BANDUNG- Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) Kota Bandung menolak Rancangan Peraturan daerah (Raperda) Pengawasan dan Pengendalian Minuman Beralkohol dan Retribusi Izin Tempat Penjualan Minuman Beralkohol yang diajukan Pemkot Bandung. Sekitar 80 orang anggota HTI Kota Bandung, Kamis (11/2) berunjuk rasa di Gedung DPRD Kota Bandung. Mereka menilai raperda tersebut sebagai upaya legalisasi minuman keras oleh Pemkot.
HTI keberatan terhadap raperda tersebut, terutama pasal 5 (2) yang memperbolehkan penjualan minuman beralkohol di hotel berbintang tiga, empat, dan lima, serta restoran-restoran bertanda khusus, bar, pub, kelab malam, diskotek, karaoke, dan duty shop. Bahkan golongan A (kadar ethanol 1-5%) bisa dijual di supermarket, minimarket, dan hypermarket. Dengan catatan, konsumennya hanya untuk mereka yang berusia di atas 21 tahun (pasal 5).
Selain itu, HTI juga keberatan karena raperda itu terlalu banyak membahas tentang retribusi Izin Tempat Penjualan Minuman Beralkohol (IPTMB) yang tarifnya bervariasi, mulai Rp 900.000 – Rp 2,25 juta.
”Dalam pengertian syara, khamr didefinisikan sebagai setiap minuman yang memabukkan. Menurut hadis, semua yang memabukkan itu haram,” ujar Ketua Tim Kajian Raperda Minuman Beralkohol HTI Kota Bandung, Luthfi Afandi.
Dalam kajiannya, kata Luthfi, HTI Kota Bandung menilai Pemkot Bandung lebih mengedepankan azas manfaat , yaitu dari segi pendapatan retribusi terhadap penjual an minuman beralkohol. Berdasarkan hal itu, HTI menilai, raperda tersebut tidak sesuai dengan akidah Islam. HTI menyerukan kepada semua elemen masyarakat Kota Bandung untuk menolak keberadaan raperda ini.
Tidak mudah
Wakil Wali Kota Bandung Ayi Vivananda menilai, pro dan kontra pada setiap kebijakan bisa saja terjadi. Raperda yang diusulkan Pemkot Bandung tersebut, setidaknya bisa membatasi peredaran minuman beralkohol. Dengan demikian, tidak bisa dijual di sembarang tempat yang menyulitkan pengawasan.
“Apalagi sekarang kalangan muda banyak yang mengonsumsi minuman keras, karena mudah mendapatkan. Sedangkan untuk merazia, sulit melakukannya karena tidak memiliki landasan hukum. Adanya perda ini, diharapkan tidak ada lagi minuman keras dijual bebas. Jika melanggar, akan dikenai sanksi,” katanya.
Ayi menambahkan, pelarangan minuman beralkohol, tidak mudah dilaksanakan. Sebab, penduduk Kota Bandung multi etnis dan agama. Sebagian penduduk yang tidak memeluk agama Islam, dibolehkan mengonsumi minuman beralkohol. “Prinsipnya adalah, mereka yang mengonsumsi minuman beralkohol tidak boleh mengganggu ketertiban dan kenyamanan dan tidak boleh di tempat terbuka,” ujarnya menegaskan. (pikiran-rakyat.com, 11/2/2010)