DEN HAAG- Pemimpin Serbia Bosnia yang didakwa sebagai penjahat perang, Radovan Karadzic, mengakhiri aksi boikotnya selama sebulan terhadap peradilan kejahatan perang terhadapnya, Senin. Dengan lantang dia menyatakan bahwa konflik yang menewaskan ratusan ribu orang di Bosnia itu adalah perang suci.
Di depan Mahmakah Kriminal Internasional yang mengadilinya, pria berusia 64 tahun itu menyatakan dia akan menggunakan peradilan terhadapnya untuk mempertahankan keagungan Republik Serbia Bosnia yang lahir pada Perang Bosnia 1992-1995. “Saya akan membela bangsa kita dan cita-citanya, demi keadilan dan kesucian,” kata orang kepercayaan Karadzic dan menyatakan bahwa pemimpin Serbia itu akan menyampaikan pembelaan awalnya di ruang sidang mahkamah internasional Den Haag.
Karadzic dituduh menjadi pemimpin tertinggi dalam kampanye pembersihan etnis Kroasia dan Muslim selama Perang Bonsia. Mengenakan setelan gelap dan berdasi, pemimpin politik Serbia Bosnia di era perang itu mengakhiri aksi boikot terhadap peradilannya dengan menyampaikan eksepsi awalnya terhadap 11 tuduhan genosida (pembasmian etnis), kejahatan perang, dan kejahatan terhadap kemanusiaan, yang dijadwalkan disampaikan dalam dua hari nanti.
Karadzic menyatakan dirinya tidak bersalah. “Saya berdiri di hadapan Anda, bukan demi mempertahankan nyawa saya, tetapi demi membela keagungan sebuah negara kecil di Bosnia Herzegovina yang selama 500 tahun harus menderita,” katanya kepada majelis hakim. Karadzic dituduh bersekongkol dengan mendiang pemimpin Yugoslavia Slobodan Milosevic untuk mendirikan Serbia Raya yang termasuk 60 persen wilayah Bosnia. Penduduk Serbia di Bosnia mencapai sepertiga total penduduk Bosnia.
Di antara tuduhan terhadap Karadzic adalah pembantaian Srebrenica tahun 1995 terhadap lebih dari 7.000 pria dan bocah laki-laki Muslim yang tertangkap, serta pengepungan ibukota Sarajevo selama 44 bulan yang berakhir pada November 1995 dengan menewaskan 10 ribu orang. Karadzic menolak menghadiri pembukaan persidangannya Oktober lalu, dengan alasan memerlukan waktu lebih untuk mempersiapkan pembelaannya sehingga sidang tertunta selama empat bulan. (republika.co.id, 2/3/2010)