SEMAKIN banyak saksi yang diperiksa Pansus Angket Bank Century, semakin kabur duduk perkara yang hendak dikuliti. Anggota pansus ke sana kemari dengan berbagai pertanyaan dan pernyataan yang semakin kehilangan fokus dan kecerdasan.
Salah satu perkara penting yang diabaikan, padahal seharusnya terus dikejar, adalah perihal terjadinya perubahan penilaian yang mendadak dan dramatis mengenai kondisi perekonomian Indonesia pada 20 November 2008. Mendadak karena perubahan terjadi hanya dalam tempo beberapa jam.
Dramatis karena penilaian berubah dari cerah menjadi gelap. Padahal inilah yang mendasari ‘judgment’ menyelamatkan Bank Century.
Alkisah, pada 20 November 2008 itu, Jusuf Kalla menggelar rapat yang dihadiri antara lain Menteri Keuangan Sri Mulyani dan Gubernur Bank Indonesia Boediono. Posisi Jusuf Kalla dalam rapat itu sangat istimewa, yaitu bukan semata sebagai wakil presiden, melainkan sebagai wakil presiden yang melaksanakan tugas sehari-hari presiden.
Mengapa? Sebab, saat itu (13 November-26 November 2008), Presiden Susilo Bambang Yudhoyono sedang melakukan kunjungan kerja ke luar negeri. Berdasarkan aturan perundang-undangan, pada saat presiden melaksanakan kunjungan kerja ke luar negeri, presiden menerbitkan keputusan presiden tentang penugasan wakil presiden melaksanakan tugas sehari-hari presiden.
Dan itulah yang dilakukan Presiden Yudhoyono. Ia menerbitkan Keppres Nomor 28 Tahun 2008, yang menugaskan Wakil Presiden Jusuf Kalla untuk melaksanakan tugas sehari-hari presiden. Sebagaimana diatur dalam Pasal 1 ayat (2) Keppres 20/2000, tugas itu antara lain memimpin sidang kabinet, memberi pengarahan pelaksanaan kebijakan kepada para menteri, dan tugas pemerintahan sehari-hari lainnya.
Itu berarti, 13 November 2008 hingga 26 November 2008 itu, penanggung jawab tertinggi pemerintahan berada di atas pundak Kalla.
Jadi, jelas dan tegas, dalam kapasitas itulah Jusuf Kalla menggelar rapat 20 November 2008. Rapat itu membahas situasi perekonomian nasional di tengah badai krisis global. Setelah mendengarkan penjelasan Boediono, rapat menilai bahwa fondasi perekonomian cukup kukuh sehingga pemerintah percaya diri.
Akan tetapi, hanya selang 1 jam setelah rapat di Kantor Wapres itu, Menteri Keuangan selaku Ketua Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK) dan Boediono menggelar rapat di Departemen Keuangan. Rapat yang berlangsung hingga keesokan harinya itu justru memutuskan ‘bailout’ Bank Century dengan alasan bahwa bila tidak diselamatkan, akan menimbulkan dampak sistemik pada perbankan nasional. Artinya, rapat itu melihat kondisi perekonomian nasional cukup rapuh.
Mengapa terjadi perubahan penilaian itu? Mengapa perubahan penilaian keadaan perekonomian dari cerah menjadi sangat gelap itu tidak dilaporkan kepada Kalla yang mengemban tugas presiden? Adakah agenda tersembunyi untuk menyelamatkan Century?
Pansus seharusnya fokus pada 20 November 2008 itu. Pansus seharusnya mengejar habis-habisan drama yang terjadi pada hari itu, yaitu mengapa sampai terjadi perubahan penilaian yang luar biasa hanya dalam beberapa jam. Tidakkah di situ terjadi kebohongan luar biasa? Yaitu kebohongan menyangkut penilaian kondisi perekonomian Indonesia yang dilaporkan kepada Jusuf Kalla pada 20 November 2008. (editorial mediaindonesia, 20/1/2010)