Lebih dari 75% Kelahiran Anak di Inggris Terjadi di Luar Nikah

Tiga perempat dari anak-anak di beberapa wilayah Inggris akan lahir dari kaum  ibu yang tidak menikah yang berada dalam parlemen mendatang, seperti yang ditunjukkan oleh angka resmi.

Jumlah kelahiran bagi kaum ibu yang tidak memiliki ayah dan pasangan yang tidak menikah melebihi 50% di seluruh negeri itu dalam lima tahun ke depan.

Namun, data Kantor Statistik Nasional (ONS) menunjukkan bahwa kelahiran di luar nikah di beberapa wilayah sudah menjadi suatu norma dan terus meningkat.

Knowsley, Merseyside, salah satu wilayah yang paling minus di Inggris, memiliki proporsi tertinggi dari
anak-anak yang lahir dari ibu yang tidak menikah, dengan angka yang mencapai 75% pada tahun 2014.

Para kritikus percaya bahwa tren ini merupakan bukti lebih lanjut dari kemerosotan nilai-nilai keluarga di bawah Partai Buruh.  Hal ini akan memberikan David Cameron suatu masalah sosial yang menekan jika Tories – yang telah berjanji memberikan keringanan pajak untuk pasangan suami-istri yang kurang makmur – menang dalam pemilihan umum.

“Ini sangat mengkhawatirkan,” kata Ann Widdecombe, mantan Menteri Dalam Negeri. “Saya pikir nilai-nilai pernikahan telah merosot, karena masyarakat tidak menghormati janji pernikahan mereka dan karena itu orang lain tidak melihat permasalahan ini.

“Anak-anak jauh lebih baik ketika mereka tumbuh dengan latar belakang kedua orang tua yang sudah menikah dan stabil.”

Ketika Partai Buruh mulai berkuasa pada tahun 1997 dengan proporsi kelahiran di luar nikah adalah 36,7%. Proporsi Hal itu meningkat tajam menjadi 45% pada tahun 2008, dan terakhir sesuai data yang tersedia – kenaikan tahunan hampir menjadi satu angka.

Sekitar 30% anak lahir dari pasangan yang tidak menikah, sementara hingga 15% anak dilahirkan dengan orang tua tunggal.

Wilayah dengan proporsi tertinggi kelahiran di luar nikah adalah wilayah timur laut (57%), diikuti dengan Wales (56%) dan barat laut (52%).

Sebaliknya, London memiliki proporsi terendah atas anak-anak yang lahir dari ibu yang tidak menikah – 36% pada tahun 2008.

Hal ini disebabkan sebagian karena kekayaan yang lebih besar dan populasi imigran yang besar, khususnya masyarakat Asia, di mana tingkat pernikahan mereka tetap tinggi.

“Perkawinan berhubungan erat dengan kelas,” kata Frank Furedi, profesor sosiologi di Universitas Kent. “Menikah adalah sebuah penanda bagi perilaku kelas menengah dan kelas menengah bawah.

“Tapi bagi orang-orang yang  secara ekonomis terpinggirkan, perkawinan tidak dilihat sebagai sesuatu yang anda asosiasikan dengan menghadirkan anak ke dunia” .  Furedi mengatakan kesenjangan antar wilayah terkait dengan kelas sosial dan kekurangan dan bukan perpecahan antara utara-selatan..

Di Knowsley, proporsi kelahiran di luar nikah melompat dari 60% pada tahun 1997 menjadi 68,5% pada sepuluh tahun kemudian – dan akan mencapai 75% tahun 2014 pada tren saat ini.

Emma Bostock, 23 tahun, telah memisahkan diri dari ayah putrinya yang berusia 18-bulan, Elizabeth, pada saat anaknya itu  lahir.

“Kami sudah bersama selama enam bulan ketika saya hamil, tetapi kemudian rencana tidak berjalan baik dan dia melakukan satu hal (menghilang),” kata Bostock, yang bergantung pada orang tuanya sendiri untuk membantu membesarkan putrinya. “Saya tidak tahu apakah itu [lebih buruk di Knowsley] dari tempat lain.”

Wilayah lainnya lebih dekat bagi para kaum ibu yang tidak menikah adalah Hartlepool di Co Durham, yang merupakan mantan konstituen Lord Mandelson, di mana 68,1% dari anak-anak lahir di luar pernikahan, dan
Sedgefield yang dekat dengannya, yang sebelumnya merupakan konstituen dari Tony Blair, dimana angka tersebut meningkat dari 45,8 % pada tahun 1997 menjadi 63,4%.

Wilayah-wilayah dengan proporsi terendah dari  ibu yang menikah termasuk Harrow, London barat (21,5%), St Albans, Hertfordshire (22,9%), dan London Kensington dan Chelsea (23,6%) – semua adalah lokasi yang relatif kaya.

Namun, dengan lebih sedikit pasangan yang bergegas untuk mengikat simpul pernikahan, seorang anak yang lahir dengan orang tua yang belum menikah mungkin, tentu saja,  tidak selalu berada pada posisi yang kurang menguntungkan.

Novelis Susan Elderkin, 40 tahun, tinggal bersama pacarnya untuk jangka panjang bernama  Ash Ranpura, seorang ahli syaraf berusi 34, dan putra mereka yang berusia 15 bulan, Kirin, di Primrose Hill, London Utara. Elderkin berkata: “Yang paling penting adalah bahwa kita bahagia dan bahwa kita ada untuknya. Sejauh yang saya khawatirkan Itu tidak ada bedanya apakah Anda menikah atau tidak. ”

Kehidupan keluarga menjadi lebih baik – dan ramah

Anak-anak memiliki hubungan yang lebih ramah dan terbuka dengan orang tua mereka sekarang dibanding 15 tahun yang lalu, seperti ditunjukkan sebuah penelitian.

Penelitian juga mengungkapkan bahwa hampir tiga perempat ibu dan lebih dari setengah dari ayah merasa mereka sekarang menghabiskan “jumlah waktu yang tepat” dengan keturunan mereka.

Richard Nicholls,  seorang editor ekonomi di Future Foundation, lembaga penelitian yang berada di balik penelitian itu,  mengatakan bahwa berkurangnya jam kerja, meningkatnya waktu yang flexible dan inovasi-inovasi seperti smartphone telah membantu meningkatkan kehidupan keluarga mereka.

“Orang tua menghabiskan jumlah waktu yang sama banyak dan seringkali lebih sering dengan anak-anak mereka, dan memiliki hubungan yang lebih terbuka dengan mereka daripada yang mereka dapatkan dengan orangtua mereka sendiri,” kata Nicholls.

Dia menambahkan: “Ada mitos penurunan dalam kehidupan keluarga, tetapi kenyataannya adalah bahwa dalam banyak hal sesuatu menjadi semakin baik.”

Meskipun 83% dari orang percaya bahwa kurang seringnya makan bersama keluarga dibanding yang mereka
lakukan lima tahun lalu, penelitian menunjukkan bahwa 82% dari orang tua dengan anak-anak di bawah 16 tahun selalu atau sebagian besar waktunya berkumpul untuk makan malam  bersama.

Sumber: Times (18/4/2010)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

*