikin berbagai peraturan dan perundang-undangan tanpa implementasi yang jelas; gampang menetujui perjanjian tanpa memikirkan dampak yang diakibatkan”. Marilah kt bersatu untuk menegakan WIBAWA Bangsa yang kita Cintai ini…….
Ass.Wr.Wb.
kita tidak dapat untuk selamanya menutup diri dari dunia internasional. globalisasi telah terjadi dengan berbagai macam faktor. jika memang kita semua memilih untuk terus larut dalam amarah dengan keadaan sekarang ini. kita dapat dengan sepuas-puasnya menyalahkan orang lain dan pemerintah, dan takdir sendiri sekalipun. tidak akan perubahan.
lagipula adanya produk-produk dari luar negeri tidak terlepas dari alasan yang, menurut saya, adalah paling utama, yaitu karena ada permintaan dari sebuah pasar (dalam konteks ini, pasar itu adalah negara kita).
tidak ada bedanya, rakyat kita beli barang dari eropa, maupun cina. barang-barang tersebut berasal dari luar negeri. jika diperhatikan kita tidak cinta kepada barang-barang dalam negeri (dalam logika ekstrim, apakah kita sesungguhnya masih cinta dengan negeri ini?).
dengan sikap apatis tersebut terhadap asal barang-barang yang kita beli, para pengusaha kita tidak akan pernah dapat dukungan yang mereka butuhkan untuk bersaing dengan “penjajah” dalam era modern ini.
dampak krisis keuangan global tidak begitu menyentuh kawasan asia tenggara, termasuk indonesia, itu jika dibandingkan dengan america, maupun eropa. bukti atas pernyataan tersebut adalah tertariknya uni eropa untuk melakukan kerja sama dengan asean. padahal pada masa sebelum krisis keuangan global, uni eropa tidak sekalipun terlihat ingin bekerja sama dengan asean. dengan ini, mereka secara tidak langsung, mengakui bahwa anggota-anggota asean memiliki potensi yang besar dalam perekonomian dunia.
untuk bangkit dari kebodohan dan kemiskinan, adalah sebuah pilihan. perubahan tidak akan datang dengan sendirinya. lihatlah sejarah barat. mereka memperjuangkan segalanya, hingga mencapai keadaan sekarang ini. saya bukannya membenarkan segalanya tentang dunia barat (dan sepatutnya saya kira untuk menekan hal ini). mereka (sepertinya) sadar bahwa untuk mencapai kejayaan, adalah tidak datang dengan sendirinya.
ini adalah perjanjian ASEAN (The Association of Southeast Asian Nations), yang anggotanya adalah bukan hanya indonesia, dengan cina. kita tidak sendirian menghadapi perdagangan bebas dengan cina. kita juga bukan pertama kali menghadapi perdagangan bebas. kita sudah memasuki perdagangan bebas, yaitu AFTA, sebelum ini, pada tahun 2002. ataukah kita akan mengakui bahwa singapore, atau malaysia, adalah lebih baik daripada kita? saya harap tidak adalah jawabannya.
tetaplah optimis. cintailah produk dalam negeri. sikap pesimis akan menghasilkan kemunduran yang lebih jauh. sebaliknya, kemajuan adalah sebuah pilihan.
Wassalam.
setidaknya pemerintah juga wajib membantu usahawan kita agar bisa meningkatkan kualitas produk untuk bersaing,bukan maju perang tanpa punya senjata yang ampuh dan efektif untuk menang dalam persaingan……
Sekarang apabilan hanya menyalahkan pemerintah saja dan tidak melakukan apapun, apa yang akan etrjadi?? Kehancuranlah di depan mata.. Maka, dimulai dari kita, terutama pemuda bangsa, untuk memajukan dan menunjukkan loyalitas kita pada bangsa. Bila makan masih di KFC, hape masih produk ‘mereka’, dan berbagai divisi lain, pantaskah kita untuk menggugat??
Sebelum diberlakukannya ACFTA juga kita sudah DIAJAJH sama produk2 cina, apalagi SEKARANG……intinya “Pemerintah kita kurang TEGAS dalam mengantisipasi semuanya ini, hanya bisa bikin berbagai peraturan dan perundang-undangan tanpa implementasi yang jelas; gampang menetujui perjanjian tanpa memikirkan dampak yang diakibatkan”. Marilah kt bersatu untuk menegakan WIBAWA Bangsa yang kita Cintai ini…….
emangnya sudah menjadi suatu keharusan bagi semua negara2 untuk membuka diri akan adanya perdagangan bebas ini? ataukah indonesia ada pilihan untuk bs mnolak atau tdak?
kalau memang ACFTA di berlakukan di indonesia…pemerintah indonesia harus siap untuk membantu para UKM yang kalah bersaing dengan pedagang cina nantik…….paling penting dalam bidang prmodalan dan pengetahuan
satu-satunya yg berhak mengatasi dan menghentikan hal ini adalah kepala negara, karna mau tidak mau,,, suka tidak suka kalau Pemimpin sudah mengambil sikap dan bisa memilah2 dari awal kerja sama pasti hal ini tidak akan terjadi dan menjadi masalah klimaks di periode pergntian Pemimpin negara selanjutnya.
dikarenakan makelar bisa menaikin harga produk kualitas murah berkali lipat dari produk original