AMSTERDAM -Politisi ultrakanan Belanda yang dikenal anti-Islam, Geert Wilders, memperoleh mayoritas suara di pemilihan otoritas lokal, Kamis (4/3). Perolehan hasil preliminari itu membuatnya menjadi penantang serius dalam perebutan suara di pemilu nasional Juli.
Dalam pengujian pertama terhadap opini publik sejak runtuhnya koalisi Perdana Menteri Jan Peter Balkenende bulan lalu, partai bentukan Wilder, Partai Kebebasan (PVV) memimpin di kota Almere dan berada di posisi kedua The Hague, Belanda.
Hasil dari peringkat atas poling opini menunjukkan bahwa PVV, yang mengkampanyekan gerakan menentang imigran Muslim sebagai landasan utama, akan memenangkan kursi terbanyak–27 dari 150 anggota parlemen Belanda–pada pemilu 9 Juni nanti.
Situasi itu akan menyulitkan Partai Kristen Demokrat yang menaungi Jan Peter–diprediksi meraih satu kursi lebih sedikit–untuk mengasah koalisi kuat tanpa Wilder. Berbulan-bulan terjadi pembicaraan antar partai hingga menghasilkan vakum kebijakan, dianggap mengancam pemulihan ekonomi yang tengah rapuh akibat krisis.
Popularitas Wilder, yang menyejajarkan Islam dengan Fasisme dan Al Qur’an dengan buku Adolf Hitler, “Mein Kampf”, mau tak mau merusak citra Belanda sebagai negara yang kerap menggambarkan dirinya di masa lalu sebagai benteng toleransi.
PVV memfokuskan kebijakan tersebut ke sebuah negara dengan 16 juta penduduk, untuk lebih meningkatkan kekuatan dalam negeri di tengah ekonomi merosot dan meningkatnya ketegangan sosial. Kini ada sekitar 1 juta Muslim di Belanda.
“Para elit kiri masih meyakini keberadaan multi-kulturalisme, perlawanan terhadap kriminal, sebagan sebuah negara super di Eropa dan pajak tinggi,” ujar Wilder menyambut para suporternya dalam sebuah kampanye di Almere stelah poling berakhir Rabu lalu, seperti yang dikutip oleh Reuters.
“Namun sebagian lagi warga Belanda berpikir berbeda. Mayoritas yang selama ini sunyi kini memiliki suara,” ujar Wilder yang pernah menyutradai film Fitna.
Andre Krouwel, seorang guru besar politik di Universitas Vrije, Amsterdam, berkata “Anda lihat, banyak sekali ketidakpuasan dalam pemungutan suara. Sangat jelas, Wilder ingin menggunakan hasil tersebut sebagai pijakan ke pemilu nasional,”
Balkenende, perdana menteri saat ini, terancam menjadi pemerintah pengasuh ketika koalisinya pecah pada 20 Februari lalu setelah Partai sayap kanan-tengah Kristen Demokrat gagal membujuk partner mereka, Partai Buruh, untuk memperpanjang misi militer Belanda di Afghanistan.
Ia mengatakan sekitar 2.000 tentara Belanda yang bertugas bersama NATO di Afghanistan bakal ditarik pulang tahun ini seperti yang direncanakan. Perpecahan koalisi tersebut merupakan kali keempat dalam kabinet yang dipimpin Balkenende selama empat tahun.
Di Almere, PVV memenangkan 21 persen suara, sedangkan Partai Buruh hanya memperoleh 18 persen, demikian menurut hasil prapemilu. Di The Hague, PVV telah memiliki 8 kursi–posisi kedua setelah Partai Buruh dengan 10 kursi. Para ahli menyumbang perubahan besar suara di pemilihan lokal hingga 56 persen.
Partai Buruh, dipimpin oleh Deputi Perdana Menteri, Wouter Bos, terlihat memperoleh keuntungan dari sikap politiknya terhadap perang Afghanistan.
“Partai Buruh telah kembali,” ujar Bos di depan pendukungnya. “Kami dinyatakan mati dan terkubur, namun dengan perjuangan kami, idealisme sekaligus kerendah hatian, kami pun kembali,”
Wilder, yang menghadapi ancaman pembunuhan, saat itu dibawah pengamanan ketat dalam kampanyenya pada Rabu. Orang-orang wajib melalui detektor logam dan petugas keamanan menggeledah setiap orang untuk mencegah senjata tersembunyi masuk ke dalam.
Mengapa Wilder meraih banyak simpati? Salah satu jawaban dari seorang pengemudi bis, Theo Verstappen, 53 tahun. “Ada banyak Muslim yang memang ingin terlibat dalam komunitas, namun ada persentase yang ingin membuat masalah,” ujarnya.
“Dan mereka yang berulah tidak ditangani tepat dan serius. Jadi tidak perlu banyak ditanya, orang-orang yang datang di sini jelas ingin berbagi nilai-nilai bersama yang kami pegang,” (republika.co.id, 4/3/2010)