Menguak Tabir Valentine’s Day
Hari Valentine (St. Valentine’s Day) sangat populer di negara-negara Eropa dan Amerika. Pada hari itu, kaum remaja merayakannya dengan hura-hura. Mereka datang ke pesta-pesta, berdansa semalam suntuk, saling memberi hadiah coklat, dan pergi bersama pasangannya ke tempat-tempat yang dianggap romantis. Bahkan hal-hal yang hanya boleh dilakukan oleh pasangan suami-istri juga mereka lakukan. Naudzubillah min dzalik.
Bagaimana di Indonesia? Aroma Hari Valentine kini juga sangat menyengat di tanah air. Tak beda jauh dengan remaja-remaja luar negeri sana, mereka yang notabene muslim-muslimah ikut-ikutan merayakan hari kasih sayang. Mereka menjiplak habis-habisan perilaku permisif dan serba halal yang dilakukan orang Barat. Pasangan muda-mudi saling memberikan kartu berisi ungkapan-ungkapan cinta, puitis dan romantis.
Sarat dengan ucapan yang membangkitkan syahwat.
Fenomena Valentine’s Day pun menjadi ajang bisnis menggiurkan. Para pelaku bisnis -ironisnya sebagian besar juga muslim- ikut andil dalam menyemarakkan hari kasih sayang. Diluncurkanlah produk-produk terbaru yang bernuansa ‘cinta’. Seperti parcel valentine, pernak-pernik serba pink, berbentuk daun waru, dan kartu valentine dengan berbagai desain lengkap dengan kata-kata puitis penuh ungkapan cinta.
Pusat perbelanjaan, hotel, restoran, kafe, outlet dan bahkan kantor-kantor juga dihiasi dengan nuansa valentine. Entah itu berupa spanduk berisi slogan-slogan, pita-pita, balon dan pernak-pernik serba pink. Bahkan mereka juga mengaitkan promosi produknya dengan Hari Valentine. Semisal dengan menggelar sale bertajuk ‘Memperingati Valentine’s Day, Sale Up to 70%’ atau ‘Ikuti Gebyar Undian Valentine’s Day.’
Tak kalah serunya, tempat hiburan seperti hotel, kafe atau restoran juga menggelar acara khusus bertajuk peringatan hari kasih sayang. Biasanya berupa acara dinner disertai hiburan live music, diiringi games yang diikuti pasangan muda-mudi, lalu dansa-dansi bersama, dan seterusnya.
Media massa pun cukup besar kontribusinya dalam ‘mempromosikan’ perayaan hari kasih sayang tersebut. Bagaimana tidak, pemberitaan pun dikait-kaitkan dengan Hari Valentine. Semisal dalam lead sebuah berita
tertulis ‘Menjelang peringatan Hari Valentine, omzet coklat naik tajam.’ Atau ‘Artis Ayu Kemayu merayakan Valentine’s Day bersama kekasih barunya’ atau ‘Biar romantis, pasangan artis Dona dan Doni menikah di Hari Valentine.’ Dan masih banyak lagi pemberitaan di media massa yang dikait-kaitkan dengan Valentine’s Day.
Sementara iklan-iklan produk yang juga dikaitkan dengan Valentine’s Day takkalah semaraknya, baik di media cetak maupun televisi. Dengan gencarnya pemberitaan dan iklan semacam itu, tentu saja opini tentang adanya Valentine’s Day dan keharusan untuk merayakannya semakin menguat. Otomatis remaja semakin merasa penting untuk terlibat di dalamnya. Jika tidak, dirinya akan merasa kuper, kuno dan tidak
trendy. Sebaliknya, dengan merayakan Valentine’s day mereka akan bangga karena menjadi remaja masa kini yang gaul dan tidak ketinggalan zaman.
Pada akhirnya orang tua akan semakin memberi kelonggaran kepada anak-anaknya untuk merayakan hari tersebut, karena menganggap sebagai hal yang lumrah. Sebagai orang tua yang hidup di zaman modern, mereka tidak mau disebut ortu yang kolot sehingga membebek mengikuti apa saja selera anaknya. Bahkan tidak sedikit orang tua semacam itu yang juga ikut merayakan hari kasih sayang. Mereka yang mengaku sebagai ortu ‘modern’, layaknya pasangan muda-mudi saja, saling memberi hadiah pada pasangannya, bahkan memanfaatkan momen tersebut untuk bulan madu kembali. Well, Velantine’s Day benar-benar sudah menjadi epidemi di tengah-tengah masyarakat, tak terkecuali kaum muslimin dan muslimah.
Akibat Lemahnya Aqidah
Bila kita cermati, kaum muslimin ikut merayakan Valentine’s Day, karena minimnya pemahaman umat Islam tentang hakikat hari tersebut. Muslim-muslimah banyak yang tidak faham latar belakang dan sejarah munculnya Valentie’s Day yang notabene bukan dari Islam. Di sisi lain, pemahamam mereka terhadap ajaran Islam sendiri juga sangat lemah. Aqidah yang tidak menancap kuat dan ketidaktahuan akan hukum-hukum syariat Islam terkait dengan perbuatan, membuat umat Islam begitu bodoh dan mudah tertipu. Sehingga, begitu muncul produk atau aktivitas-aktivitas baru yang sebetulnya bertentangan dengan Islam, mereka tidak memiliki kemampuan menyaring, memilah atau membandingkan, apakah ini halal atau haram, boleh atau tidak. Akhirnya, tanpa mereka sadari mereka mengikuti saja arus yang mengalir di masyarakat.
Bukan itu saja, pengaruh lingkungan pergaulan juga cukup besar. Remaja yang biasa bergaul bebas muda-mudi, biasa pacaran, akan sangat terpesona dengan jargon hari kasih sayang. Sementara remaja baik-baik yang tadinya cuek dengan hari tersebut, bila bergaul dengan para aktivis Valentine’s Day, tentu saja mau tidak mau terpengaruh untuk ikut meramaikannya.
Hal ini juga tidak terlepas dari longgarnya pengawasan ortu. Bahkan ortu malah memberikan dukungan kepada anaknya untuk merayakan hari tersebut. Misal dengan dukungan dana untuk merayakannya, diberi
kelonggaran keluar pada tanggal 14 Februari, atau dibolehkan berdua-duaan dengan pasangannya.
Selain itu pola pendidikan yang tidak sesuai aturan agama menyebabkan anak mudah dipengaruhi oleh lingkungan yang kebanyakan melanggar norma-norma adat dan agama itu sendiri. Lengkaplah sudah dorongan bagi mereka untuk terjerumus ke dalam lembah kesalahan. Semua itu dilakukan dengan dalih modernitas, trendy dan gaul. Batasan halal-haram dan norma-norma agama dicampakkan begitu saja. Itulah potret umat di masa kini yang begitu memprihatinkan.
Sejarah Valentine
Perayaan Hari Kasih Sayang ini memiliki perpaduan sebuah tradisi yang bernuansa Kristiani dan Roma kuno. Dan memang ada beberapa versi yang menjelaskan asal muasal perayaan Valentine’s Day. Salah satu versi
menyebutkan, dahulu ada seorang pemimpin agama Katolik bernama Valentine bersama rekannya Santo Marius yang secara diam-diam menentang kebijakan pemerintahan Kaisar Claudius II (268-270 M) kala
itu. Pasalnya, kaisar tersebut menganggap bahwa seorang pemuda yang belum berkeluarga akan lebih baik performanya ketika berperang. Karena itu, ia melarang para pemuda untuk menikah demi menciptakan prajurit perang yang potensial. Nah, Valentine tidak setuju dengan peraturan tersebut. Ia secara diam-diam tetap menikahkan setiap pasangan muda-mudi yang berniat untuk mengikat janji dalam sebuah perkawinan. Hal ini dilakukannya secara rahasia. Namun ibarat pepatah sepandai-pandai tupai melompat, ia akan jatuh juga. Demikian pula dengan aksi yang dilakukan Valentine, lambat laun pun tercium oleh Claudius II.
Valentine harus menanggung perbuatannya, dijebloskan ke penjara dan diancam hukuman mati. Dalam legenda ini, Valentine didapati jatuh hati kepada anak gadis seorang sipir, penjaga penjara. Gadis yang dikasihinya senantiasa setia untuk menjenguk Valentine di penjara kala itu. Tragisnya, sebelum ajal tiba bagi Valentine, ia meninggalkan pesan dalam sebuah surat untuknya. Ada tiga buah kata yang tertulis sebagai tanda tangannya di akhir surat dan menjadi populer hingga saat ini- “From Your Valentine.”
Ekspresi dari perwujudan cinta Valentine terhadap gadis yang dicintainya itu masih terus digunakan oleh orang-orang masa kini. Sementara itu, The Encyclopedia Britannica, Vol. 12 halaman 242 menyebutkan, kebiasaan mengirim kartu Valentine itu sendiri tidak ada kaitan langsung dengan St. Valentine. Pada 1415 M ketika the Duke of Orleans dipenjara di Tower of London, pada perayaan hari gereja mengenang St.Valentine 14 Februari, ia mengirim puisi kepada istrinya di Perancis. Kemudian Geoffrey Chaucer, penyair Inggris mengkaitkannya dengan musim kawin burung dalam puisinya (lihat The World Book Encyclopedia, 1998).
Sejak itu mengirimkan kartu bertuliskan “Be My Valentine” menjadi tradisi mengikuti hari kasih sayang. Sekitar 200 tahun sesudah kisah di atas, Paus Gelasius meresmikan tanggal 14 Februari tahun 496 sesudah Masehi sebagai hari untuk memperingati Santo Valentine. Gelar Saint atau Santo diberikan karena kebaikan dan ketulusannya menolong muda-mudi yang jatuh cinta untuk melangsungkan pernikahan. Untuk mengagungkan St. Valentine yang dianggap sebagai simbol ketabahan, keberanian dan kepasrahan dalam menghadapi cubaan hidup, maka para pengikutnya memperingati kematian St. Valentine sebagai ‘upacara keagamaan’.
Tetapi sejak abad 16 M, ‘upacara keagamaan’ tersebut mulai berangsur-angsur hilang dan berubah menjadi ‘perayaan bukan keagamaan’. Hari Valentine kemudian dihubungkan dengan pesta jamuan kasih sayang bangsa Romawi kuno yang disebut “Lupercalia” yang jatuh pada tanggal 15 Februari. Ya, versi lain tentang Valentine menjelaskan bahwa hari itu berkaitan dengan tradisi kuno bangsa Romawi. Dimulai pada zaman Roma kuno tanggal 14 Febuari, yang merupakan hari raya untuk memperingati Dewi Juno. Ia merupakan ratu dari segala dewa dan dewi kepercayaan bangsa Roma. Orang Romawi pun mengakui kalau dewi ini merupakan dewi bagi kaum perempuan dan perkawinan. Dan sehari setelahnya yaitu tanggal 15 Februari merupakan perayaan Lupercalia.
Pada perayaan Lupercalia inilah, remaja-remaja lelaki dan perempuan harus dipisahkan satu sama lain. Namun, pada malam sebelum Lupercalia, nama-nama anak perempuan Romawi yang sudah ditulis di atas kertas dimasukkan ke dalam botol. Nah, setiap anak lelaki akan menarik sebuah kertas. Dan anak perempuan yang namanya tertulis di atas kertas itulah yang akan menjadi pasangannya selama festival Lupercalia berlangsung, keesokan harinya. Kadang-kadang, kebersamaan tersebut bertahan hingga lama. Akhirnya, pasangan tersebut saling jatuh cinta dan menikah di kemudian hari.
Dalam legenda ini ada pula sosok yang disebut Cupid (berarti: the desire), yakni si bayi bersayap dengan panah yang digambarkan sebagai lambing cinta. Cupid ini adalah putra Nimrod The Hunter, dewa Matahari. Disebut Tuhan Cinta, karena ia rupawan sehingga diburu wanita bahkan ia pun berzina dengan ibunya sendiri.
Setelah orang-orang Romawi itu masuk agama Nasrani, pesta Lupercalia kemudian dikaitkan dengan upacara kematian St. Valentine. Penerimaan upacara kematian St. Valentine sebagai ‘hari kasih sayang’ juga
dikaitkan dengan kepercayaan orang Eropa bahwa waktu ‘kasih sayang’ itu mulai bersemi ‘bagai burung jantan dan betina’ pada tanggal 14 Februari.
Dalam bahasa Perancis Normandia, pada abad pertengahan terdapat kata “Galentine” yang berarti ‘galant atau cinta’. Persamaan bunyi antara galentine dan valentine menyebabkan orang berfikir bahwa sebaiknya para pemuda dalam mencari pasangan hidupnya pada tanggal 14 Februari. Namun dengan berkembangnya zaman, legenda tentang seorang martir bernama St. Valentino terus bergeser jauh dari pengertian sebenarnya.
Manusia pada zaman sekarang tidak lagi mengetahui dengan jelas asal usul hari Valentine. Di mana pada zaman sekarang ini orang mengenal Valentine melalui greeting card, pesta persaudaraan, tukar kado (bertukar-tukar memberi hadiah) dan sebagainya tanpa ingin mengetahui latar belakang sejarahnya lebih dari 1.700 tahun yang lalu. Dan sayangnya, umat Islam pun turut serta mengikuti dan membebek saja. Padahal jelas-jelas sejarah perayaan itu sendiri sama sekali tidak ada hubungannya dengan Islam, dan bahkan sangat bertentangan dengan ajaran Islam karena justru bermula dari ajaran agama lain.
Maksiat dan Sia-sia
Terlepas dari sejarah lahirnya Valentine’s Day yang nyata-nyata bukan dari Islam, bila kita tilik perayaan Valentine’s Day, maka seluruhnya melanggar syara’. Tidak ada sedikitpun nilai kebaikan dari perayaan
tersebut. Meskipun dengan alasan mengungkapkan kasih-sayang kepada sesama, tetap bukan alasan pembenaran bagi perayaan Hari Valentine. Tengok saja, Valentine’s Day umumnya dirayakan oleh pasangan
muda-mudi. Seorang pemuda yang menyukai lawan jenisnya, akan mengirimkan kartu ucapan selamat, bunga mawar merah atau memberi hadiah coklat kepada cewek idamannya itu. Jelas ini aktivitas yang
tidak dibenarkan dalam Islam karena dapat membangkitkat syahwat, sementara mereka belum terikat dengan tali pernikahan yang dapat menjadi penyalurannya.
Sementara pasangan muda-mudi yang sudah saling dimabuk asmara, lebih parah lagi. Mereka akan merayakannya berdua-duaan, menyepi, bermesra-mesraan dan tak jarang diakhiri dengan hubungan suami-istri. Na’udzubillahi min zalik. Jelas ini aktivitas yang diharamkan oleh Allah. Mereka sudah melakukan dosa berkhalwat (berdua-duaan dengan lawan jenis yang bukan mahram), mendekati zina dan bahkan berzina itu
sendiri.
Padahal Allah Swt melarang keras umat-Nya untuk mendekati zina, apalagi sampai berzina beneran. Ingatlah firman Allah Swt yang artinya: “Dan janganlah kalian mendekati zina, sesungguhnya zina itu
perbuatan tercela dan jalan yang buruk.” (Al-Isra:32). Sebagian remaja lainnya membenarkan Hari Valentine karena toh merayakannya beramai-ramai dan nggak sampai berzina. Misalnya sekadar jalan-jalan bareng ke tempat wisata, makan-makan rame-rame di kafe atau nonton live music di hotel. Inipun tetap melanggar Islam karena Allah melarang kita untuk berikhtilat alias bercampur baur laki-laki perempuan yang tidak ada keperluan syar’i. Ini juga termasuk aktivitas hura-hura yang sangat dibenci Allah Swt.
Bagaimana dengan perayaan Valentine’s Day yang dilakukan sepasang suami istri? Setali tiga uang alias sama saja. Dalam hal ini mereka terkena hukum tasyabuh, yakni mengikuti kebiasaan orang kafir. Ya, sebab Valentine’s Day adalah hari raya milik orang kafir yang tidak boleh diikuti kaum muslimin. Perayaan hari besar adalah menyangkut masalah aqidah dan sama sekali tidak ada toleransi dalam hal ini.
Alquran maupun Sunnah secara syar’i melarang tasyabuh dalam segala bentuk dan sifatnya, baik masalah aqidah, ibadah, budaya, maupun tingkah laku. Allah berfirman dalam Surat An-Nisaa: 115 yang artinya:
”Dan barangsiapa yang menentang Rasul sesudah jelas kebenaran baginya, dan mengikuti jalan yang bukan jalan orang-orang mukmin, Kami biarkan ia leluasa terhadap kesesatan yang telah dikuasainya itu dan Kami masukkan ia ke dalam Jahanam, dan Jahanam itu seburuk-buruknya tempat kembali.”
Rasulullah juga bersabda “Man ‘amila ‘amalan laisa ‘alayhi amrunaa fa huwa raddun” yang artinya: “Siapa saja melakukan perbuatan yang tidak sesuai dengan tuntunanku, maka perbuatan itu akan tertolak” (HR Bukhari).
Syaikh Al-Utsaimin rahimahullah ketika ditanya tentang Valentine s Day mengatakan: merayakan hari Valentine itu tidak boleh, karena: pertama, ia merupakan hari raya bid’ah yang tidak ada dasar hukumnya di dalam syariat Islam. Kedua, ia dapat menyebabkan hati sibuk dengan perkara-perkara rendahan seperti ini yang sangat bertentangan dengan petunjuk para salaf shalih (pendahulu kita) –semoga Allah meridhai mereka. Maka tidak halal melakukan ritual hari raya, baik dalam bentuk makan-makan, minum-minum, berpakaian, saling tukar hadiah ataupun lainnya.
Lebih dari itu, mengekornya kaum muslimin terhadap gaya hidup orang kafir akan membuat mereka senang serta dapat melahirkan kecintaan dan keterikatan hati pada mereke. Allah Swt telah berfirman yang artinya:
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengambil orang-orang Yahudi dan Nasrani menjadi pemimpin-pemimpin(mu); sebahagian mereka adalah pemimpin bagi sebahagian yang lain. Barangsiapa di antara kamu mengambil mereka menjadi pemimpin, maka sesungguhnya orang itu termasuk golongan mereka. Sesungguhnya Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang zalim.” (Al-Maidah: 51)
Lalu bagaimana dengan ucapan Be My Valentine? Ken Sweiger dalam artikel Should Biblical Christians Observe It? (www.korrnet.org) mengatakan kata Valentine berasal dari Latin yang berarti “Yang Maha Perkasa, Yang Maha Kuat dan Yang Maha Kuasa.” Kata ini ditujukan kepada Nimrod dan Lupercus, Tuhannya bangsa Romawi. Maka disadari atau tidak, -tulis Ken Sweiger- jika kita meminta orang menjadi “to be my
Valentine”, hal itu berarti memintanya menjadi Sang Maha Kuasa dan menghidupkan budaya pemujaan kepada berhala. Dalam Islam hal ini disebut syirik alias menyekutukan Allah Swt.
Kalau sekadar memberi ucapan selamat merayakan Hari Valentine? Ibnul Qayyim Al-Jauziyah rahimahullah berkata, memberi selamat atas acara ritual orang kafir yang khusus bagi mereka, telah disepakati haram hukumnya. Bagi yang mengucapkannya, kalau pun tidak sampai pada kekafiran, paling tidak itu menunjukkan dukungan dan restunya pada ritual agama lain. Berarti ia telah memberi selamat atas perbuatan mereka yang menyekutukan Allah. Bahkan perbuatan tersebut lebih besar dosanya di sisi Allah dan lebih dimurkai dari pada memberi selamat atas perbuatan minum khamar atau membunuh. Abu Waqid Radhiallaahu anhu meriwayatkan: Rasulullah Saw saat keluar menuju perang Khaibar, melewati sebuah pohon milik orang-orang musyrik, yang disebut dengan Dzaatu Anwaath. Biasanya mereka menggantungkan senjata-senjata mereka di pohon tersebut. Para sahabat Rasulullah berkata, “Wahai Rasulullah, buatkan untuk kami Dzaatu Anwaath, sebagaimana mereka mempunyai Dzaatu Anwaath.” Maka Rasulullah
Saw bersabda, “Maha Suci Allah, ini seperti yang diucapkan kaum Nabi Musa, Buatkan untuk kami Tuhan sebagaimana mereka mempunyai tuhan-tuhan. Demi Dzat yang jiwaku di tangan-Nya, sungguh kalian akan
mengikuti kebiasaan orang-orang yang ada sebelum kalian.” (HR. At-Tirmidzi, ia berkata, hasan shahih).
Jelaslah, tidak ada sedikitpun kebolehan bagi umat Islam untuk mengikuti kebiasaan orang kafir. Menyerupai orang kafir sama halnya dengan ikut mempopulerkan ritual-ritual mereka sehingga terhapuslah
nilai-nilai Islam. Dampak buruk lainnya, bahwa dengan mengikuti mereka berarti memperbanyak jumlah mereka, mendukung dan mengikuti agama mereka, padahal seorang muslim dalam setiap rakaat shalatnya
membaca, “Tunjukilah kami jalan yang lurus, (yaitu) jalan orang-orang yang telah Engkau anugerahkan nikmat kepada mereka; bukan (jalan) mereka yang dimurkai dan bukan (pula jalan) mereka yang sesat.“(Al-Fatihah:6-7)
Bagaimana bisa ia memohon kepada Allah agar ditunjukkan kepadanya jalan orang-orang yang mukmin dan dijauhkan darinya jalan golongan mereka yang sesat dan dimurkai, namun ia sendiri malah menempuh jalan
sesat itu dengan sukarela.
Senjata Melenakan Umat
Di abad milenium ini, Valentine’s Day sejatinya sengaja dijajakan ke penjuru dunia sebagai bagian dari skenario liberalisasi (kebebasan). Hari Kasih Sayang sengaja dicekokkan ke benak umat Islam untuk
melenakan mereka dengan aktivitas yang melanggar syara’. Dengan aktivitas ini, sedikit demi sedikit umat Islam diarahkan untuk semakin menjauh dari aqidah Islam.
Allah telah berfirman yang artinya: “Orang-orang Yahudi dan Nasrani tidak akan senang kepada kamu hingga kamu mengikuti agama mereka. Katakanlah: “Sesungguhnya petunjuk Allah itulah petunjuk (yang
benar)”. Dan sesungguhnya jika kamu mengikuti kemauan mereka setelah pengetahuan datang kepadamu, maka Allah tidak lagi menjadi pelindung dan penolong bagimu.” (TQS Al-Baqaroh: 120)
Jelas sudah bahwa mereka senantiasa benci kepada kita kecuali kita berpartisipasi pada acara ritual mereka, model pakaian dan pola pikir yang mereka miliki. Perayaan valentine adalah salah satu sarana mereka untuk memurtadkan kita secara perlahan tapi pasti, tanpa kita sadari. Karena itu, wahai kaum muslimin dan muslimah, jangan tertipu slogan kasih sayang yang menjerumuskan.[]
Asri Supatmiati, Jurnalis.
ALLAH SWT lah yg Maha Pengasih dan Maha Penyayang dan Maha Memiliki Ilmunya dalam menanamkan Rasa Kasih Sayang kepada Kepribadian kita agar kita dapat mengenal ALLAH SWT, dapat sujud padanya, cerdas, baik terhadap sesama, dan masih banyak hal lain yg menguntungkan kita, jadi buat apa kita ikut-ikutan sesuatu yg tidak jelas yg mengarah pada kekafiran. Rugilah orang yg mengabaikan ajaran islam.
saya sependapat Valentine’s Day dalam Islam tidak ada..kasih sayang dalam Islam tidak setahun sekali dan bentuknya tidak seperti itu…bentuk kasih sayang dalam yang telah diajarkan oleh Rasulullah SAW..salah satunya bentuk kasih kita terhadap anak yatim piatu
Saya juga tidak menyetujui adanya hari valentine ini karena merusak moral anak bangsa,trimakasih ya mbak atas pembahsan nya..salam kenal saya meri dari NAD saya juga sudah dari bagian HT..
saya harap saudaraq yang se iman mari kita berbondong bondong untuk menentang hari kemaksyiatan tersebut. kenpa sampai demikian? karna PELINDUNG UMMAT kita sedang tertidur yaitu khilafah. butuh komitmen dan perjuangan kita untuk membangukannya. khilafahlah yang akan mencegah budaya barat untuk masuk di pemikiran kaum muslimin. ALLAHU AKBAR
Januari 1978 saat usia 16 tahun, saya mendapat kiriman kalender saku dari VOA, disitu tertera valentine day, waktu itu saya bingung hari raya apa pula ini. Saat itu valentine sama sekali belum terdengar dikalangan remaja Indonesia, tapi sekarang …….valentine sudah menjadi semacam “wabah” ini hal aneh, budaya Indonesia sekarang berada pd persimpangan jalan, terlebih lagi media massa di negara ini sudah sangat westernitatif, merekalah yang mem”blow-up” valentine ini.
valentine itu memang setan modern yang telah disiapkan oleh kaum kafir sbg peluru terhada para remaja muslim,, nudubillah klo qta smpai terjebak oleh hal2 yang g pntg itu!
Peringatan hari kasih sayang bagi seorang muslim adalah tgl 10 muharrom dimana kita berbagi sebagian harta kita kepada anak yatim piatu atau kita membagikan sebagian harta kita pada saat zakat maal atau fitrah. Itu adalah hakikat hari kasih sayang bagi seorang muslim. Tgl. 14 februari bukan “HARI KASIH SAYANG” tetapi “HARI NAFSU”
Tinggalkan hal-hal yg jauh dari ajaran/anjuran Al-Qur’an dan Hadit’s. Thank’s Wassalam Tabe
moga anak2 muda islam tdak terjebak oleh valentine yg merupakan budaya kafir…..
Islam agama yang mengajarkan cinta dan kasih, namun dalam mengekspresikannya, tetap ada bingkai-bingkai/ aturan2 tertentu yang perlu diperhatikan :
1. Niatnya harus ikhlas karena Allah
2. Sesuai dengan hukum syara’ (contoh: pengungkapan cinta, kasih sayang dalam Islam antara laki2 dan perempuan yang bukan mahram hanya dihalalkan setelah adanya ikatan “PERNIKAHAN”, bukan dengan jalan melakukan ‘free sex’ seperti yang biasa dilakukan pada acara ‘Valentine Day’
“Barang siapa yang menyerupai (adat/kebiasaan) suatu kaum, maka ia bagian dari kaum tersebut” (Al-Hadits)