Salah satu pijakan dari pemahaman tentang perubahan hukum menurut zaman dan tempat yang sering digagas kelompok liberal –di antara berbagai justifikasi yang lain–adalah bahwa Imam asy-Syafi’i r.a. juga mengubah metodologi beliau ketika berpindah dari Madinah ke Baghdad, lalu dari Baghdad ke Kairo.
Azizah Y. al-Hibri dalam salah satu artikelnya menyatakan, “Contohnya Imam Syafi’i, seorang ulama besar dan pendiri dari mazhab yang dinisbatkan kepada namanya, mengubah fikihnya ketika beliau pindah dari Irak ke Mesir. Penjelasannya sederhana, yaitu bahwa fikih baru itu lahir karena adanya kondisi baru. Sebagai konsekuensi dari contoh perubahan fikih ini, para ulama secara umum mengakui prinsip bahwa ‘hukum bisa berubah seiring perubahan waktu dan tempat’.”[1]
Sesungguhnya para penyeru prinsip ini tidak mampu menghadirkan dalil yang sah untuk membenarkan posisi mereka. Misalnya, justifikasi bahwa Imam asy-Syafi’i mengubah fikih beliau hanya karena pindah dari Irak ke Mesir, adalah simplikasi berlebihan terhadap apa yang sesungguhnya terjadi. Salah besar kalau kita mengira bahwa Imam asy-Syafi’i mengubah fikihnya hanya karena beliau pindah tempat tinggal dari Irak ke Mesir.
Alasan sebenarnya adalah, bahwa sang Imam besar itu mengubah metodologinya karena beliau bertemu dengan sejumlah mujtahid dari mazhab yang berbeda-beda dari Irak dan Mesir, yang masing-masing membawa metodologi penggalian hukum dan cara pandang terhadap nash yang berbeda dari dirinya. Hal ini menimbulkan kematangan dan kristalisasi pemikiran beliau dalam kaitannya dengan proses ijtihad. Suatu ketika Imam Ahmad bin Hanbal diminta oleh Muhammad bin Muslim ar-Razi untuk memberitahunya tentang buku-buku karya Imam Syafi’i yang harus dibacanya. Imam Ahmad menjawab, “Pilihlah buku-buku yang ditulis di Mesir. Buku-buku yang ditulis di Irak tidak terlalu bagus. Lalu, beliau pergi ke Mesir. Di sanalah beliau menghasilkan buku-buku yang jauh lebih bagus.”[2]
hukum islam itu sama dan akan tetap berlaku di setiap saman dan tempat. masalah perubahan metodologi iman syafi tidak membuktikan apa apa.karena meman konteksnya berbeda
syari’at islam itu tidak akan pernah berubah hanya karna faktor t4 atau keadaan…
krna syari’t itu tidak bersifat fleksibel…kalau ada fakta yang bertentangan dengan syari’at maka fakta lah tg harujs mengikuti syari’at bkn sebaliknya…dan syari’at itu datangnya dari Allah, melalui rasulullah dan karna ada nya proses ijtihad…
Syariat Islam tidak bisa dirubah sesuai zaman dan tempat, seharusnya zaman ini yang mengikuti syari’at…karena syari’at Islam sangat sempurna dan tidak ketinggalan sampai akhir zaman…hanya orang-orang yang ingin merusak Islam sajalah yang mengatakan Islam fleksible n menyesuaikan zaman…
imam syafi’i dalam hukum islam tidak berobah misalnya dengan hukum diluar islam cuma dalam motologi berijtihad,cuma masalah ini musuh musuh islam untuk merusak islam,mereka menyandarkan ke beliau.
Andai saja Imam Syafi’i Rahimahumullah saat ini masih hidup, beliau akan murka dan melaknat mereka yang menfitnah dan merendahkan beliau yang telah menyatakan bahwa Imam Syafi’i mentoleransi adanya perubahan hukum karena perubahan tempat & waktu. Padangan ini telah melecehkan madzab Imam Syafi’i
Salah satu uslub yang ditempuh kaum liberal agar ide-ide nya diadopsi oleh umat adalah mencatut pendapat atau sejarah mereka yang telah dipelintirnya. Karena dengan wajah liberal murni ide-ide mereka tak mungkin laku. Maka jalan satu-satunya adalah dengan metode tipu daya.