Polisi Muslim Protes Kebijakan Antiterorisme Inggris

LONDON-Delapan tahun terlibat bersama dalam memerangi terorisme, akhirnya polisi Muslim di Inggris gerah juga. Pasalnya kebijakan antiteror yang diterapkan pemerintah Inggris selama ini dinilai cenderung fokus terhadap Muslim dan menuding Islam sebagai dalang utama semua aksi terorisme.

Petugas polisi Muslim di Inggris,  secara terbuka menentang strategi antiterorisme tersebut. Mereka juga memperingatkan, strategi itu juga berpotensi memicu konflik etnis.

Asosiasi Polisi Muslim Nasional (NAMP) menyatakan para menteri berbuat kesalahan dengan menuding Islam sebagai satu-satunya dalang. Bagi mereka, ekstremis ultrakanan merupakan ancaman jauh lebih berbahaya terhadap keamanan nasional.

Anggota NAMP, menyuarakan pendapat di depan anggota parlemen, bahwa Muslim telah distigmatisasi oleh upaya pemerintah dalam mematahkan terorisme. Strategi itu, imbuh mereka, justru menambah kebencian di masyarakat. Mereka menuntut, kebijakan anti-terorisme pemerintah Inggris tidak diteruskan tanpa dikaji ulang.

Pernyataan-pernyataan itu, yang dituangkan dalam momerandum tujuh halaman ditujukan kepada panitia khusus investigasi ekstrimisme parlemen, Kamis (21/1), bisa jadi membuat merah wajah Gordon Brown. Momerandum itu mengindikasikan bahwa polisi Muslim enggan ambil bagian lebih jauh dalam kampanye anti-terorisme.

Sebelumnya PM Gordon Brown, pernah mempublikasikan dukungan terhadap organisasi yang kini membawahi lebih dari 2.000 anggota. Gordon Brown bahkan menyatakan NAMP, yang dibentuk pada 2007, sangat krusial untuk menjembatani sejarah terpisah antara Muslim dan kepolisian Inggris.

Ada keprihatinan berkembang tentang radikalisasi Muslim di Inggris. Harian Daily Telegraph, mengungkap pekan lalu, bahwa agen intelijen Amerika meyakini Inggris memiliki ekstrimis Islam terbesar dibanding negara Barat mana pun. Itu pula yang menjadi landasan kritik NAMP–pertama kalinys–terhadap kebijakan pemerintah.

Dalam analisa organisasi atas strategi Pencegahan–nama seperangkat kebijakan yang ditujukan pemerintah Inggris dalam menghadapi radikalisasi Muslim–NAMP menyorot strategi tersebut secara historis hanya fokus pada ekstrimisme Islam.

“(Kebijakan) ini telah mengarah ke komunitas kulit hitam dan etnis minoritas, serta grup keyakinan terbesar di Inggris, dengan tindakan tanpa preseden dan penuh stigma ketika diterapkan.

“Tidak pernah sebelumnya dalam sejarah, sebuah komunitas dipetakan dalam tindakan sedemikian…, sangat menimbulkan frustasi melihat hal tersebut dalam sebuah negara dimana kebebasan berekspresi dan memilih, menjadi pilar dan contoh negara lain di dunia.

Dalam memorandum, NAMP juga memperingatkan pemerintah terhadap sejarah rasisme pada 1970-an dan 1980-an yang memercikkan kerusuhan dalam kota-kota seantero Inggris. “Kita terlihat telah mengabaikan pelajaran dari masa-masa gelap tersebut,” demikian bunyi memorandum.

Kritik terus berkembang terhadap kebijakan pemerintah, yang cenderung diterima oleh sebagian besar kepolisian. Polisi mencegah Muslim menjadi radikal dengan sikap mensponsori kegiatan komunitas Muslim moderat. Muslim pun menjadi target tindak sewenang-wenang setiap hari akibat kebijakan anti-teror Pemerintah Inggris.

NAMP memandang kebijakan itu juga meningkatkan kebencian terhadap Muslim hingga tahap tidak logis dan melanggar prinsip-prinsil nilai Inggris sebagai negara demokrasi. Organisasi juga mendesak strategi Pencegahan juga harus fokus mematahkan ekstrimisme ultra kanan seperti BNP.

“Riset terhadap para narapidana kasus terorisme menunjukkan Islam bukan, dan memang bukan satu-satunya penyebab, namun semua strategi terlihat hanya fokus pada anggapan bahwa Islam sebagai pemicu,” ujar NAMP

Namun, para menteri bersikeras kebijakan itu, yang menghabiskan lebih dari 140 juta Pound (sekitar Rp212 milyaran) setiap tahun, memiliki keberhasilan nyata. Lebih dari 200 orang divonis atas dakwaan serangan terorisme dalam delapan tahun terakhir.

Jurubicara dari Departemen Komunitas dan Pemerintah Lokal membantah kritikan NAMP “Pemikiran bahwa kami hanya fokus terhadap Muslim sebagai pemicu teror adalah salah sepenuhnya,” ujarnya.

“Muslim, seperti pemeluk keyakinan lain, ikut terlibat dalam departemen di seluruh kantor pemerintah, mulai kesehatan hingga pendikan, pekerjaan, pensiun, budaya, media dan olahraga. Mereka pun memiliki peran penuh dalam masyarakat dan juga dalam kehidupan sipil dan publik.” (republika.co.id, 21/1/2010)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

*