Presiden Mesir Husni Mubarak pada hari Jumat kemarin (19/3) menunjuk seorang pimpinan baru al-Azhar, lembaga Islam Sunni paling bergengsi di dunia Islam, setelah wafatnya ulama tertingginya Syaikh Muhammad sayyid Tanthawi minggu lalu, seperti dilaporkan kantor berita resmi Mesir MENA.
Mubarak, yang baru pulih dari menjalankan operasi di Jerman, menyatakan bahwa ia “telah mengeluarkan surat keputusan presiden menunjuk Syaikh Ahmad Muhammad Ahmad al-Tayyib sebagai pimpinan baru al-Azhar,” MENA melaporkan.
Syaikh Tayyib, merupakan presiden Universitas al-Azhar sejak tahun 2003, akhirnya berhasil menggantikan Imam besar Al-Azhar Syaikh Muhammad Sayyid Tanthawi, yang meninggal karena serangan jantung di Arab Saudi pada 10 Maret lalu.
Lembaga Al-Azhar – khususnya universitas Al-Azhar yang telah berdiri sejak abad ke-10 dan beberapa sekolah berafiliasi kepadanya – adalah tempat belajar tertinggi Islam Sunni. Perannya adalah untuk menyebarkan ajaran Islam dan budaya di seluruh dunia.
Ketika Syaikh Tanthawi meninggal, salah seorang anggota dari kantornya, Ashraf Hassan mengatakan bahwa Muhammad Wasil, yang merupakan wakil Syaikh Tanthawi, diharapkan untuk sementara mengambil alih memimpin lembaga sampai presiden Mesir menunjuk pimpinan baru Al-Azhar.
Sejak tahun 1961, imam besar Al-Azhar ditunjuk berdasarkan dekrit presiden, hal ini membuka banyaknya kritikan karena imam besar Al-Azhar yang terpilih akan terlalu dekat dengan pemerintah.
Syaikh Tayyib pernah berlatar belakang pendidikan Perancis, namun ia juga memegang jabatan Mufti besar, hingga September 2003 lalu.
“Saya ingin mengungkapkan rasa penghargaan saya yang mendalam tentang kepercayaan yang diberikan kepada saya oleh Presiden Husni Mubarak,” kata Syaikh Tayyib kepada MENA melalui telepon dari rumahnya di kota al-Qurna, dekat Luxor Mesir selatan.
Teman-teman Syaikh Tayyib mengatakan kepada AFP bahwa imam besar baru ini adalah seorang “moderat” dengan “pandangan yang tercerahkan.”
Kami menyadari bahwa wacana tentang Islam itu sangat membutuhkan peninjauan kembali,” kata Syaikh Tayyib kepada surat kabar Mesir berbahasa Inggris dalam sebuah wawancara pada peringatan ketiga tahun serangan 11 September di Amerika Serikat.
“Perbedaan terjadi dikalangan masyarakat, baik dalam keyakinan agama, cara berpikir, bahasa ataupun emosi, dan hal tersebut adalah prinsip dasar dari Al-Quran. Allah menciptakan beragam suku bangsa,” katanya dalam sebuah dialog antaragama.
Syaikh Tayyib juga dikenal karena sikap kerasnya terhadap Ikhwanul Muslimin, gerakan Islam Mesir terbesar dan paling terorganisir sebagai kelompok oposisi, yang secara resmi
Pada tahun 2006, ia mengecam parade bergaya militer yang dilakukan sayap mahasiswa Ikhwan di Universitas al-Azhar, di mana pada saat itu mahasiswa Ikhwan mereka memakai penutup muka berwarna hitam “seperti Hamas, Hizbullah dan Pengawal Republik di Iran,” katanya pada saat itu.
Beberapa mahasiswa diskors dari universitas Al-Azhar setelah parade tersebut dan puluhan lainnya ditangkap.
Lahir pada tahun 1946, Syaikh Tayyib bergabung dengan sekolah yang berafiliasi dengan al-Azhar pada usia 10 tahun, dengan rentang karir selama 40 tahun di lembaga pendidikan. Ia pernah menjadi anggota staf pengajar di Universitas al-Azhar sebelum menjadi dekan jurusan filsafat. (eramuslim.com, 20/3/2010)
Kira-kira berani nggak Syekh Ahmad Muhammad Ahmad al-Tayyib mengkritik Husni Mubarak atas kebijakannya yang amat dzolim terhadap kaum muslimin di palestina dan cenderung pro Israel. Ditunggu…!!!