Polri Perlakukan Berbeda antara Kasus Teroris dan Mafia Hukum

JAKARTA- Kinerja Kapolri dipertanyakan oleh Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI). Mereka menilai ada perbedaan perlakuan antara penanganan kasus terorisme dan mafia hukum serta mafia pajak.

Penilaian itu muncul setelah YLBHI melakukan evaluasi kinerja Kapolri yang dilakukan sejak awal Januari 2010. Atau bertepatan dengan disetujuinya kenaikan gaji polisi.

“Saat ini aparat kepolisian banyak mendapat sorotan dan cenderung belum mendapatkan simpatik masyarakat luas,” ujar Ketua YLBHI, A Patra M Zen, dalam konferensi pers di gedung YLBHI, Senin (17/05).

Dari hasil evaluasi YLBHI, ditemukan bahwa ada kecenderungan kepolisian terlihat sangat serius melakukan pemberantasan terorisme. Meskipun, Patra tidak setuju dengan cara tembak mati. Tetapi upaya penanganan kasus ini bisa sampai pada akar-akarnya. Bahkan beberapa kali konferensi pers digelar untuk menjelaskan seluk-beluk kasus ini.

Polisi pun tidak segan-segan menunjukkan gambar-gambar orang yang diduga terkait jaringan terorisme. Deskripsi sampai aliran hubungan antara satu dengan yang lain juga dijelaskan.

Namun, perlakuan ini sangat bertolak belakang dengan penanganan kasus mafia hukum dan mafia pajak. “Belum pernah pihak Mabes Polri menggelar konferensi pers berkaitan dengan struktur dan jaringan mafia pajak atau mafia hukum di Indonesia,” kata Patra.

Bahkan beberapa waktu yang lalu, YLBHI justru mencium adanya kejanggalan terhadap penangkapan dan penahanan Komjen Pol Susno Duadji. Padahal hanya berdasarkan pengakuan pihak lain.

“Hal ini justru menimbulkan banyak pertanyaan,” ujar Patra. Apakah ini upaya menghentikan pernyataan Susno yang akan membongkar kasus yang melibatkan petinggi kepolisian? Apakah ini upaya untuk menjegal Susno menjadi ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK)?

Apapun bentuk pertanyaan itu, Patra menilai, tindakan kepolisian tersebut justru membuat rakyat ketakutan. “Masyarakat jadi takut, kalau bintang tiga seperti itu, bagaimana masyarakat mau mengungkap kasus,” katanya.

Oleh karena itu, Patra mendesak Presiden RI dan Komisi III DPR untuk lebih mengembangkan evaluasi dan penilaian kinerja Kapolri. (republika.co.id, 17/5/2010)

One comment

  1. Kalaulah aparat kekuasaan itu melindungi rakyatnya (yang muslim), maka yang paling jauh jangkauan yang dilindungi adalah hartanya. Padahal hartanya juga dikuras dengan pajak dll, yang disebabkan sumber daya alam yang seharusnya dikuasai negara untuk kesejahteraan rakyat dijual pada swasta yang kedaulatan bangsa tak berarti lagi.
    Adapun terhadap warga masyarakatnya (yang muslim) aparat kekuasaan para pemimpin tidak bertanggung jawab melindungi ketaatannya pada ajaran agamanya sendiri yaitu Islam (Al-Qur’an dan sunnah Rasulullah) dengan kebijakan yang sangat taat pada konspirasi (terorisasi oleh) Yahudi yaitu pemberantasan terorisme yang kenyataannya adalah perang melawan Islam.
    Standard ganda yang diterapkan dalam menangani terorisme dan mafia hukum itu conscience nasional dan religius rakyat muslim tercederai.
    Janji siapa lagi yang dipercaya, kalau bukan janji Allah, termasuk dalam firman-Nya :
    Orang-orang yang munafik (yang menerapkan standard ganda) itu takut akan diturunkan terhadap mereka sesuatu surat yang menerangkan apa yang tersembunyi dalam hati mereka. Katakanlah kepada mereka: “Teruskanlah ejekan-ejekanmu (terhadap Allah dan Rasul-Nya)”. Sesungguhnya Allah akan menyatakan apa yang kamu takuti itu. (QS. 9/At-Taubah : 64)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

*