Mantan Presiden AS, George W. Bush mewariskan masalah besar terkait penjara Guantanamo. Kemudian datang solusi dari penggantinya, Barack Obama, yaitu “Bunuhlah dan jangan ditangkap”.
Itulah prinsip pemerintah AS sekarang, seperti yang dikemukakan oleh seorang penulis, Ashim Qureshi dalam sebuah artikel berjudul “Prinsip Obama: Bunuh, Jangan Ditangkap” yang dipublikasikan oleh surat kabar Inggris, The Guardian hari ini (12/4).
Sementara di era Presiden Bush telah mengambil prinsip “serang dulu” selama bertahun-tahun berkuasa di Gedung Putih.
Keinginan ambisius untuk menutup penjara Guantanamo menandai lahirnya sebuah era baru telah datang. Mungkin itulah perasaan yang mewarnai Komite Nobel ketika memberikan hadiah perdamaian kepada Obama.
Namun, sayangnya, apa yang kita lihat, hanyalah fajar palsu yang terbit, demikian menurut Qureshi, yang bekerja sebagai peneliti di lembaga Cageprisoners Hak Asasi Manusia, yang yang berkantor pusat di London.
Dia mengatakan bahwa tren baru telah muncul bersamaan dengan era awal Obama, yang oleh penulis dianggap lebih berbahaya daripada tren yang berlaku selama pemerintahan Bush.
Ini akan segera menjadi operasi pembunuhan yang bertentangan dengan hukum, dan penculikan yang disertai pembunuhan akan menjadi aktivitas kontroversial yang sangat dibenarkan oleh pemerintah Obama.
Meskipun telah diketahui tentang dukungan Bush terhadap kebijakan tersebut, namun penggunaan secara massif pesawat tak berawak di bawah komando Obama meningkatkan angka kematian hingga tingkat yang tidak pernah terjadi sebelumnya.
Qureshi tidak percaya dengan pembenaran yang dikemukakan oleh Harold Koh-penasihat hukum Departemen Luar Negeri AS-dan lainnya yang seperti dia yang memberikan legitimasi bagi operasi tersebut.
Penggunaan pesawat tak berawak untuk menargetkan orang-orang (warga sipil), dan membunuh mereka adalah sesuai-seperti dinyatakan oleh Harold Koh-dengan semua hukum yang berlaku termasuk hukum perang.
Sementara, penulis artikel, Ashim Qureshi mengatakan bahwa hukum perang tidak membolehkan penargetan warga sipil di luar zona konflik, tetapi sekarang kita melihat operasi pembunuhan terjadi di luar lingkup hukum di berbagai wilayah seperti Yaman, Tanduk Afrika, dan Pakistan.
Dia menggambarkan logika yang digunakan oleh Departemen Luar Negeri untuk membenarkan operasi pembunuhan itu sebagai logika “cacat” dari dua aspek, hukum dan moral. Dan itu hanya memperkuat stereotip bahwa Amerika Serikat tidak peduli kecuali pada kepentingannya sendiri.
Akhirnya, ia menyimpulkan dengan mengatakan bahwa harapan besar dengan terpilihnya Obama sebagai presiden sirna begitu saja setelah menjadi sangat jelas bahwa kebijakan-kebijakannya hanyalah reformulasi dari konstanta yang terkandung dalam doktrin Bush, yang didasarkan pada kepentingan nasional Amerika Serikat, dengan mengalahkan setiap norman atau prinsip hukum yang ada. (aljazeera.net, 12/4/2010)