Tewasnya dua tentara AS di Afghanistan selatan hari Selasa (8/6), menambah jumlah korban tewas pasukan Amerika menjadi lebih dari seribu tentara sejak invasi AS pada akhir 2001. Dan 2010 ini merupakan tahun paling mematikan bagi pasukan koalisi, apalagi terus berlanjutnya kekerasan berdarah seperti yang terlihat sekarang.
Dua tentara tewas pada hari Selasa (8/6) ketika sebuah bom yang ditaruh di pinggir jalan meledak, dalam insiden itu tidak kurang dari dua puluh empat orang meninggal. Dan 7 tentara di antara sepuluh tentara koalisi yang tewas pada serangan hari Senin (7/6) adalah tentara Amerika, sehingga jumlah tentara Amerika yang tewas, setelah hampir satu dekade invasi, menjadi 1.001 orang tentara AS yang tewas.
Dan berbeda tajam dengan jumlah tentara Amerika yang tewas dalam perang Irak, lebih dari 1000 tentara AS tewas selama 18 bulan pertama, menyusul invasi pada Maret 2003. Jumlah tentara AS yang tewas di Afghanistan mencapai 1000 orang ini setelah 104 bulan perang yang dipimpin oleh Amerika Serikat untuk menggulingkan rezim Taliban di akhir 2001.
Gambaran rata-rata korban tewas di antara pasukan koalisi yang dipimpin oleh Amerika Serikat di Afghanistan, menunjukkan besarnya gravitasi peningkatan situasi di Afghanistan setiap hari, dalam periode 2001 hingga 2006, rata-rata tentara AS yang tewas tidak sampai 100 orang pertahun, namun indeks mulai meningkat sejak 2007 menjadi lebih dari 300 orang pada tahun lalu.
Setelah terus berlanjutnya kekerasan berdarah saat ini, maka tahun ini dianggap sebagai tahun paling berdarah sejak pecahnya perang di negara yang dikenal dalam sejarah sebagai “kuburan bagi semua imperium”.
Bahkan presiden Amerika Serikat, Barack Obama telah memperingatkan pada bulan Mei tahun lalu, bahwa pasukan AS akan menghadapi periode yang paling sulit di Afghanistan.
Sungguh telah berlangsung enam serangan terpisah yang dilancarkan oleh para pejuang Taliban di Afghanistan selatan dan timur. Pada hari Senin dan Selasa, 12 orang pasukan NATO tewas, termasuk tujuh orang Amerika. Sehingga ini merupakan insiden terbesar dalam memakan korban tewas pada pasukan Aliansi Atlantik Utara (NATO) sejak 26 Oktober lalu, di mana 11 tentara Amerika tewas dalam kecelakaan helikopter.
Pasukan koalisi melancarkan serangan militer baru untuk mengamankan wilayah Helmand, dan pendirian pemerintah yang sah, di samping menargetkan ribuan pejuang Taliban yang terkonsentrasi di Kandahar.
Menteri Pertahanan Amerika, Robert Gates memperkirakan terjadinya pertempuran sengit selama masa penyerangan. Akhirnaya Kepala Staf Gabungan, Laksamana Mike Mullen mengatakan tentang kemungkinan pecahnya pertempuran yang sangat sulit di selatan, dan akan memakan banyak korban nyawa.
Pasukan AS dan pasukan koalisi menekankan pada langkah-langkah menciptakan keamanan sipil di sekitar kota, seperti yang diperkirakan oleh seorang pejabat militer AS yang lain, bahwa pasukan internasional akan memasuki pertempuran yang tidak ubahnya pertempuran konvensional, dan hal itu perlu melakukan operasi militer selama berbulan-bulan.
Amerika Serikat dan sekutu-sekutunya di Afghanistan sedang menghadapi perlawanan sengit dari para pejuang Taliban. Sehingga dalam hal ini aliansi Barat tidak berhasil dalam menekan atau menetralkan kekuatan militernya, walaupun hampir sembilan tahun invasi dan operasi militer dilakukan terus-menerus (mediaumat.com, 10/6/2010).