KENAIKAN TDL: RAKYAT KEMBALI JADI KORBAN KEBIJAKAN PEMERINTAH

Mukadimah

Akhirnya pemerintah dengan persetujuan DPR menaikkan harga Tarif Dasar Listrik (TDL) per 1 Juli 2010 yang besarnya berkisar antara 6-20%. Hanya dua kelompok pelanggan yang tidak mengalami kenaikan yakni pelanggan rumah tangga kecil dengan daya 450-900 VA karena dianggap tidak mampu serta pelanggan dengan daya di atas 6.600 VA karena sudah membayar TDL sesuai harga pasar.

Kenaikan TDL baik untuk rumah tangga maupun untuk industri meskipun diyakini tidak akan berpengaruh signifikan pada kenaikan barang produk industri, namun yang pasti kenaikan akan menyebabkan efek domino kenaikan TDL yang berawal dari kenaikan harga bahan baku di tambah berkurangnya daya beli konsumen. Para produsen dengan alasan kenaikan bahan baku dapat menaikan harga jual produk. Dan akhirnya pasti akan menyebabkan multiplier efek yang bermuara pada kenaikkan harga dan penurunan daya beli dan berujung pada penurunan produksi yang berdampak pada pemutusan hubungan karyawan/pengangguran.

Sesungguhnya alasan kenaikan ini selain tidak logis, juga mengorbankan rakyat banyak. Alasan kenaikan TDL adalah agar APBN-P 2010 telah tidak jebol atau mengalami defisit yang lebih besar. Seperti diketahui, dalam APBN-P 2010 yang diputuskan pada awal Mei lalu, subsidi listrik yang dianggarkan mencapai Rp 54 triliun. Untuk itu, diperlukan kenaikan TDL sebesar 10% untuk menutupi kebutuhan PLN akibat pengurangan subsidi sekitar Rp 10 triliun dari APBN 2009 sebesar Rp 64,46 triliun. Kebutuhan PLN harus disubsidi karena saat ini biaya yang dikeluarkan PLN untuk memproduksi listrik sekitar Rp 1.200 per kilowatt hour (KWh), sementara harga jual listrik BUMN listrik itu ke para pelanggannya hanya sekitar Rp 630 per Kwh.

Ide kenaikan TDL sesungguhnya diikuti juga dengan berbagai ide lain mengatasi dampak kenaikannya. Seperti diketahui, wacana listrik gratis untuk masyarakat miskin dicetuskan oleh Dirut PLN Dahlan Iskan. Listrik untuk masyarakat miskin gratis, namun untuk masyarakat mampu harus membayar sesuai harga keekonomiannya. Menurut perhitungan Dahlan, dengan memberikan seluruh subsidi kepada golongan masyarakat miskin (pengguna 450 mw) dan pembayaran normal atau sebesar biaya produksi listrik (Rp 1.000 per kwh) oleh golongan lain, maka PT PLN akan kehilangan dana sebesar Rp 1,5 triliun tetapi dapat penerimaan sekitar Rp 30 triliun.

PT PLN (Persero) mengaku kenaikan Tarif Dasar Listrik (TDL) sebesar 10% pada bulan Juli 2010 masih belum bisa menutupi biaya pokok penyediaan (BPP) listrik yang dikeluarkan BUMN listrik tersebut. Kalau itu naik sebesar 10% berarti TDL-nya menjadi sekitar Rp 670 per Kwh. Jadi masih ada selisih. Namun kenaikan TDL sesungguhnya tidak membuat PT PLN diuntungkan maupun dirugikan. Hal ini karena kenaikan TDL dilakukan dengan tujuan untuk menekan subsidi listrik yang jumlahnya semakin membengkak dalam APBN. Bagi PT PLN sendiri, berapapun selisih antara BPP listrik dengan harga jual ke pelanggan itu kan akan dibayar dari dana subsidi dalam APBN.

Alasan lain pemerintah menaikkan harga TDL adalah karena hingga kini sekitar 18,9 juta keluarga miskin belum menikmati listrik. Untuk itu, kenaikan TDL pada bulan Juli mendatang diharapkan dapat meningkatkan jumlah masyarakat yang teraliri listrik. Menurut pemerintah, dengan kenaikan TDL sebesar 10%, sesungguhnya seluruh masyarakat yang sudah menikmati listrik termasuk pelanggan 450-900 Volt Ampere (VA) turut membantu pemerintah agar 18,9 juta keluarga miskin tersebut bisa ikut menikmati listrik.

Problematika Kelistrikan di Indonesia

Sesungguhnya persoalan kelistrikan di Indonesia adalah selain mahalnya biaya produksi listrik juga adalah kurangnya pasokan listrik sehingga banyak masyarakat yang tidak dapat menikmati aliran listrik listrik. Penyebab masalah diatas sesungguhnya adalah selain masalah inefisiensi, juga karena karena mahalnya bahan bakar pembangkit listrik yang berasal dari BBM serta pasokan bahan bakar pembangkit listrik yang tidak mencukupi. Jika bahan bakar pembangkit adalah BBM, maka kenaikan BBM pasti akan menyebabkan naiknya biaya produksi. Sebaiknya jika bahan pembangkitnya adalah batu bara dan gas yang harganya jauh lebih murah ternyata pasokan untuk kebutuhan dalam negeri justru tidak mencukupi, karena lebih banyak untuk kepentingan ekspor. Ini adalah hal yang sangat ironis.

Sesungguhnya mahalnya harga BBM dan kurangnya pasokan bahan baku pembangkit listrik dapat dengan mudah diatasi jika pemerintah menggunakan bahan baku yang murah dan pasokannya sangat besar. Bahan baku batu bara dan gas alam adalah solusi untuk mengatasinya, selain harga jauh lebih murah juga pasokannya sangat besar dan mencukupi. Namun kebijakan tersebut tidak diambil pemerintah. Bukankah pemerintah bisa membuat kebijakan untuk memberikan prioritas pasokan bahan baku industri dalam negeri ketimbang ekspor? Bukankah wewenang pengelolaan BUMN MIGAS ada pada pemerintah? Ataukah ada faktor lain sehingga seolah kebijakan energi yang ada tidak bisa di rubah?

Sebagai contoh, PT PLN (Persero) bersedia membeli gas dari proyek Donggi Senoro di Sulawesi Tengah dengan harga US$ 6-6,5 per millions metric british thermal unit (MMBTU). Bahkan PT PLN siap untuk menyerap berapa pun alokasi gas dari proyek Donggi Senoro. Rencananya, alokasi gas dari Donggi Senoro akan digunakan untuk bahan bakar pembangkit listrik tenaga gas (PLTG) skala besar yang akan dibangun di dekat proyek tersebut. Listrik yang dihasilkan dari pembangkit tersebut akan digunakan untuk memperkuat listrik di Pulau Sulawesi. Bahkan kalau pasokan gasnya berlebih, sebagian akan digunakan untuk melistriki ambon dan sekitarnya.

Kebutuhan gas PLN terus mengalami peningkatan. Pada tahun 2010 ini saja, BUMN listrik diperkirakan masih mengalami defisit. Berdasarkan data PLN, konsumsi gas PLN pada tahun ini diperkirakan mencapai 2.432 BBTUD, sementara yang tersedia baru 1.471 BBTUD sehingga masih terjadi defisit sebesar 961 BBTUD. Sementara pada tahun 2011 BUMN listrik itu masih mengalami defisit gas hingga sebesar 1.115 BBTUD meskipun Floating Storage and Regasification Terminal (FSRT) yang akan dibangun di Jawa Barat dan Sumatera Utara mulai beroperasi September 2011. Menurut Direktur Energi Primer PLN, Nur Pamudji, kenaikan jumlah defisit tersebut disebabkan kebutuhan gas untuk pengoperasian pembangkit-pembangkit listrik milik PT PLN meningkat. Selain itu, hal ini juga disebabkan adanya penurunan pasokan gas dari para produsen sebesar 70 BBTUD.

Namun pada saat PT PLN mengalami defisit pasokan gas, pemerintah telah mengesahkan alokasi gas dari lapangan Donggi-Senoro. Porsi gas domestik dari lapangan tersebut minimal 25 persen, sisanya untuk alokasi ekspor. Sebelumnya pemerintah nampaknya masih bingung untuk memutuskan alokasi gas Donggi-Senoro. Seperti diketahui, Proyek Donggi Senoro menjadi terkatung-katung karena adanya keputusan pemerintah dalam rapat yang dipimpin Wakil Presiden yang saat itu dijabat Jusuf Kalla yang memutuskan gas Senoro hanya untuk domestik.

Sungguh ironis, pada saat kebutuhan akan gas terutama dari PT PLN begitu besarnya, pemerintah justru mengalokasikan 75 % untuk ekspor. Padahal jika kebutuhan pasokan gas domestik mendapat prioritas, yakni didahulukan sebelum ekspor, maka kekurangan pasokan gas untuk PLN, Pabrik Pupuk dan pabrik lainnya akan terpenuhi. Ini secara pasti selain akan membuat harga produksi listrik turun, sehingga harga TDL tidak perlu dinaikkan atau bahkan mengurangi subsidi. Dengan ketersediaan bahan bakar pembangkit yang jauh lebih murah dan sangat besar, maka pemerintah melalui PT PLN dapat segera memperbesar kapasitas produksi listrik dan ini akan segera dapat mengatasi kekurangan pasokan serta menambah luasnya jangkauan pelayanan listrik kepada masyarakat.

Kebijakan pemerintah yang merubah keputusan alokasi gas Donggi Senoro dari awalnya 100% untuk keperluan domestik dirubah menjadi 25 % domestik dan 75% ekspor patut dicurigai. Kenapa pemerintah tidak mendahulukan kepentingan rakyat banyak dengan alokasi bahan bakar gas untuk PT. PLN yang lebih besar. Apakah karena ada kepentingan para pemungut rente yang tidak ingin kehilangan penghasilannya dari pasokan BBM ke PT. PLN selama ini ? Juga apakah ada kepentingan pemungut rente karena komisi dari penjualan ekspor gas keluar negeri ? Hal ini menjadi sangat mungkin mengingat besarnya rente yang akan dinikmati para makelar yang mengatasnamakan kebijakan negara. Padahal kebijakan tersbut semata-mata untuk kepentingan para pemungut rente dari kalangan pengusaha atau pemerintah yang tidak ingin penghasilan haram mereka hilang. Sehingga mereka rela mengorbankan kepentingan rakyat banyak dengan kebijakan yang mereka tempuh.
Sungguh, inilah dampak nyata dari sistem kapitalis yang menyuburkan kolusi antara pengusaha dan pengusaha. Terbentuknya negara koorporasi karena ada perselingkuhan antara pejabat korup dengan pengusaha hitam yang ingin meraup kekayaan sebesarnya dengan menghalalkan segala cara bahkan dengan harus mengorbankan rakyat banyak. Dengan dalih untuk kepentingan negara mereka membuat peraturan dan perundangan yang dapat melegalkan berbagai langkah dan kebijakan yang mereka tempuh. Dengan alasan amanah UU tentang kenaikan TDL, mereka dengan ringannya menaikkan TDL. Dengan dalih demi mengurangi defisit anggaran mereka rela menaikkan TDL. Dan dengan alasan investor asing, mereka rela menyerahkan pengelolaan tambang migas dan tambang -tambang lainnya kepada pihak asing dan pengusaha perorangan.

Solusi Islam Terhadap Problem Kelistrikan

Problem utama kelistrikan adalah kurangnya pasokan listrik yang disebabkan ketidak tersediaan dan mahalnya bahan baku pembangkit listrik. Sesungguhnya mahalnya harga minyak bumi bisa saja diatasi dengan batubara dan gas alam. Namun karena batubara dan gas alam lebih banyak diekspor, maka pasokan dalam negeri termasuk untuk keperluan pembangkit listrik tidak dapat dipenuhi.

Listrik merupakan kebutuhan pokok rakyat, untuk keperluan rumah tangga, dunia usaha dan pelayanan masyarakat yang wajib dilakukan negara. Listrik bisa dihasilkan dari pembangkit listrik yang berasal dari energi air, minyak bumi, gas, barubara dan energi lainnya seperti panas bumi, angin, bahkan nuklir.

Menurut Islam, listrik merupakan kepemilikan umum yang wajib dikuasai dan dikelola oleh negara untuk kepentingan seluruh rakyat. Sebagian besar sumber energi yang digunakan pembangkit listrik seperti migas, batubara, panas bumi dan lainnya juga merupakan milik umum yang wajib dikuasai dan dikelola oleh negara untuk kepentingan rakyat. Karenanya negara tidak boleh menyerahkan penguasaan dan pengelolaan listrik kepada swasta sebagaimana mana negara juga tidak boleh menyerahkan penguasaan dan pengelolaan bahan baku pembangkit listrik kepada swasta. Hal ini karena listrik dan barang tambang yang jumlahnya sangat besar adalah milik umum yang tidak boleh dikuasai oleh swasta dan individu.

Berkaitan dengan ini Rasulullah saw bersabda: “Kaum muslimin berserikat dalam tiga hal, yaitu air, padang rumput dan api.”(HR. Abu Daud). Termasuk dalam api disini adalah energi berupa listrik. Yang juga termasuk kepemilikan umum adalah barang tambang yang jumlahmya sangat besar. Imam At-Tirmidzi meriwayatkan hadits dari Abyadh bin Hamal, bahwa ia meminta kepada Rasulullah saw untuk dibolehkan mengelola tambang garam. Lalu Rasulullah saw memberikannya. Setelah ia pergi, ada seorang laki-laki bertanya : “Wahai Rasullullah, tahukah engkau, apa yang engkau berikan kepadanya? Sesungguhnya engkau telah memberikan sesuatu bagaikan air yang mengalir.” Rasulullah saw kemudian bersabda : “Tariklah tambang tersebut darinya” (HR. At-Tirmidzi). Tindakan rasul saw yang membatalkan pengelolaan tambang yang sangat besar (bagaikan air yang mengalir) menunjukkan bahwa barang tambang yang jumlah sangat besar tidak boleh dimiliki oleh pribadi, karena tambang tersebut merupakan milik umum.

Karenanya seluruh tambang yang sangat besar semisal tambang migas, batubara, batu mulia, emas, perak, besi, tembaga, timah, dan lainnya adalah kepemilikan umum. Menurut Islam, kepemilikan umum wajib dikelola oleh negara, karena negara adalah wakil ummat. Kepemilikan umum tidak boleh dikuasai dan dikelola pribadi atau swasta apalagi pihak asing. Karena listrik termasuk milik umum, seharusnya listrik dapat diperoleh masyarakat dengan harga murah bahkan kalau perlu gratis. Sehingga ide menggratiskan listrik bukanlah hal yang baru karena itu pada hakikatnya adalah mengembalikan hak kepada pemilik sejatinya yakni ummat.

Karena energi listrik dan bahan baku pembangkit energi listrik berupa migas, batubara, panas bumi semuanya adalah milik umum, maka penguasaan dan pengelolaan listrik wajib dilakukan oleh negara dan tidak diperbolehkan dikelola oleh individu dan swasta. Hal ini agar kebutuhan pokok berupa listrik ini dapat dinikmati oleh seluruh masyarakat dengan harga murah dan dengan cara yang mudah. Bukan seperti dalam sistem kapitalis saat ini dimana listrik diperoleh masyarakat diperoleh dengan mahal dan susah karena dikelola oleh swasta dan sumber energi pembangkit tidak diprioritaskan untuk memenuhi kebutuhan listrik tetapi justru diekspor untuk memenuhi kebutuhan negara lain.

Pengelolaan listrik termasuk bentuk pemilikan umum lainnya seperti halnya kepemilikan umum lainnya. Pengelolaan tidak boleh diserahkan kepada swasta apalagi pihak asing yang secara pasti akan merugikan rakyat. Pengelolaan SDA dengan sistem negara koorporasi seperti sekarang inilah yang menyebabkan banyak problem ekonomi dan energi rakyat menjadi terus bertambah. Rakyat harus membayar mahal untuk barang-barang yang seharusnya memang milik mereka. Pengelolaan seperti ini harus sudah diakhiri. Hal ini hanya akan terjadi jika dikelola sesuai syariat Islam dalam naungan Khilafah Islamiyah. Dimana seluruh kekayaan milik umum akan dikelola oleh negara untuk dan demi kepentingan rakyat dan bukan kepentingan para cukong, segelintir pengusaha hitam dan pejabat korup selalu ada dalam negara koorporasi buah dari sistem kapitalis.

7 comments

  1. Problem utama kelistrikan adalah kurangnya pasokan listrik yang disebabkan ketidak tersediaan dan mahalnya bahan baku pembangkit listrik. Sesungguhnya mahalnya harga minyak bumi bisa saja diatasi dengan batubara dan gas alam. Namun karena batubara dan gas alam lebih banyak diekspor, maka pasokan dalam negeri termasuk untuk keperluan pembangkit listrik tidak dapat dipenuhi.

  2. Smoga aaja klo ada KHILAFAH PLN (Perusahaan listrik negara) ganti inisial jadi PLK (Perusahaan Listrik Khilafah).

  3. kenaikan TDL = kedzoliman penguasa,,

    masihkah kita percaya akan janji penguasa yg dzolim???

    ayo umat muslim nan pengemban da’wah,
    lejitkan potensi kalian sebagai khoiru ummah,
    sebarkan opini-opini islam…
    ALLAHU AKBAR

  4. SBY telah membawa negara yang kaya raya ini menjadi negara yang rakyatnya miskin diatas kekayaanya sendiri, sudah saatnya kita berteriak “LEBIH BAIK MATI DARI PADA DIBERI HARTA YANG MELIMPAH TAPI HILANG KEMERDEKAAN DARI PENDERITAAN”

  5. ya namanya aj sekuler ttp aja ndak punya telinga dan hati. bawaannya duit melulu. mereka tak tahu bahwa dunia harus diaturoleh yang menciptakannya.

  6. Aryani anwar

    Selama sistem sekularisme-kapitalisme yang bersemayam di muka bumi ini, selama itu pula pemerintah akan bertindak semenah-menah kepada rakyat salah satunya dalah menaikkan tarif dasar listrik, wahai kaum muslim sadarlah dan kembalilah pada KHILAFAH…Allahu akbar !!!

  7. Here goes hidup tanpa Khilafah.. pemimpin hanya memikirkan dirinya & glongannya..
    umat mari buka mata hanya Islam yg mampu mewujudkan kehidupan yg sejahtera

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

*