Jakarta – Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras) menyayangkan tindakan Polri yang dinilai semena-mena dalam operasi pemberantasan teroris yang berakibat salah tembak. Kontras menilai penyergapan orang yang diduga teroris tidak disertai prosedur yang layak.
“Pada prinsipnya kami prihatin terhadap metode penanganan Polri dalam operasi anti teroris,” kata Wakil I Koordinator Kontras Indira Fernida, dalam jumpa pers di Jalan Borobudur 14, Menteng, Jakarta, Kamis (20/5/2010).
Pihaknya mencatat terdapat 13 korban salah tembak akibat dari operasi pemberantasan teroris yang dilakukan Datasemen Khusus 88 Polri. “Ada beberapa upaya penyergapan yang tidak disertai prosedur yang tidak layak,” jelas Indira.
Polri, lanjutnya, memiliki manajemen operasional dan menyatakan tunduk pada kode etik penggunaan senjata api. “Dalam catatan kami, selama tahun 2010 hal itu tidak menjadi pertimbangan Polri
dalam melakukan penyergapan orang yang diduga teroris,” kata Indira.
“Kita melihat ada orang yang sengaja di tembak atau salah tembak seperti di Aceh
ada 3 orang yang dinyatakan bahwa mereka masyarakat biasa dan bukan teroris,” tutupnya.
Sementara beberapa waktu lalu, Kadivhumas Mabes Polri Irjen Pol Edward Aritonang mengatakan tindakan menembak para terduga teroris dikarenakan alasan dan pertimbangan yang sudah sesuai prosedur. Penembakan terpaksa dilakuakan karena terduga teroris melawan saat ditangkap dan dianggap membahayakan jika tidak dilakukan tindakan. (detik.com, 21/5/2010)
kalo kita gak percaya tuh, itu kan cuman rekayasa densus aja, biar kondisi negara sekan-akan mengerikan. kalo mau, tangkap hidup, di adili, informasi langsung dari tersangka dan pengadilan terbuka . kalau ini kan informasi masih sepihak hanya dari POLRI, emang densus dan negara gak punya kepentingan. ? yang jelas agar tuduhan dan opini di bangun terus menerus seakan2 Islam adalah ancaman
Memang betul semuanya harus pake prosedur pa aritonang! Tapi ingat prosedur itu kan ada standard kebenarannya, apakah pandangan POLRI dalam menangani kasus terorisme bisa dijadikan standar? Sekarang ini orang-orang pada bicara untuk kepentingan sendiri dan institusinya, coba kalau pa aritonang dalam posisi sebagai anggota kontras barangkali akan memprihatinkan POLRI juga dalam menangani kasus terorisme. Oleh karena itu agar orang-orang tidak bicara demi institusinya pakailah standar kebenaran dari wahyu bukan ro’yu.
Ilmu untuk memberantas teroris kan memang didapatkan dari guru mereka yang memang suka menuduh, mengadili, menyerang orang atau negara yang tidak mereka sukai dan belum dan bahkan tidak terbukti bersalah. Dan guru mereka sudah terbiasa memaksakan kehendaknya kpd negara lain yang lebih lemah posisi politiknya, seperti indonesia.