Pasukan NATO pimpinan AS di Afghanistan menolak permintaan negara Rusia agar ladang-ladang tanaman opium dimusnahkan. Dalam pertemuan antara NATO dan Dewan Rusia pada Rabu (24/3), Ketua Badan Anti-Narkoba Negara Federal Rusia, Viktor Ivanov mengutip data PBB bahwa opium-opium yang berasal dari Afghanistan telah menyebabkan kematian satu juta orang dalam kurun waktu 10 tahun, akibat overdosis.
“Tidakkan ia akan menjadi ancaman bagi keamanan dan perdamaian dunia?” kata Ivanov.
Dalam pertemuan itu, Ivanov mendesak NATO untuk segara melakukan “pemulihan situasi di Afghanistan” termasuk “memusnahkan produk-produk narkoba.”
Namun permintaan Rusia agar NATO memusnahkan ladang-ladang opium ditolak. NATO beralasan, ladang-ladang opium itu menjadi sumber penghasilan di Afghanistan dan tidak bisa dilenyapkan. Juru Bicara NATO, James Appathurai menyatakan pihaknya memahami kekhawatiran Rusia , tapi persoalan produksi narkoba di Afghanistan harus ditangani dengan hati-hati. Apphaturai berdalih bahwa pihaknya menghindari agar warga lokal tidak merasa terasingkan.
Menurut Apphaturai, di Afghanistan sendiri terdapat sekitar 200.000 orang yang kecanduan heroin dan morphin, dan setiap tahunnya puluhan ribu orang sekarat akibat kecanduan obat-obatan terlarang itu. “Kami berbagai pandangan bahwa masalah ini harus ditangani. Tapi ada sedikit perbedaan dalam pandangan kami,” kata Apphaturai.
Ia melanjutkan,”Kami tidak bisa mengambil posisi untuk memusnahkan satu-satunya pendapatan warga di negara kedua yang paling miskin di dunia ini, tanpa memberikan alternatif pendapatan bagi mereka. Pemusnahan itu sangat tidak mungkin.”
Sikap NATO memperkuat dugaan bahwa pasukan NATO tidak cuma sekedar menjajah Afghanistan untuk memburu Al-Qaida tapi juga menjadi “bandar” opium di negara itu. Sejak invasi ke Afghanistan yang dipimpin oleh militer AS pada tahun 2001, produksi opium dari Afghanistan meroket tajam. Terkait masalah ini, Rusia menuding NATO telah berperan dalam meningkatnya penjualan heroin dari Afghanistan ke Rusia. (eramuslim.com, 25/3/2010)