Majalah Standpoint pada tanggal 12/2/2010 menerbitkan sebuah artikel yang ditulis oleh Alexander Meleagrou-Hitchens, dalam artikel ini ia berkata: Hari ini dijadwalkan akan ada dialog antara anggota Hizbut Tahrir, Jamal Harwood dengan seorang akdemisi Swiss, sekaligus pendiri Institut Religioscope, Dr Jean-Francois Mayer.
Dia menambahkan, kemarin Hizbut Tahrir mengeluarkan pernyataan yang isinya mengklaim bahwa pemerintah telah mengintervensi dan memaksa universitas untuk membatalkan pertemuan tersebut.
Dalam hal ini, penulis berkomentar dengan mengatakan: Intervensi pemerintah ini merupakan indikasi transisi dari kebijakan lama yang berkaitan dengan toleransi terhadap adanya para ekstremis di universitas Inggris.
Dia menambahkan, meskipun semua kegiatan publik di universitas harus tunduk pada peraturan Dewan Federasi Mahasiswa, namun hingga kemarin Dewan Federasi Mahasiswa menolak untuk membatalkan pertemuan tersebut, karena tidak ada kebijakan atau hukum yang dapat memaksa mereka untuk melarang Hizbut Tahrir dari kegiatan ini. Namun yang terjadi adalah, ada kelompok anti-ekstremisme yang disebut “Student Rights” telah mengirim surat kepada Dewan Federasi Mahasiswa dan menyatakan tentang kekhawatirannya dengan membiarkan kelompok fasis melakukan aktivitas di universitas. Sehingga Dewan Federasi Mahasiswa mengirim jawaban untuk kelompok tersebut:
“Kami telah memiliki beberapa pertanyaan mengenai sifat pertemuan, yang dijadwalkan akan diselenggarakan di universitas kami pada hari Jumat. Setelah melakukan pengkajian terhadap rencana pertemuan, Dewan Federasi Mahasiswa memutuskan bahwa tidak ada landasan atau dasar untuk melarang diadakannya pertemuan semacam itu. Kami tidak memiliki kebijakan atau hukum untuk melarang Hizbut Tahrir mengorganisir kegiatan ini. Oleh karena itu, kami tidak dapat melarang kelompok manapun mengundang anggota organisasi-Hizbut Tahrir-ini untuk melakukan kegiatan di kampus.
Selain itu, Mr Jamal Harwood sebelumnya sudah pernah terlibat dalam sebuah dialog di Universitas Westminster pada bulan Desember tahun lalu. Dan dialog itu berlangsung tanpa ada masalah apapun. Jadi, kami tidak melakukan antisipasi apa pun tentang kemungkinan yang akan dilakukan dalam menangani urusan kemahasiswaan terkait pertemuan minggu ini . Selain itu juga, kami yakin bahwa kelompok ini telah mengorganisir pertemuan dengan cara yang memungkinkan para mahasiswa untuk berpartisipasi, melalui perumusan keberatan dan pendapatnya. Dengan berdasarkan pada faktor-faktor ini, kami memutuskan untuk menyerahkan masalahnya kepada para mahasiswa kami agar mereka memutuskan sendiri, jika mereka ingin menghadiri kegiatan ini, dan partisipasi di dalamnya atau tidak.”
Penulis mengatakan bahwa kelompok “Student Rights” menyampaikannya dari kantor pers Universitas Westminster: Bahwa Federasi Mahasiswa Nasional (NUS) adalah pihak yang mengintervensi untuk melarang pertemuan itu, dan bukan pemerintah. Jika ini benar, maka ini menunjukkan pergeseran yang kuat terkait cara memperlakukan kalangan islamis oleh Federasi Mahasiswa, yang tampak mulai pucat dan kelelahan dengan cara-cara terbaik.
Adapun perwakilan Federasi Mahasiswa Nasional berkata:
“Sementara kita menerima kenyataan bahwa Federasi Mahasiswa Universitas Westminster tidak harus mengadopsi kebijakan dan peraturan dari Federasi Mahasiswa Nasional (NUS) berkenaan dengan Hizbut Tahrir. Namun, kami menyarankan Departemen Informasi di Universitas agar melakukan konsultasi dan mengkaji arahan pemerintah, dan mempertimbangkannya terkait dengan pencegahan ekstremisme dan kekerasan. Oleh karena itu, kami yakin bahwa universitas telah mengambil keputusan sebagai tanggapan atas arahan dari pemerintah.”
Kemudian penulis kembali berkata: Saya pikir kita perlu penjelasan dari Universitas Westminster untuk menghilangkan kebingungan ini. Dalam hal ini, mereka menyatakan bahwa Federasi Mahasiswa Nasional (NUS) yang mengintervensi untuk membatalkan kegiatan itu. Sebaliknya, pihak Federasi Mahasiswa Nasional (NUS) mengatakan kepada kita sekarang, bahwa intervensi mereka bukan penyebab langsung pembatalan. Padahal, tampak bahwa Federasi Mahasiswa Nasional (NUS) telah melakukan beberapa tindakan, hanya saja tampaknya tidak ada seorangpun yang mau mengakui apa yang sebenarnya terjadi.
Hizbut Tahrir di Inggris telah mengeluarkan keterangan pers pada hari Jumat, yang dibacakan oleh Taji Mustafa, representatif media Hizbut Tahrir Inggris:
1. Kami belum menerima alasan resmi apa pun yang menjelaskan tentang sebab pembatalan kegiatan oleh pihak universitas. Namun, jika mereka mengklaim bahwa pembatalan itu karena alasan keamanan, ekstremisme, atau ketertiban umum, maka klaim ini menjadi aneh dan sulit dibenarkan, karena adanya sifat saling menghormati pada kedua pembicara. Di samping, topik-topik yang diajukan untuk didiskusikan, yaitu ketakutan non-Muslim kepada Islam; pembahasan identitas Islam di Eropa; dan alasan-alasan yang menyebabkan adanya sikap permusuhan terhadap kaum Muslim di Eropa, merupakan topik-topik yang berharga dan konstruktif bagi para pengamat.
2. Sehingga, tidak ada alasan untuk melarangnya selain pemikiran yang diemban dan diyakini oleh pembicara Muslim, Jamal Harwood.
3. Sesungguhnya melalui aktivitas yang dilakukan oleh lembaga akademi ini menunjukkan bahwa ada beberapa cendekiawan Inggris yang telah kehilangan kepercayaan pada nilai-nilai Barat liberalisme sekularisme. Tampaknya mereka telah menyerah kepada para politisi yang menciptakan sebuah mitos dan histeria “ekstrimisme” di universitas, yang digunakan untuk membungkam kritik dari kaum Muslim terhadap kebijakan luar negeri, yang menyebabkan eskalasi memburuknya keamanan nasional, yang tetap menjadi penyebab masalah utama saat ini. Dan anehnya bahwa histeria yang sama justru menimpa para pejabat di universitas.
4. Sungguh, apa yang telah terjadi ini menunjukkan kontradiksi yang mendasar terkait kebebasan yang mereka serukan dan mereka promosikannya ke seluruh dunia; dan juga menjelaskan tentang tidak adanya sama sekali kebebasan yang mereka gembar-gemborkannya. Sehingga hal itu, mudah sekali diabaikannya demi kepentingan pemerintah dan kebijakannya.
Sumber: pal-tahrir.info, 15/2/2010.