LONDON- Serangan kaum rasis terhadap Muslim dan etnis minoritas di Inggris kian meningkat. Kondisi itu semakin disulut dengan sikap media dan politisi serta pandangan menghakimi atas golongan minoritas, demikian menurut laporan studi terbaru di Eropa.
“Muslim, imigran, pencari suaka, para Gipsi dan pengelana, kerap dihadirkan dalam sorotan negatif di media,” ujar laporan Komisi Eropa Menentang Rasisme dan Intoleransi (ECRI), Selasa pekan ini.
“Debat politik di Inggris berlanjut dengan memasukan elemen-elemen rasis dan xenopobia dalam diskusi.”
Laporan juga menunjukkan bahwa serangan rasis terhadap etnis minoritas telah meningkat tajam dari 31.000 pada 2003 hingga lebih dari 38.000.
Lebih dari 13.000 kasus diskriminasi atau terkait ras berhasil dimeja-hijaukan pada 2007-2008. Jumlah itu jauh lebih banyak dari dua tahun sebelumnya yang memiliki 8.800 kasus.
“Lebih banyak upaya diperlukan untuk mencegah kekerasan terulang kembali,” ujar laporan.
“Laporan mengatakan pencari suaka kerap dalam posisi lemah terutama terkait keputusan kejam yang menolak klaim mereka, penahanan tanpa alasan jelas hingga kekerasan di ruang publik.
“Di saat yang bersamaan, kebijakan yang diterapkan oleh pihak berwenang sebagai bagian proposal menyolidkan undang-undang imigrasi, secara umum memiliki aturan lebih ketat, dan kekerasan terhadap pekerja migran juga terlihat makin meningkat.”
Etnis minoritas kerap mendapat perlakuan penuh rasisme di Inggris. Kalkulasi kasar menunjukkan bahwa 87 ribu etnis minoritas menjadi korban kriminal bermotif rasial.
Penghitungan juga menunjukkan bahwa kaum minoritas memiliki angka pengangguran dan krisis perumahan terburuk di negara tersebut.
Sekitar 70% dari seluruh etnis minoritas tinggal di 88 area paling marjinal, bila dibandingkan dengan 40% dari populasi umum.
Muslim Terstigma
ECRI menemukan bahwa Muslim menghadapi perlakuan terburuk dalam penerapan kebijakan antiteror di Inggris, termasuk penghentian di tempat-tempat umum dan penggeledahan mendadak.
“Aturan antiteror juga terus menimbulkan keprihatinan,” ujar laporan.
Banyak Muslim Inggris, diperkirakan berjumlah 2 juta orang, telah mengeluh atas sikap sewenang-wenang polisi yang menyasar mereka tanpa alasan jelas selain menjadi Muslim. Riset menunjukkan bahwa Muslim merasa terstigma dan terasing oleh kebijakan itu demikian catatan dalam laporan.
“Pemuda Muslim yang kerap dihentikan dan digeledah di tempat publik, kian merasa dimarjinalkan.”
Kewenangan kontroversial untuk menghentikan dan menggeledah setiap orang, telah lama menuai kritik keras dari grup-grup hak asasi manusia baik di dalam maupun di luar Inggris.
Sebuah laporan dibuat 2009 oleh pengamat independen terkait UU antiterorisme , Lord Carlile of Berriew, memperkirakan bahwa sekitar 8 ribu hingga 10 ribu penghentian dan penggeledahan dilakukan tiap bulan, namun tidak satu pun menghasilkan tuntutan berarti pengadilan.
Pada Januari, Pengadilan Eropa untuk Hak Asasi Manusia telah memerintahkan menghentikan kebijakan penghentian dan penggeledahan acak kepolisian Inggris dan menyebut tindakan itu sebagai pelanggaran serius terhadap hak asasi. Pengadilan juga meminta London untuk segera menghentikan aksi para polisi. (republika.co.id, 4/3/2010)