Survei: Orang Amerika Lebih Berprasangka Buruk terhadap Islam

Warga Amerika Serikat punya prasangka buruk dua kali lebih besar terhadap orang Islam dibandingkan terhadap orang Kristen, Yahudi, atau Buddha. Berdasarkan sebuah jajak pendapat terbaru, hampir dua pertiga orang Amerika mengatakan, mereka memiliki sedikit atau tidak punya pengetahuan tentang Islam. Mayoritas orang Amerika juga tidak menyukai Islam.

Jajak pendapat itu, yang dilansir AP, Kamis (21/1/2010), dilakukan Gallup World Religion Survey dan merupakan bagian dari sebuah proyek untuk menemukan cara dalam meningkatkan pemahaman antara orang Amerika dan Muslim.

Presiden Barack Obama dan pemerintahannya ingin memperbaiki gambaran Amerika di dunia Islam. Banyak analis yang mempelajari ekstremisme juga mengatakan bahwa Muslim Amerika yang merasa teralienasi dari masyarakat luas menolak untuk berintegrasi dan secara potensial rentan untuk menjadi radikal.

Dari hasil jajak pendapat itu, lebih dari setengah orang Amerika mengatakan, mereka tidak punya prasangka buruk terhadap orang Muslim. Namun, 43 persen mengakui, setidaknya punya “sedikit” prasangka buruk terhadap orang Muslim, sebuah persentase yang signifikan lebih tinggi dibandingkan terhadap keyakinan lain dalam survei tersebut. Sekitar 18 persen responden mengatakan, mereka punya beberapa tingkat prasangka buruk terhadap orang Kristen, sebanyak 15 persen punya prasangka buruk terhadap yang beragama Yahudi, dan 14 persen terhadap yang beragama Buddha.

Ditanya soal pengetahuannya tentang Islam, 63 persen orang Amerika mengatakan, mereka punya “sangat sedikit” atau “sama sekali tidak punya” pengetahuan tentang Islam. Mayoritas responden percaya bahwa banyak orang Islam menginginkan perdamaian. Sementara 53 persen orang Amerika mengatakan, mereka “tidak terlalu menyukai” atau “sama sekali tidak menyukai” Islam. Sebagai perbandingan, 25 persen orang Amerika mengatakan, mereka tidak menyukai pandangan Yudaisme, sementara 7 persen mengatakan, mereka punya “sejumlah” atau “sejumlah besar” prasangka buruk terhadap orang Yahudi.

Mengenal secara pribadi seorang Muslim tidak berkaitan dengan penurunan tingkat prasangka meskipun tidak mengenal seorang Muslim berhubungan dengan tingkat prasangka yang besar. Penulis laporan itu mengatakan, temuan ini menggarisbawahi kebutuhan akan pendidikan yang lebih baik tentang ajaran Islam.

“Apa yang sesungguhnya memengaruhi persepsi seseorang tentang sebuah kelompok lebih dari sekadar mengenal seorang individu yang memiliki opini positif terhadap ciri khas kelompok itu, yang dalam hal ini adalah keyakinan mereka,” kata Dalia Mogahed, analis senior dan Direktur Eksekutif Gallup Center for Muslim Studies. “Seorang yang cukup santun dapat secara sederhana dijelaskan sebagai sebuah pengecualian.”

Para responden yang menghadiri acara keagamaan lebih dari sekali seminggu secara signifikan punya pandangan yang baik tentang orang Muslim. Mogahed mengatakan, orang yang lebih religius umumnya menilai prasangka buruk sebagai sebuah kejahatan moral dan sering punya rasa hormat terhadap orang yang berkeyakinan lain.

Para peneliti juga menemukan kaitan antara prasangka buruk terhadap orang Yahudi dan Muslim. Orang Amerika yang mengakui punya prasangka buruk yang “besar” terhadap orang Yahudi juga punya perasaan yang sama terhadap orang Muslim. Namun, hasil survei itu tidak dapat menjelaskan mengapa dua prasangka buruk itu berkaitan. Mogahed mengatakan, adanya prasangka buruk terhadap dua kelompok itu harus dilacak dan dipelajari bersamaan demi memahami dinamika tersebut.

Laporan yang dikerjakan Muslim West Facts Project, sebuah mitra Gallup dan Coexist Foundation, didasarkan pada survei melalui telepon yang dilakukan secara acak terhadap lebih dari 1.000 orang dewasa, yang dilakukan dari 31 Oktober hingga 13 November tahun lalu. Marjin kesalahannya lebih kurang 3,4 persen. (kompas.com, 21/1/2010)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

*